Kefamenanu, Vox NTT-Penjabat Sekda Timor Tengah Utara (TTU), Fransiskus Tilis dan Bawaslu berbeda data terkait jumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terindikasi terlibat politik praktis dalam pemilu 17 April lalu.
Ketua Bawaslu Kabupaten TTU, Martinus Kolo saat dikonfirmasi VoxNtt.com via pesan WhatsApp, Rabu (15/05/2019) mengatakan, ASN yang terindikasi kuat terlibat politik praktis berjumlah tiga orang. Itu di antaranya, EA, LC dan YA.
Kolo mengaku, saat ini pihaknya telah merekomendasikan persoalan tersebut ke Komisi ASN untuk diproses sesuai aturan yang berlaku.
“Intinya diberikan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” jelasnya.
Data yang dihimpun media ini, ketiga oknum ASN yang disebutkan oleh Ketua Bawaslu yakni, Camat Biboki Utara, Edmundus Aluman alias EA, Camat Naibenu, Laurentiko Colo alias LC dan Bendahara Dinas Sosial, Yuven Anapah alias YA.
Sementara itu, penjabat Sekda TTU saat dikonfirmasi VoxNtt.com di Kantor Bapegdiklat menjelaskan, hingga saat ini terdapat enam orang ASN yang diperiksa terkait dugaan keterlibatan politik praktis, selain tiga nama yang direkomendasikan oleh Bawaslu.
Tiga lain yang dimaksudkan Fransiskus yakni, Asisten II Setda TTU, Robertus Nahas, Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Yoanetha Kono dan Kabid Penagihan pada Dinas Pendapatan Daerah, Paula Ola Kono.
“Lima orang sudah diperiksa, tinggal pak Yuven (Bendahara Dinas Sosial) yang belum karena banyaknya kesibukan. Jadi, kita harapkan untuk minggu depan sudah bisa lakukan pemeriksaan,” jelas Kepala Bapegdiklat Kabupaten TTU itu.
Dugaan pelanggaran netralitas ASN yang dilakukan oleh tiga orang yang di luar rekomendasi Bawaslu itu, jelasnya, merupakan hasil temuan dari tim yang dibentuk oleh Pemda.
Dasar dari pihaknya membentuk tim dan memeriksa tersebut yakni sesuai dengan surat edaran dari Kemenpan. Namun saat disinggung surat edaran Kemenpan yang dimaksud, Fransiskus tidak menjawab secara pasti.
Ia hanya mengatakan, dalam surat tersebut melarang ASN untuk berpose dengan mengangkat jari, baik yang merupakan simbol dari partai atau caleg tertentu atau menggunakan baju dari partai tertentu.
“Kan di dalam surat edaran Kemenpan itu jelas melarang untuk tidak boleh menunjukkan simbol-simbol yang sifatnya mengajak orang, tapi setelah kita periksa orang itu lakukan secara sadar hanya untuk bergaya yah tidak masalah. Jadi, tidak selamanya orang yang kita periksa itu sudah bersalah,” tuturnya.
Fransiskus menambahkan, untuk melakukan pemeriksaan terhadap ASN yang terindikasi melanggar aturan netralitas sebagai ASN, pihaknya tidak harus terlebih dahulu melaporkan ke Bawaslu.
Namun begitu, sesuai aturan, ia mengatakan, pihaknya wajib memeriksa ulang ASN yang sudah direkomendasikan oleh Bawaslu untuk menjadikan bahan pertimbangan komisi ASN.
“Bawaslu juga kan kalau mau periksa orang tidak lapor ke kita. Jadi, kita juga begitu, hanya kita diminta oleh Komisi Aparatur Sipil Negara untuk periksa lagi yang sudah diperiksa Bawaslu, untuk jadi bahan pertimbangan KASN” tuturnya.
Fransiskus menegaskan, apabila terbukti maka enam ASN dimaksud terancam hukuman disiplin dari sedang hingga berat.
Untuk hukuman berat, tandasnya, itu bisa berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah atau diberhentikan dari jabatan.
“Kalau sampai dia dipemecatan itu lain. Kecuali dia ikut berorasi atau berkampanye. Itu lain, mungkin bisa sampai pemecatan,” tuturnya.
Lebih jauh Fransiskus menegaskan, pihaknya juga sudah menjadwalkan untuk melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah ASN lain yang juga terindikasi terlibat politik praktis.
Penulis: Eman Tabean
Editor: Boni J