Bajawa, Vox NTT-Kepala Bidang Pemberdayaan dan Perlindungan Anak dan Perempuan (P3A) pada BPMDP3A Ngada, Mathilde Paulina Laban menyebutkan, sejak Januari hingga Mei tahun 2019, tercatat telah terjadi 9 kasus kekerasan pada anak di kabupaten itu.
Mathilde mengungkapkan hal tersebut pada rapat yang dipimpin Kepala BPMDP3A Yohanes Watu Ngebu. Rapat ini dihadiri oleh anggota Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A Ngada) di Bajawa, belum lama ini.
Menurut Mathilde, data tindakan kekerasan terhadap anak di Kabupaten Ngada sejak Januari hingga Mei 2019 terjadi di beberapa wilayah kecamatan.
Dirincikan, satu kasus pemerkosaan pada anak terjadi di Sangadeto Kecamatan Golewa, dengan tersangka mendapat putusan hukum 3 tahun penjara.
Satu kasus pemerkosaan anak di Turekisa dan saat ini tengah memasuki proses hukum.
Satu kasus tindakan asusila di Kecamatan Bajawa yang telah diselesaikan dengan sanksi adat.
Satu kasus pemerkosaan anak di Ubedolumolo dan saat ini tengah diproses hukum.
Kasus kekerasan lainnya yang cukup miris, lanjut dia, terjadi di Mataloko-Dolupore Kecamatan Golewa, anak berusia 6 tahun dipaksa melakukan tindakan oral seks. Dan saat ini, pelaku yang juga masih di bawah umur (usia 15 tahun), telah diproses hukum dengan putusan 2 tahun penjara.
Di Radamasa, Kecamatan Golowa Selatan terjadi satu kasus pencabulan pada anak berusia 13 tahun. Kasus kekerasan berikutnya terjadi di Kecamatan Jerebu’u- Watumanu. Selanjutnya, ada dua Kasus penelantaran anak oleh orangtua di Uluwae-Bajawa Utara dan Kelurahan Bajawa.
Mathilde mengatakan, untuk korban pemerkosaan, rata-rata pelakunya adalah orang terdekat, baik tetangga, ayah tiri dan kawan bermain.
Untuk itu, ia mengingatkan kepada para orangtua agar selalu mengontrol pola pergaulan anak dan intens menjaga jarak atau batasan dalam bermain dengan teman maupun kedekatan dengan orang yang lebih tua.
Orangtua dan lingkungan, kata Mathilde,
memiliki tanggung jawab besar untuk menjamin lingkungan yang aman bagi anak.
Terpisah, Kepala BPMDP3A Ngada Yohanes Watu Ngebu mengatakan, kekerasan anak adalah bencana kemanusiaan, mengingat anak adalah pewaris masa depan keluarga dan bangsa.
Menurut dia, pembangunan yang berkualitas tidak hanya terlihat dari fisik, tapi juga moral dan nilai manusia. Untuk menghasilkan generasi berkualitas, bermoral dan bernilai, butuh kerja sama semua pihak, mulai dari aparatur Desa, Kecamatan, hingga tingkat atas.
Desa, kata dia, punya kewajiban memastikan warganya hidup aman dan nyaman tanpa kekerasan, apalagi pada anak. Tidak hanya fokus pada hal fisik.
Yohanes mengatakan, rencana tindak lanjut bersama P2TP2A Ngada dalam hal pencegahan meningkatnya kasus kekerasan anak, BPMDP3A akan segera berkoordinasi dan berjejaring dengan stakeholder lainnya.
Hal itu agar semua pihak dengan berbagai cara, berjibaku mencegah adanya kekerasan anak di Ngada.
Ia berharap agar masyarakat tidak menyepelekan kasus kekerasan anak ini. Karena hal ini bisa menjadi bom waktu yang berbahaya bagi masa depan Kabupaten Ngada.
Penulis: Arkadius Togo
Editor: Ardy Abba