Kupang, Vox NTT-36 Uskup asal Indonesia mengikuti pertemuan ad Limina bersama Paus Fransiskus, Rabu 12 Juni 2019 di Vatikan, Roma.
Markus Solo SVD, Official Desk Islam di Asia dan Pasifik dan Wakil Presiden Yayasan Nostra Aeatate pada Dewan Kepausan untuk Dialog antarumat Beragama di Takhta Suci Vatikan dalam press relleasenya yang diterima VoxNtt.com, Kamis 13 Juni 2019 menjelaskan, kunjungan ad Limina (ad Limina apostolorum) merupakan pertemuan para uskup dari seluruh dunia dengan Paus di Vatikan setiap lima tahun.
Pertemuan itu menurutnya, untuk membahas situasi Gereja paling terakhir. Dalam pertemuan itu juga akan mendiskusikan berbagai tema dan isu menyangkut kehidupan Gereja Katolik di negara asal para Uskup.
“Dalam kaitan dengan ajaran Gereja di bawah Paus yang ada, mencoba mencari penyelesaian berbagai kesulitan di tempat para uskup, dll. Selain bertemu Paus, para uskup juga bertemu dengan kantor-kantor Vatikan yang dipilih oleh para uskup sesuai kebutuhan mereka. ad Limina itu bahasa Latin, artinya terbatas,” tulis Pater Markus Solo SVD
Ia menjelaskan, pengertian lain dari Ad Limina adalah “Menghampiri ambang pintu kedua Rasul agung Petrus dan Paulus” yang menumpahkan darah kemartiran di Kota Abadi, Roma, pada awal-awal abad Masehi.
“Dasar pijakan hukum dari kunjungan ad Limina adalah Hukum Gereja Katolik (Codex Iuris Canonici atau CIC) khususnya Kanon 399 und 400 atau Kanon 208 dari Hukum Kanon Gereja Timur atau Codex Canonum Ecclesiarum Orientalium (CCEO),” ujarnya.
Kunjungan ad Limina terjadi setiap lima tahun sekali. Tetapi tidak ada jaminan 5 tahun sekali, tergantung dari banyak alasan. Ada yang tepat waktu, ada yang terlambat. Lebih cepat hampir tidak pernah terjadi, kecuali ada alasan yang sangat khusus.
Kunjungan ini terjadi per-negara. Setiap negara biasanya memiliki perhimpunan para Uskup Katolik. Indonesia memiliki KWI (Konferensi Waligereja Indonesia). Semua Uskup Katolik dari Sabang sampai Merauke masuk di dalamnya.
Undangan untuk kunjungan Ad Limina adalah undangan untuk semua Uskup, sehingga ada kewajiban moral untuk melaksanakannya, kecuali kalau ada Uskup yang memiliki alasan luar biasa sampai tidak bisa hadir.
“Biasanya yang wajib itu berlaku untuk para Uskup aktif. Yang sudah pensiun tetap terbuka kemungkinan juga untuk ikut, apalagi kalau masih memegang tanggung jawab tertentu, sekalipun sudah emeritus,” imbuhnya.
Dia menegaskan, dunia ini luas dan Gereja Katolik hadir di berbagai Negara. Sering terjadi, para uskup dari dua negara berbeda melakukan lawatan ad Limina pada kurun waktu yang sama di Vatikan. Akan tetapi, program kunjungan mereka tetap berbeda-beda sehingga tidak bertabrakan.
“Saat kunjungan ad Limina Uskup-uskup Indonesia 2019 dengan 36 orang uskupnya berlangsung, para uskup negara Angola, Afrika, dengan 18 uskupnya juga sedang melakukan hal yang sama. Tentunya diatur sedemikian sehigga mereka tidak bertabrakan. Hanya tempat tinggal para uskup dari kedua negara ini sama,” jelasnya.
Kunjungan ad Limina ini, tulis Pater Markus Solo SVD, terbatas karena terjadi dalam waktu hanya 1 minggu saja, alokasi waktu tiap Kantor juga terbatas, maksimal 1 sampai 1 ½ jam. Kantor-kantor yang dipilih juga terbatas, tidak semua Kantor Vatikan dikunjungi.
Dalam satu unsur “terbatas” yang lain adalah bahwa jumlah peserta ad Limina pun tidak bisa tanpa batas. Ada negara yang memiliki banyak uskup oleh karena negaranya luas dan jumlah umat Katolik pun banyak, misalnya USA, Italia, Brasilia, Mexico, Philippina, India. Umumnya para Uskup dari negara-negara di atas ini dibagi dalam dua sampai 3 kelompok dengan jadwal kunjungan berurutan; tidak bisa serentak.
“Indonesia dengan jumlah 36 Uskup kali ini termasuk sebuah jumlah yang sudah di tapal batas, karena tidak semua perkantoran memiliki ruangan pertemuan yang bisa menampung orang lebih dari jumlah ini. Puncak dari rangkaian kunjungan ad Limina tentunya adalah kesempatan tatap muka dengan Paus, di mana Paus bertemu para Uskupnya dalam suasana sangat terbuka, dekat dan sangat persaudaraan. Di dalam kesempatan tatap muka ini, Paus, selain mendapatkan masukan dari para Uskup, juga melayani berbagai pertanyaan, terbuka terhadap segala usul saran. Kadang juga Paus memberikan kesempatan kepada para Uskup, minimal satu kali, untuk merayakan Ekaristi kudus secara bersama-sama,” tutupnya.
Penulis: Ronis Natom
Editor: Boni J