Ruteng, Vox NTT – Ketua Kelompok Tani Sistem Managemen Pertanian Terintegrasi (Simantri) 8 Desa Golo, Kecamatan Cibal, Kabupaten Manggarai Velsianus Geong merespon adanya tudinngan pengelolaan tidak transparan.
Ia mengaku kesal dengan komentar Eduardus Harbu yang diberitakan VoxNtt.com beberapa waktu lalu. Pasalnya, selama ini tidak pernah disampaikan secara langsung oleh warga kepadanya terkait pengelolaan Simantri di Desa Golo.
“Saya merasa janggal sekali, beraninya di media atau jangan- jangan ini ada maksud lain semua,” ujar Velsi kepada VoxNtt.com melalui pesan WhatsApp, Selasa (18/06/2019).
Ia membantah pernyataan Eduardus terkait jumlah anggota kelompok Simantri 8 Desa Golo.
“Jumlah anggota simantri VIII yang terdaftar dalam berita acara pembentukan kelompok itu bukan 38 tetapi 44 orang, saya menilai yang 38 ini mungkin anggota Simantri lain,” ujarnya.
Menurut Velsi, orang yang aktif dalam kegiatan kelompok seperti yang disampaikan itu sebenarnya bukan karena ada hubungan keluarga. Namun karena rutinitas mereka setiap hari.
Dalam kenyataan juga, kata dia, ketua kelompok rutin melaporkan hasil kerja dan hasil penjualan anggota kelompok ke Dinas Pertanian Manggarai melalui PPL.
Velsi kembali menegaskan, bantuan dari Dinas Pertanian Manggarai bukan dalam bentuk uang, melainkan berupa barang. Itu antara lain; bibit , pupuk bokasi dan mulsa .
“Barang ini pada intinya bukan hanya digunakan oleh ketua dan pengurus, melainkan oleh anggota kelompok bahkan orang yang di luar anggota kelompok Simantri kami berikan, prinsip kami petani siap tanam. Tentu anggota yang sudah siap lahan dan mau tanam, bukan dibagi begitu saja, ini sudah menjadi kesepakatan kelompok,” katanya.
Velsi juga menjelaskan, ada beberapa alasan sehingga banyak anggota kelompok Simantri 8 Desa Golo tidak aktif.
Hal itu, kata dia, karena anggota tidak mempunyai waktu untuk mengolah lahan hortikultura dan ada anggota yang tidak memiliki lahan sendiri.
Selain itu, sambung Velsi, anggota kelompok menilai bahwa hortikultura kurang menguntungkan bagi kehidupan ekonomi keluarga.
“Terjadinya miskomunikasi antara ketua dan anggota sehingga menyebabkan tidak adanya kerja sama,” pungkas dia.
Menurut Velsi, Kelompok Simantri 8 tidak mempunyai lahan umum untuk dikerjakan secara bersama oleh anggotanya.
“Hal ini talah disepakati dalam rapat kelompok bahwa kita kerja secara pribadi sesuai dengan kemampuan anggota,” cetusnya.
Kemudian, menurut Velsi terkait efektivitas dana yang dianggarkan oleh pemerintah untuk 44 anggota Simantri, ada 28 orang yang sudah mendapatkan jatah babi dan 10 orang yang dapat jatah sapi. Sehingga dari total 44 orang anggota, ada 6 yang belum mendapat giliran.
“Nanti akan kita usahakan karena sampai saat ini yang belum bergulir ternak adalah sapi,” tambahnya.
Dalam pelaksanaan kegiatan Simantri selama ini, ia mengaku puas. Hal ini, kata dia, karena PPL yang merupakan perpanjangan tangan dari Dinas Pertanian selalu mendampingi mereka selama menjalankan program Simantri.
“Adapun informasi yang lain bahwa program Simantri ini tidak berjalan dengan baik, itu menurut mereka yang tidak terlibat aktif dalam mendukung program tersebut, prinsipnya pemerintah sudah maksimal mendamping kami,” tutupnya.
Sementara itu, Eduardu Harbu membantah ada kepentingan lain terkait komentarnya tentang pengelolaan Simantri 8 Desa Golo.
Menurut dia, selama ini tidak pernah diberikan ruang untuk mendiskusikan terkait pelaksanaan program Simantri 8 Desa Golo.
“Terkait kata hanya berani kepada media, apakah selama ini telah diberikan ruang untuk kita diskusi terkait masalah ini? Kata saya tidak transparan? Siapa sebenarnya yang tidak transparan saya atau beliau (Velsianus Geong),” ungkapnya kepada VoxNtt.com melalu pesan WhatsApp, Selasa (18/06/2019).
Menurut Eduardus, apa yang ia sampaikan di media merupakan tanggapan masyarakat yang perlu dihargai dalam sistem demokrasi demi perbaikan sebuah sistem.
Ia menegaskan, dirinya tidak menyebutkan Velsianus Geong yang tidak trensparan, melainkan istem pengelolaannya.
“Karena kalau bicara sistem pengelola itu mulai dari siapa yang mendanai, siapa yang mengawasi, siapa yang mendampingi dan siapa yang melaksanakan, sasarannya kepada siapa?” tukas Eduardus.
Terkait tanggapan yang menilai tidak transparan, kata dia, itu benar adanya. Hal ini setelah menilai dari beberapa hal.
” Bantuan berupa alat kerja, apa saja bantuannya, dari dinas mana? Berapa jumlahnya? Dipakai untuk apa? Siapa yang berhak memakainya? dan apakah semua anggota kelompok sudah mengetahui?” ujar dia.
Ia juga mempertanyakan apakah ada laporan terkait anggota yang aktif dan tidak aktif. Kemudian, jumlah dan jenis bantuan bibit yang diberikan kepada Kelompok Simantri 8 Desa Golo.
“Kapan anggota kelompok diundang untuk pertemuan tapi tidak hadir? Hari apa, tanggal berapa dan tujuanya apa?” tanya Eduardus.
Eduardus juga turut menanggapi penilaian PPL Pendamping Desa Golo yang mengatakan mental masyarakatnya menjadi faktor banyaknya anggota kelompok keluar atau tidak aktif.
“Tolong dijelaskan mental seperti apa? Siapa masyarakatnya? Namanya siapa? Jangan bicara umum masyarakat saja, saya sebagai masyarakat mengecam keras pernyataan saudara Hubertus (PPL) ini,” tegasnya.
“Kapan saudara Hubertus mengundang anggota kelompok? Terkait anggota yang tidak aktif 34 orang, sebagai PPL apa yang saudara sudah lakukan dalam menangani masalah ini?” tambah dia.
Eduardus berharap agar segera melakukan perbaikan terkait sistem pengelolaan Simantri di Kelompok 8 Desa Golo.
Perbaikan, baik dari tingkat kabupaten dalam hal ini dinas terkait, PPL dan internal kelompok. Hal itu agar bantuan dan program Simantri ini benar-benar tepat sasaran, serta mampu meningkatkan perekonomian masyarakat.
Baca di sini sebelumnya: Pengelolaan Program Simantri di Cibal Dinilai Tidak Transparan
Penulis: Pepy Kurniawan
Editor: Ardy Abba
Baca Juga: Bangun Tahun 2018, Green House Simantri di Cibal Sudah Rusak Parah