Labuan Bajo, Vox NTT-Sekolah-sekolah Katolik di Flores dan Lembata menggelar konferensi di Labuan Bajo, ibukota Manggarai Barat pada 20-23 Juni 2019.
Konferensi ini dihadiri 120 orang peserta, baik dari pihak sekolah, maupun perwakilan dari dinas-dinas pendidikan setiap kabupaten.
Kegiatan ini diadakan oleh Majelis Nasional Pendidikan Katolik (MNPK), bekerja sama dengan Majelis Pendidikan Katolik (MPK) di empat keuskupan yaitu Keuskupan Ruteng, Keuskupan Agung Ende, Keuskupan Maumere dan Keuskupan Larantuka.
Rangkaian acara dibuka pada Kamis malam oleh Uskup Silvester San, Adminisitrator Apostolik Keuskupan Ruteng bersama Bupati Manggarai Barat, Agustinus Ch Dula.
Mengambil tema “Identitas Sekolah-sekolah Katolik Flores-Lembata di Tengah Tantangan Era Industri 4.0,” sekolah-sekolah Katolik ingin merumuskan kembali model kehadirannya di tengah situasi saat ini.
Sejumlah pembicara antara lain Uskup Silvester San, yang menyampaikan keynote speech terkait harapan Gereja terhadap dunia pendidikan; Romo Eduardus Jebarus, yang menjelaskan tentang sejarah pendidikan di Flores; Romo Vinsensius Darmin Mbula OFM, Ketua Presidium MNPK yang mengulas soal tuntutan terhadap sekolah Katolik di era 4.0; dan perwakilan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktur Pembinaan Sekolah Dasar, H. Khamim.
Panitia juga mengundang Don Bosco Selamun, Pemimpin Redaksi Metro TV, yang adalah alumnus Seminari Pius XII Kisol, salah satu sekolah Katolik di MPK Ruteng untuk memberi input terkait situasi dunia pendidikan saat ini.
Pastor Darmin mengatakan, konferensi ini merupakan upaya untuk merespons menurunnya mutu pendidikan di Flores-Lembata, yang salah satunya tercermin dari Indeks Pendidikan Manusia (IPM).
“Selama beberapa tahun terakhir, IPM NTT selalu berada di posisi 32 dari 34 provinsi,” katanya.
Ia mengatakan, acara ini juga merespons pertanyaan menggelitik Menteri Pendidikan Muhadjir Effendi dalam salah satu kesempatan perjumpaan dengannya, “Mengapa justru di kantong-kantong Kristen katolik, termasuk NTT pendidikan kurang berkualitas?”
Hal itu, jelasnya, mendorong MNPK memutuskan untuk duduk bersama demi menemukan sejumlah persoalan dan langkah solusinya, “supaya pertanyaan besar di tingkat nasional bisa terjawab.”
“Harapan kami adalah sekolah-sekolah Katolik sungguh bisa kembali pada identitasnya yaitu sekolah yang beriman, berkualitas dan berbudaya,” katanya.
Ia menambahkan, konferensi ini, yang juga lebih banyak diisi dengan diskusi di antara para peserta, melahirkan sebuah blue print pendidikan Katolik Flores-Lembata yang menjawab tuntutan era saat ini, sambil tetap setia pada nilai-nilai Kekatolikan.
Uskup Silvester mengatakan menyambut dengan gembira konferensi ini dan menyebut ikhtiar untuk tidak boleh berhenti belajar merupakan hal yang perlu terus dihidupi.
Ia menegaskan, dunia terus bergerak maju, mengharuskan insan pendidikan membaharui diri agar tidak ketinggalan.
“Berkaitan dengan sekolah-sekolah Katolik yang dikatakan mengalami degradasi mutu, kita hendaknya tidak mengeluh dan meratapi situasinya. Kita mesti tetap optimis,” katanya.
Ia mengatakan, sekolah-sekolah Katolik memiliki masa-masa yang baik di masa lalu, yang tampak dari output-output-nya, hal yang membuat nama Gereja Katolik juga harum.
Namun seiring berjalannya waktu, katanya, banyak tantangan yang muncul, di mana kemudian banyak sekolah yang ditutup karena kalah bersaing, meski tentu saja masih banyak juga yang tetap bersinar di tengah gempuran globalisasi.
Gereja memiliki harapan besar pada sekolah Katolik karena mampu membebaskan manusia dari kemiskinan dan kebodohan.
“Sekolah-sekolah Katolik adalah rekan dalam mewartakan Kabar Gembira. Kita semua ditantang untuk memajukan sekolah-sekolah Katolik,” kata Uskup Silvester.
“Kita harus menemukan poin dan cara yang jitu untuk menjawab tantangan itu. Pendidikan karakter dan pembekalan SDM harus diupayakan sehingga sekolah kita siap menghadapi perubahan dan revolusi industri 4.0,” tambah Uskup Silvester.
Sementara itu, Bupati Agustinus Ch Dula mengatakan, kehadiran peserta konferensi adalah pertanda adanya persoalan dasar yang ingin dibenah.
“Konferensi ini tentu akan memberikan semangat dan paradigma baru bagi pendidikan untuk daerah kita. Mari kita sama-sama menyadari bahwa hari kemarin dan hari ini adalah penyertaan Tuhan. Cinta tanpa perbuatan adalah mati. Konferensi ini adalah tanda bahwa kita mencintai pendidikan kita dan kita berbuat sesuatu,” katanya.
Ia menambahkan, pada hakikatnya konferensi ini adalah tempat kita berbagi pendapat.
“Maka secara bersama-sama, konferensi ini harus bisa mengkaji masalah-masalah pendidikan Katolik hingga bisa mengembalikan identitas pendidikan Katolik yang sebenarnya,” tegas Bupati Dula.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Irvan K