Ruteng, Vox NTT-Seperti dalam ulasan sebelumnya dalam Ironi di Desa Wae Renca: Aparat Desa Dapat Rumah, Warga Miskin Merintih. Kali ini rintihan itu datang dari Yuliana Tina Sin (35), saudari Kristoforus dan anak semata wayangnya, Fardilius Durman (9).
Tahun 2007, Yuliana menikah dengan Stanislaus Durman. Karena kesulitan mendapatkan pekerjaan di kampungnya, tahun 2012 Stanislaus memilih merantau ke Kalimantan, meninggalkan istri dan anak.
Beberapa tahun di Kalimantan, Stanislaus selalu mengirimkan uang untuk Yuliana dan anaknya. Namun, sejak tahun 2016, sang suami tak lagi mengirimkan uang.
Tidak diketahui apa alasan suaminya tak lagi mengirimkan uang.
Belakangan, Yuliana mendengar kabar, Suaminya sudah berisitri lagi. Walau begitu, ia memilih tetap bertahan untuk tinggal di Kampung Sang Suami di Ncodong, Desa Watu Tango, Kecamatan Reok.
Sejak saat itu kehidupan Yuliana dan buah hati makin susah. Semangat hidupnya seakan hilang.
Sementara di satu sisi, harus berjuang menafkahi anaknya. Ia bekerja banting tulang demi hidupnya dan masa depan sang buah hati.
Penderitaan Tanpa Batas
Setelah mendengar Stanislaus sudah menpuyai anak dari istri barunya. Yuliana akhirnya memilih kembali ke kampung asalnya di Bea Denger.
Tempat tinggal boeh berpindah, namun penderitaan Yuliana tak berubah, hidupnya tetap begitu. Kabahagiaan bagai mimpi buruk baginya bersama anaknya.
Kekuatan Yuliana satu-satunya hanya senyuman anak kesayangannya yang tidak pernah mengeluh dengan keadaan.
Seperti saudaranya, Kristoforus, Yuliana juga tidak memiliki lahan untuk berkebun. Untuk tempat tinggalnya saja Yuliana membeli gubuk milik Kepala Dusun di Kampungnya Rp 800.000,00.
Walau dengan ukuran yang sangat sempit, hanya 3×2 m², Yuliana mengaku sangat bersyukur bisa memiliki tempat tinggal sendiri.
Di tempat yang sempit, beralaskan tanah dan berdinding bambu kropos berlubang itulah Yuliana dan sang buah hati menumpahkan segala doa dan keluh setiap hari.
Bertahun-tahun hidup menderita, namun hinggga kini, mereka belum tersentuh bantuan dari pemerinta. Yuliana makluminya. Sebab, Yuliana masih terdaftar sebagai warga Ncodong, Desa Watu Tango, Kecamatan Reok.
Mimpi Sang Anak Melawan Kemiskinan
Tanpa kehadiran sosok Ayah sejak umur dua tahun, Fardil demikian ia disapa, tak seperti anak semuranya. Ia dilatih berpikir lebih dewasa dari usianya yang masih kecil. Bahkan sejak kelas dua SD, Ia kerap membantu Ibunya mencari uang.
Tak jarang, Fardil meninggalkan sekolah demi menjadi buruh di lahan milik orang lain. Di sana, Ia diupah dengan Rp 20 ribu per hari. Uang itu langsung diserahkan ke Ibunya untuk membeli kebutuhan mereka.
“Mulai kelas dua aku olo ngo kerja one uma data ga, tapi seng situ laku langsung teing agu hi mama kut weli dea. Tapi sampe hoo aku sekolah kin kae mungkin pengaruh mengerti kole le guru. Landing toe setiap hari keta ngo kerja kae, gereng toe keta mnga tuung seng di mama (Mulai kelas dua saya kerja di lahan orang, tapi uang itu saya langsung serahkan ke mama untuk beli beras. Tapi sampai sekarang saya masih sekolah kakak, mungkin karena guru juga mengerti dengan keadaan kami. Tapi tidak setiap hari juga saya kerja kakak, itu tunggu saat mama tidak memiliki uang sama sekali),” ungkap Fadli dengan raut wajah murung.
Fardil mengakui, pernah mendapatkan bantuan dari sekolahnya Rp 155.000,00 saat Ia duduk di angku kelas 2. Namun, hingga kini Ia tidak pernah lagi mendapatkan bantuan di sekolahnya.
Ingin Menjadi Guru
Kini, Fardil kelas 3 di SDI Bea Denger, Kecamatan Cibal Barat. Semngatnya untuk sekolah sangat tinggi, walau sering kali Ia berangkat ke sekolah dengan perut kosong, tanpa sarapan karena beras di rumahnya sudah habis.
Keterbatasan ekonomi keluarganya sama sekali tak menghalangi anak ini untuk bercita-cita tinggi, laiknya anak-anak orang berada. Satu impiannya, kelak, menjadi seorang guru.
Butuh Sentuhan Kasih Pemerintah
Baik Kristoforus sekeluarga maupun Yuliana, kedua keluarga malang ini sejak lama sangat merindukan sentuhan kasih dari pemerintah, baik Desa maupun Kabupaten. Apa daya, keluhan mereka seakan luput dari perhatian pemerintah.
Dari hati kecil mereka, berharap pemerintah bisa membuka mata dan hati untuk melihat dan merasakan penderitaan yang mereka alami tanpa henti.
Keinginan besar mereka adalah bisa mempunyai rumah layak huni. Namun, karena tidak memiliki biaya mereka harus tetap bertahan hidup di rumah yang sempit dan gelap gulita itu.
“Seng kut weli dea kat pait, apalagi keta kut pande mbaru. Bo manga tanah tapi toe mnga seng kut panden mbaru hitu (Uang untuk beli beras saja susah, apalagi untuk membangun rumah. Tanahnya sudah ada tapi tidak punya uang untuk membangun rumah),” ujar Apolonia Imat.
Kades Berkelit
Kepala Desa Wae Renca, Yohanes Sudin mengakui, keluarga Kritofous Samar memang tidak pernah mendapatkan bantuan dari Pemerintah.
Namun Kades Yohanes berkelit, hal itu karena kepala dusun tidak pernah mengusulkan nama mereka sebagai penerima bantuan. Sehingga bantuan dari Pemerintah baik dari Desa maupun Kabupaten tidak pernah mereka dapatkan.
“Mereka memang tidak pernah mendapatkan bantuan, karena selama ini kepala dusun tidak pernah mengusulkan nama mereka (Kristoforus Samar). Karena kalau musyarawah di desa kami hanya mengakomodir usulan dari kepala dusun,” jelasnya saat dikonformasi VoxNtt.com melalui saluran telepon, Selasa (09/07/2019).
Terkait bantuan lampu yang disampaikan oleh anggota BPD, Kades Yohanes mengakui hal itu.
Menurutnya, pemerintah desa medapatkan bantuan lampu di Desa Wae Renca. Karena jumlahnya hanay 52 Unit, sehingga tidak bisa dibagikan kepada seluruh masyarakat Desa.
“Iya betul, ada lima perangkat Desa yang mendapatkan bantuan lampu. Selain itu, ada juga BPD tapi tidak semua. Karena jumlahnya tidak banyak, makanya tidak semua masyarakt mendapatkan bantuan lampu itu,” pungkasnya.
Sebelumnya, menurut Anggota BPD itu, Bantuan lampu yang dibelikan oleh pemerintah desa tidak hanya penerimanya yang tidak tepat sasaran. Namun juga, lampu yang dibagikan tak sesuai dengan spek dan anggaran yang dikeluarkan.
“Lampu yang berukuran besar saja kami belikan dengan harga Rp 2 Juta lebih, tapi bantuan dari Desa ini anggarannya Rp 5 Juta tapi ukurannya justru lebih kecil,” Pungkasnya.
Untuk Yuliana Sin, menurut Kades Yohanes, Ia tidak mendapatkan bantuan lantantaran belum terdaftar sebagai masyarakt Desa Wae Renca. Hal itu sudah dimaklumi oleh Yuliana Sin, sebab dirinya masih berstatus Warga Ncodon, Desa Watu Tango, Kecamatan Reok.
Karena prihatin, Kades Yohanes sudah menyarankan Yuliana agar segera membuat surat pindah penduduk. Supaya Pemerintah Desa Wae Renca bisa memberikan bantuan untuk mereka.
“Saya sebenarnya prihatin dengan dia (Yuliana Sin), tapi dia kan belum terdaftar sebagai warga Desa Wae Renca, karena masih terdapaftar di Desa Watu Tango. Tapi saya sudah sarankan dia, kalau memang sudah tidak mau lagi tinggal di Reo agar sesegera mungkin membuat surat pindah penduduk,” tutupnya.
Penulis: Pepy Kurniawan
Editor: Boni J