Ruteng, Vox NTT – Beberapa tahun terakhir kasus bunuh diri marak terjadi di Kabupaten Manggarai dan Manggarai Timur (Matim), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Selain jumlah kasus yang terus meningkat, motif dan pola dalam setiap kasusnya pun berbeda.
Yayasan Mariamoe Peduli (YMP) Ruteng mencatat telah terjadi 12 kasus sejak tahun 2018 lalu di Kabupaten Manggarai dan Matim.
Puncaknya terjadi pada 6 Juli 2019 lalu, yang mana seorang remaja di Kelurahan Rowang, Kecamatan Langke Rembong, Kabupaten Manggarai nekad gantung diri di pohon depan rumahnya.
Sebelum melakukan aksinya, pemuda itu meninggalkan sepucuk surat untuk keluarganya.
Alex Apri Kulas, pewarta Citra Nusa mengatakan, setiap kejadian
bunuh diri selalu ada kecaman dari masyarakat. Tetapi tak sekalipun ada respon dari pihak Pemerintah maupun Gereja.
“Setiap kasus bunuh diri yang terjadi selalu mendapat kecaman dan sekaligus keprihatinan dari masyarakat. Namun, di satu sisi, belum ada satupun lembaga baik pemerintah maupun gereja yang memberikan atensi terhadap kasus tersebut. Paling tidak, pemerintah Kabupaten Manggarai belum mengeluarkan pernyataan, bagaimana langkahnya agar kasus bunuh diri tidak boleh terjadi terjadi lagi di Manggarai,” cetus Apri pada momentum coffee talk edisi ke dua di kantor YMP bersama para awak media, Sabtu (13/07/2019) siang.
Pemkab Manggarai dilihat dari sikapnya, sambung dia, masih menganggap bunuh diri sebagai hal yang biasa, tidak mengkategorikannya sebagai kasus yang harus ditangani serius.
Sebab itu, ia mengingatkan peran semua pihak khususnya Pemerintah dan Lembaga Agama seperti Gereja untuk melihat ini sebagai kasus yang membutuhkan jalan keluar.
Chief Executive Officer (CEO) YMP, Jefrin Haryanto dalam kesempatan tersebut mengatakan, jumlah kasus bunuh diri yang terus meningkat pada dua kabupaten ini sebenarnya telah diprediksi oleh YMP.
YMP merupakan sebuah lembaga yang berbasis di Ruteng dan konsen pada berbagai kasus, termasuk di antaranya kasus bunuh diri di Kabupaten Manggarai dan Matim.
“Sebenarnya kami telah memprediksi ini sekitar dua tahun lalu. Ini berdasarkan hasil assesment kami pada beberapa remaja yang pernah melakukan konsultasi psikologi dengan para psiklog kami, saat itu kami telah melakukan prediksi bahwa kasus bunuh diri akan cenderung meningkat kalau tidak ada upaya menghentikannya,” kata Jefrin.
Jefrin menegaskan, prediksi YMP tersebut memang berbanding lurus dengan fakta yang terjadi pada beberapa tahun setelahnya.
Korban dalam kasus ini terus berjatuhan. Sayangnya, belum menggugah perhatian semua pihak untuk bersama-sama mencegah agar tidak ada korban lagi.
Menurut dia, bunuh diri harus dilihat sebagai masalah publik, bukan domestik lagi. Sebab itu, publik harus terlibat dalam mengatasi kasus bunuh diri.
Bunuh diri, lanjut dia, adalah perwajahan dari kegagalan pembangunan di banyak sektor.
Dikatakan, media juga harus memiliki tanggung jawab etik untuk memberitakan kejadian bunuh diri dengan secara ketat mematuhi kode etik. Selain itu mematuhi norma pemberitaan bunuh diri.
Selain itu, Pemerintah dan Gereja lokal segera melakukan aksi konkret terkait masalah ini, bukan hanya sekadar berwacana.
Kenali Tanda dan Solusi Pencegahan
Dalam kesempatan itu, salah seorang Psikolog YMP Apolinaria Putri Bilo menjelaskan, beberapa tanda-tanda agar mengenali orang yang hendak bunuh diri.
Selain tanda-tanda, ia juga membeberkan solusi dan aksi nyata yang bisa diterapkan untuk mencegah bunuh diri terjadi.
Dalam presentasinya, Tira demikian ia disapa menjelaskan, tanda-tanda yang bisa dikenali pada orang yang berpotensi akan bunuh diri.
Hal itu bisa juga dilihat melalui gejala psikologi seperti sikap putus asa, kehilangan minat, merasa tidak berharga, menyalahkan diri sendiri, gangguan bipolar, anti sosial, mengucapkan selamat tinggal, selalu berbicara tentang kematian dan depresi berat.
“Banyak gejala yang bisa kita temukan pada orang-orang yang berpotensi bunuh diri seperti sikap putus asa. Biasanya juga mereka kehilangan minat, misalnya minatnya sering berolahraga mendadak hilang ataupun minat lain, serta gejala lain yang biasanya menjadi penanda seseorang berpotensi bunuh diri,” jelas Tira.
Terkait kasus bunuh diri yang belakangan terus meningkat, dia mengingatkan pentingnya melakukan kampanye anti bunuh diri yang menyasar semua elemen dan melibatkan semua pihak.
Kampanye yang dilakukan dengan gencar, sambung dia, akan sangat membantu melakukan tindakan pencegahan.
“Semua pihak harus terlibat kampanye untuk mencegah ada korban lagi, misalnya dibuatkan kampanye sayangi dirimu, sayangi jiwamu. Kampanye ini menyasar semua kelompok seperti orang tua, sekolah, organisasi pemuda maupun LSM,” tambahnya.
Tira juga menyebutkan perlu banyak langkah yang ditempuh agar pencegahan bunuh diri ke depan bisa dilakukan dengan tuntas.
Adapun cara lain yang ia maksud seperti menyiapkan kader anti bunuh diri di sekolah-sekolah, melakukan pelatihan para kader anti bunuh diri dan melakukan banyak kegiatan untuk penyaluran minat dan bakat.
Penulis: Pepy Kurniawan
Editor: Ardy Abba