Labuan Bajo, Vox NTT- Komunitas Putra Putri Labuan Bajo Diaspora Internasional menilai rencana penutupan Pulau Komodo dan relokasi penduduk tradisional di pulau itu merupakan program liar Viktor Bungtilu Laiskodat.
Ketua Putra Putri Labuan Bajo Diaspora, Chelluz Pahun menegaskan rencana Gubernur NTT tidak memiliki dasar studi yang komperehensif atas situasi ekosistem di Pulau Komodo.
“Laiskodat tidak pernah mengungkapkan ke publik alasan yang sangat mendasar melakukan penutupan Pulau Komodo serta melakukan relokasi warga lokal. Selain itu Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) yang selama ini bertanggung jawab atas ekosistem di pulau tersebut belum pernah merilis sebuah ancaman serius yang berdampak pada musnahnya Komodo,” tegas Chelluz dalam rilis yang diterima VoxNtt.com, Jumat (26/07/2019).
Pegiat Ecosoc Rights ini juga mempertanyakan pernyataan Laiskodat yang menyebut perkampungan tradisional di Pulau Komodo adalah liar.
Ia menegaskan berdasarkan peta zonasi Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam nomor SK.12/IV-SET/2012 tanggal 24 Februari 2012 menetapkan 298 hektare adalah zona khusus pemukiman masyarakat tradisional. Ini artinya keberadaan masyarakat tradisonal di wilayah itu jauh sebelum Negara Indonesia berdiri diakui oleh Negara.
“Yang liar itu sesunguhnya adalah pernyataan Gubernur. Menilai sebuah pemukiman yang sudah ada sejak pra-kemerdekaan sebagai pemukiman liar adalah lahir dari cara pikir yang liar, serta tidak pantas diungkapkan oleh kepala daerah yang seharus melindungi dan menghormati keberadaan warganya,” ujarnya.
Putra-Putri Labuan Bajo Diaspora juga mendesak BTNK membuka data, apa yang sesungguhnya terjadi di Pulau Komodo. Apa yang terjadi dengan ekosistem di Pulau Komodo. Kegagalan apa yang terjadi dari kegiatan konservasi oleh BTNK belakangan ini hingga Gubernur Laiskodat ingin mengambil alih melakukan kegiatan konservasi di wilayah itu.
“BTNK yang memiliki otoritas penuh di Taman Nasional Komodo (TNK) harus jujur dan membuka data. Apakah BNTK selama bertahun-tahun mengurus TNK telah gagal, hingga dewi fortuna dalam wujud Laiskodat datang untuk menyelamatkan Pulau Komodo dari kriris ekosistem? BTNK jangan diam dan cuci tangan,” ujarnya.
Chelluz mengatakan, Putra-Putri Labuan Bajo Diaspora pada dasarnya sepakat dengan kegiatan konservasi di Pulau Komodo.
Namun kegiatan konservasi yang akan dilakukan tersebut tidak mengorbankan masayarakat lokal.
“Ini ecofasis namanya jika masyarakat tradisional di tempat itu di usir keluar, padahal upaya konservasi menganut paham antroposentrism, dimana konservasi yang dilakukan membawa manfaat untuk masyarakat lokal,” jelasnya. (VoN)