Borong, Vox NTT-Warga kampung Lemo, Desa Mokel, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur (Matim)-NTT akan menolak pembangunan rabat beton di kampung itu.
Pasalnya, material pasir yang akan digunakan untuk pembangunan itu, tidak memiliki standar kualitas sesuai yang diharapkan oleh masyarakat setempat.
“Kami sebagai masyarakat yang ada di kampung Lemo menolak pembangunan rabat beton tersebut karena kami merasa tidak puas. Pasir yang ada saat ini tidak berkualitas,” ujar Fransiskus Jebarus, Minggu (18/08/2019).
Jebarus mengungkapkan, material pasir yang tengah diangkut saat ini, lebih banyak tanah dibandingkan pasir. Apalagi jelas dia, material itu bersumber dari kali Wae Muku yang berada di Desa Waling dan pasir Nceang yang berada di Desa Golo Lalong, bukan dari Bondo di Desa Watu Mori.
“Pasir ini, sama sekali tidak memiliki kualitas karena kandungan dari pasir ini lebih banyak tanah,” keluhnya.
Diakuinya, keluhan itu sudah pernah disampaikan kepada Badan Permusyarawatan Desa (BPD) dan dusun tetapi tidak direspon.
“Pada tanggal 18 Agustus 2019 kami mengadakan rapat di tengah kampung dan seluruh masyarakat mengajukan protes untuk rabat beton. Kalau pun dicabut kembali, siap menerima,” ujarnya.
Dia pun meminta agar pembangunan rabat beton itu menggunakan pasir Bondo. Hal itu dinilai sangat berkualitas dan tahan lama.
Sementara itu, seorang tokoh muda kampung Lemo, Sirilus Marti meminta agar pembangunan desa harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
“Kalau memang pake pasir Bondo ya pake itu, karena berkualitas. Saya harap, untuk ke depan kinerja betul-betul tepat sasaran,” ujarnya.
Dikonfirmasi terpisah Kepala Desa (Kades) Mokel, Vincentius Ran Riwu, menilai pendropingan material itu berdasarkan pengalaman dari pembangunan sebelumnya. Bahwasannya hasilnya lebih kuat kalau Pasir Bondo dicampur dengan Pasir Nceang.
“Memang begini, pengalaman sebelumnya dia (pasir) harus campur dari Nceang dengan Bondo. Karena kalau pake Bondo sendiri tidak bisa,” ujar Riwu saat dihubungi VoxNtt.com, melalui sambungan telepon, Senin (19/8).
Dia menjelaskan, pekerjaan itu akan dilaksanakan pada bulan Oktober mendatang. Namun, pendropingan material itu dilakukan sekarang berdasarkan kesepakatan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
“Nanti pelaksanaan pekerjaan bukan tanggung jawab saya, karena saya sudah habis masa tugas. Nanti seperti apa pekerjaan itu dikomunikasi langsung dengan sekertaris,” ujarnya.
“Terkait pendropingan material yang skarang itu masih dasar atau pasir uruk, apalagi dana di sana itu belum disalurkan atau proses,” katanya.
“Kalau pasir itu belum 100 persen pendropingannya. Kita kerja 80 meter. Sedangkan untuk beberapa program di kampung itu belum dilakukan karena prosesnya bertahap. Tahun depan bisa dianggarkan,” tambahnya.
Terkait penolakan pekerjaan oleh warga, Riwu menilai tidak beralasan karena pekerjaan itu berdasarkan hasil musrembangdes dan juga melalui APBDes sudah ditandatangani oleh BPD.
“Tidak ada soal sebenarnya, untuk diketahui saya ini kan sudah habis masa waktu, terus ada rencana mau maju lagi. Yang namanya menjelang begini pasti ada saja,” imbuhnya.
Penulis: Sandy Hayon
Editor: Boni J