Kefamenanu, Vox NTT-Penjabat Sekda TTU Fransiskus Tilis akhirnya membeberkan fakta seputar kasus dugaan malpraktik yang terjadi di Rumah Sakit (RS) Leona Kefamenanu.
Kasus dugaan malpraktik tersebut mengakibatkan putra dari Tonci Piut Albertus Moni yang baru berumur 7 hari meninggal dunia.
Baca Juga:
- Terkait Dugaan Malpraktik, Pemkab TTU Segera Panggil Manajemen RS Leona
- Diadukan ke Polisi, RS Leona Kefamenanu Mengaku Siap Kooperatif
- Diduga Lalai Urus Pasien Hingga Meninggal, RS Leona Kefamenanu Dipolisikan
Pius sendiri adalah warga Kelurahan Bansone, Kecamatan Kota Kefamenanu, TTU.
Fransiskus saat ditemui wartawan di ruang kerjanya, Rabu (04/09/2019), mengaku sudah melakukan pertemuan terkait dugaan malpraktik tersebut.
Pertemuan itu dihadiri oleh Direktur RS Leona Kefamenanu dr. Rizki Anugerah Dewati dan dua staffnya, Direktur RSUD TTU dr. Agutina Tanusaputra, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten TTU dr. Nining, serta dr. Putu selaku dokter spesialis anak.
“Jadi pertemuan tadi itu merupakan pertemuan antara tim yang dibentuk oleh Pemda bersama Direktur Rumah Sakit Leona bersama staffnya, yang salah satunya kebetulan dokter yang menangani pasien yang menjadi persoalan, Direktur Rumah Sakit Umum, Dokter Nining selaku ketua IDI dan dokter Putu selaku dokter spesialis anak,” ujarnya.
Fransiskus menjelaskan, dalam pertemuan tersebut pihaknya mendapat penjelasan jika bayi tersebut dilahirkan melalui operasi caesar pada Minggu, 18 Agustus 2019 lalu.
Pasca dilahirkan, jelas Fransiskus, bayi mengalami kekurangan albumin.
Dimana, albumin yang terdapat dalam tubuhnya hanya 2,2, sehingga harus dilakukan penanganan intensif.
“Dokter yang menangani itu (pasien bayi) kebetulan dia dokter umum, bagaimana sehingga bayi itu bisa ditangani maka mereka lakukan konsultasi ke dokter ahli anak dari Rumah Sakit Leona yang berada di Kupang, dia (dokter yang menangani) diberi petunjuk dan kemudian dia melakukan beberapa tindakan medis terhadap anak itu,” tuturnya.
Fransiskus menambahkan, pasien sempat dirawat inap hingga akhirnya diperbolehkan kembali ke rumah pada Rabu, 21 Agustus 2019.
Setelah sampai di rumah, jelasnya, ternyata bayi rewel. Hal itu lantaran mengalami pembengkakan pada tangan dan juga demam tinggi.
Mengetahui itu, orangtua bayi kembali membawanya ke RS Leona pada Jumat 23 Agustus 2019.
Namun sayangnya saat tiba di RS Leona, ternyata dokter yang menangani bayi tersebut sedang mengikuti kegiatan di lantai atas di RS swasta tersebut, sehingga tidak bisa ditangani.
“Dokter yang menangani bayi itu kebetulan saat itu lagi sementara mengikuti kegiatan berkaitan dengan kesehatan di Rumah Sakit Leona situ, tapi karena belum ada waktu jedah untuk mereka istirahat, dari rumah sakit Leona sempat sarankan untuk dokter lain yang tangani tapi dari orangtua tidak mau dan maunya dokter yang waktu awal menangani, tapi karena menunggu terlalu lama, akhirnya mereka kembali dan mereka langsung ke Rumah Sakit umum,” jelasnya.
Fransiskus menuturkan, pasien mulai mendapatkan penanganan intensif dari dokter spesialis anak di RSUD TTU pada Sabtu 24 Agustus 2019.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, jelasnya, diketahui terdapat infeksi pada luka yang merupakan bekas suntikan jarum infus.
“Mereka (dokter di RSUD TTU) berupaya merawat dan memberikan pelayanan medis kepada anak itu dan itu semua atas persetujuan orangtuanya, tapi yah kemudian Tuhan berkehendak lain dan kemudian tanggal 25 Agustus anak itu meninggal dunia,” tuturnya.
Lebih jauh Fransiskus menuturkan, dokter yang menangani bayi itu diketahui bukan merupakan dokter pemerintah. Sehingga pihaknya tidak bisa melakukan tindakan selanjutnya.
Namun ia menegaskan, kasus tersebut mengakibatkan adanya korban jiwa. Sebab itu, pihaknya melimpahkan penanganannya ke pihak kepolisian.
“Untuk penanganan kasus ini baik itu pidana maupun perdata kita limpahkan sepenuhnya ke pihak kepolisian,” tegasnya.
Penulis: Eman Tabean
Editor: Ardy Abba