Editorial, Vox NTT-Clarita Mawarni Salem, darah asal Timor Tengah Utara, Propinsi NTT, resmi dinobatkan menjadi Putri Pariwisata Indonesia 2019 pada Jumat 06 September 2019 lalu di Jakarta.
Mawar, demikian disapa, menjadi perempuan pertama asal NTT yang berhasil meraih mahkota juara dalam ajang kecantikan tersebut.
Perjuangannya hingga menggapai puncak mimpi, patut diacungkan jempol. Ia bukan anak pejabat atau orang berpengaruh di NTT.
Ayahnya hanya seorang wiraswasta, sementara bundanya hanyalah ibu rumah tangga biasa.
Kefamenanu, TTU, tempat ia dibesarkan merupakan sebuah kota kecil di pelosok timur Indonesia. Daerah ini berbatasan langsung dengan negara tetangga, Republik Demokratik Timor Leste.
TTU merupakan salah satu gudang buruh migran di NTT. Banyak anak-anak muda asal daerah ini yang memilih meninggalkan tanah kelahirannya untuk merantau ke Kalimantan, Papua dan Malaysia.
“Ada sekitar 4 ribu orang warga TTU yang jadi TKI ilegal, kebanyakan itu ada di Jawa, Kalimantan, Papua, dan Malaysia,” ujar Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi kabupaten TTU, Bernardinus Totnay saat ditemui VoxNtt.com di ruang kerjanya, Kamis (29/11/2018) lalu.
Faktor ekonomi merupakan alasan utama migrasi penduduk ke luar daerah. Kekurangan lapangan pekerjaan membuat kebanyakan usia produktif asal daerah ini terpaksa mencari rejeki di tanah rantau.
Itulah sekilas potret TTU, tempat di mana Mawar Salem dibesarkan.
Meski demikian, gadis kelahiran Perawang, 13 Desember 2001 ini punya mimpi besar. Ia bahkan berani bermimpi apa yang mustahil bagi remaja seusianya.
Baginya merawat mimpi ibarat menanam bunga. Jika tiap pagi dan sore Anda menyiramnya, niscaya bunga itu akan tumbuh subur hingga mekar melahirkan harum semerbak.
Prinsip itulah yang selalu membuatnya kuat dalam menghadapi segala tantangan hidup.
Mawar bahkan tak segan mencurahkan isi hatinya kepada VoxNtt.com saat ditanya seputar perjuangannya mencapai juara PPI 2019.
“Banyak sekali tantangannya kak. Yang paling berat itu saat di tingkat Provinsi NTT. Waktu itu, papa saya masih down secara ekonomi. Sejujurnya, kami dalam keadaan tidak ada uang kak. Papa juga waktu itu tidak mau mendukung saya. Selama lomba, saya berusaha untuk dapat uang sendiri dengan meminta bantuan teman dan keluarga. Uang itu saya pakai untuk mencari pakaian yang murah supaya saya sewa” kisahnya.
Mawar tentu tidak sendiri dalam hal ini. Ribuan anak-anak NTT yang berada di pelosok-pelosok desa pasti pernah mengalami hal yang sama.
Cerita tentang banyaknya anak yang putus sekolah akibat masalah ekonomi sudah menjadi nostalgia klasik di NTT.
BACA JUGA: Anas Undik, Janda yang Bertahan Hidup di Tengah Gempuran Kemiskinan
Justru prestasi Mawar dapat menjadi inspirasi yang dapat membangkitkan semangat anak-anak NTT untuk terus berjuang meski ditempa berbagai kesulitan hidup.
Akhir-akhir jagat maya di NTT ramai menyoalkan seputar keterpilihannya menjadi Putri Pariwisata Indonesia 2019.
Ia bahkan harus menerima bullying dari netizen lantaran ‘keliru’ menyebut Danau Tiga Warna berada di Labuan Bajo.
Secara fisik, danau tiga warna Kelimutu memang berada di Ende, namun Mawar tak sepenuhnya salah karena kawasan danau tersebut berada di bawah naungan Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo, Manggarai Barat.
Selain itu, pernyataan yang viral di malam puncak pentas kecantikan tersebut bukanlah menjadi salah satu penentu keterpilihan Mawar.
“Malam puncak hanya sebagian skor nilai akhir untuk akumulasi nilai dari awal hingga malam puncak,” ungkap Balkis Soraya Tanof, Juri Putri Pariwisata NTT 2019.
Terlepas dari berbagai polemik yang beredar, ada satu hal yang membuat Mawar malah menunjukan sikap terpuji. Ia bersedia meminta maaf kepada publik NTT dan mengakui kekeliruannya.
Ia bisa saja berdalih bahwa kawasan TN Kelimutu memang berada di bawah naungan BOP Labuan Bajo.
Namun di tengah keriuhan media sosial yang makin ganas, ia memilih jalan lain yakni meminta maaf.
Memafkan baginya, tidak hanya mengakui ‘kekeliruan’ tetapi juga untuk tujuan yang lebih besar yakni berdamai.
BACA JUGA: Perjuangan Mawar Salem dari Ketiadaan Uang, Tidak Didukung, hingga Kekeliruan Kecil
Ia tak ingin keterpilihannya membawa keresahan sosial apalagi saling membenci, melainkan untuk terus membawa NTT semakin harum di mata Nasional dan internasional.
“Saya juga mohon pengertiannya untuk tetap mendukung saya. Mari kita saling membangun jangan saling menjatuhkan gara-gara secuil kesalahan saya. Saya mohon dukungannya. Butuh perjuangan yang besar, air mata dan tetesan untuk sampai di titik ini. Apalagi saya juga anak daerah sama seperti teman-teman saya di NTT. Jadi sekali lagi tolong jangan buat saya jatuh, saya mau jadi putri pariwisata karena niat yang besar untuk mendorong kemajuan NTT,” tuturnya.
Perjuangan dan niat Mawar memang tak selicin yang dipikirkan. Di hari bahagia saat dirinya terpilih menjadi PPI 2019, ia malah ditempa polemik.
Tentu ini menjadi pengalaman yang sangat berharga bagi dia untuk terus mengasa kemampuan diri menjadi lebih baik.
Di usia yang baru 18 tahun, ia dilatih untuk mengolah kritikan dan hujatan menjadi cambuk yang dapat mengantarnya ke titik puncak.
Ia juga dilatih untuk sadar bahwa menjadi seorang publik figur tak selamanya disanjung bagai ratu dengah mahkota kecantikan. Ia harus belajar menghargai perbedaan pendapat yang ada di benak masing-masing orang.
Cerita tentang Mawar tentu belum sampai di sini. Ibarat ratu, mahkota bukanlah akhir dari perjuangan. Yang lebih penting dari itu adalah bagaimana ia bisa menggunakan mahkota Putri Pariwisata itu untuk kemajuan Indonesia dan NTT khususnya.
Jangan biarkan “mawar” kita layu sebelum mahkotanya mekar semerbak.
Mawar memang selalu berduri, namun duri adalah pertahanan ketika banyak pemangsa yang senang memakan bunga. Maju terus Mawar, tunjukan bahwa kamu bisa!
Penulis: Irvan K