Ruteng, Vox NTT – Sengketa tanah antara Pemerintah Desa Compang Cibal, Kecamatan Cibal Barat, Kabupaten Manggarai dengan keluarga Antonius Adar (Alm) hingga kini sudah memasuki babak baru.
Tanah tersebut yakni kompleks Kantor Desa Compang Cibal.
Pada Kamis, 25 September 2019, Pemerintah Desa Compang Cibal telah mengeluarkan surat pemberitahuan kepada Yohanes Titik, dkk (Anak Alm. Antonius Adar) untuk tidak lagi melakukan aktivitas di lokasi tersebut.
Selain itu Pemerintah Desa juga memerintahkan Yohanes Titik untuk segera membongkar atau memindahkan rumah yang berada di kompleks Kantor Desa Compang Cibal.
“Kami sampaikan supaya rumah milik saudara (Yohanes Titik) yang berada di atas tanah kompleks Kantor Desa Compang Cibal untuk segera dibongkar/dipindahkan paling lambat tanggal 29 September 2019,” tulis dalam surat pemberitahuan yang ditandatangani oleh Penjabat Kepala Desa Compang Cibal Fransiskus Odi.
Dalam surat dituliskan bahwa hal tersebut setelah Pemerintah Desa telah mengantongi sertifikat tanah bernomor: 00011 tanggal 20/09/2019 yang berlokasi di Lingko Peher Beo Kampung Cibal.
Dikatakan, yang memiliki hak atas tanah tersebut adalah Pemerintah Desa Compang Cibal.
Cucu dari Almarhum Antonius Adar, Basilius Aman mengaku tidak terima dengan isi surat tersebut.
Sebab, menurut Basilius tanah tersebut masih berstatus sengketa dan belum pernah dilakukan gelar perkara.
Ia menilai hal tersebut merupakan bentuk arogansi pemerintah terhadap keluarganya.
“Tanah ini kan masih bersengketa dan belum ada keputusan siapa yang menang. Jadi kami bingung kok ada sertifikat. Bukankah seharusnya tanah yang sedang bersengketa itu tidak bisa dibuatkan sertifikat. Jadi saya pikir ini bentuk kezaliman pemerintah kepada kami,” tegas Basilius kepada VoxNtt.com melalui pesan WhatsApp, Jumat (27/09/2019).
“Selama ini masalah tanah ini hanya berkutat di kecamatan saja. Tidak sampai ke kabupaten apalagi sampai di pengadilan. Kalau saya pribadi jangan pergi dari tanah itu. Karena kalau kami pergi, berarti sama saja kami menyerah,” tegasnya.
Basilius membenarkan bahwa tanah tersebut diserahkan kepada pemerintah desa pada tahun 1983 dan 1986.
Hal itu dibuktikan dengan adanya surat penyerahan tanah pada tanggal 03 Agustus 1986 yang diketahui oleh Pemerintah Kecamatan Cibal, Fidelis Tasman.
Namun Basilius menilai surat penyerahan ini janggal karena tidak ada nama keluarganya sebagai pihak yang menyerahkan tanah tersebut.
Hal itu lantaran penyerahan tanah tersebut bukan dilakukan oleh kakeknya (Alm. Antonius Adar) atau ahli warisnya, tetapi atas nama Simon Mbout sebagai pihak pertama.
Kejanggalan lain kata dia, jabatan Simon Mbout dalam surat itu sebagai tu’a teno lingko (tua adat yang berhak membagi tanah), tetapi sebenarya dia sebagai tu’a golo (tua adat yang bertanggung jawab atas masyarakat di sebuah kampung).
Sebab, dalam surat penyerahan lanjut dia Simon Mbout menjadi pihak pertama dan menjabat sebagai “tu’a teno lingko” dan bertindak atas nama rakyat Kampung Cibal.
Sedangkan pihak kedua, tidak ada nama orangnya atau dikosongkan. Namun jabatannya sebagai Bupati Manggarai dan tidak ada tanda tangan.
Sementara saksi-saksi dalam surat tersebut juga kata Basilius, tidak ada masyarakat Compang Cibal, hanya aparat desa.
“Sebagai saksi dalam surat penyerahan itu, Daniel Piur dan Yohanes Monggus. Mereka adalah orang yang memiliki jabatan di desa saat itu. Tanah itu bukan lingko, tetapi tanah tobok yang pembagiannya tidak menggunakan sistem lodok,” katanya.
Sementara itu, Camat Cibal Barat Karolus Mance menyatakan, surat pemberitahuan itu bukan tanpa dasar.
Menurut dia, berdasarkan bukti-bukti yang ada di Pemerintah Desa, dalam hal ini zamannya Pemerintah Desa yang lama.
Berdasarkan bukti itu Pemerintah Desa mengajukan permohonan untuk sertifikasi di badan pertanahan. Lalu, badan pertanahan juga kata Karolus, tidak serta-merta menerbitkan sertifikat.
Dikatakan, pihak terkait telah melakukan mediasi dan dihadiri oleh semua pemangku kepentingan yang mengetahui persis sejarah atau hak atas tanah itu.
Lalu menurut Camat Karolus, saat mediasi juga menghadirkan para pihak dalam hal ini keluarga Almarhum Antonius Adar.
Saat mediasi itu, kata dia, banyak tokoh-tokoh atau para pihak yang hadir pada saat itu memperkuat bukti-bukti yang ada di pemerintah desa.
Namun, keluaga Almarhum Antonius Adar pada saat itu berkeberatan dengan keputusan saat mediasi.
“Tapi tidak ada alasan yang kuat, berkaitan dengan keterangan dari saksi, bukti pembayaran pajak, badan pertanahan juga telah menelusuri sertifikasi lokasi yang berada di sekitar tanah sengketa tersebut,” ungkapnya kepada VoxNtt.com Sabtu (28/09/2019).
“Semua sertifikat yang ada dan diterbitkan jauh sebelum persoalan tanah tersebut, semua keterangan di situ batas dengan tanah desa. Namun mereka saat itu tidak mau bertandatangan,” tambahnya lagi.
Camat Karolus menambahkan, sesuai dengan regulasi yang dimiliki oleh badan pertanahan, akan diberikan kesempatan kepada pihak yang tidak menerima keputusan saat mediasi untuk mengajukan keberatan ke pengadilan.
“Bahkan kalau mengikuti regulasi yang ada, waktu yang diberikan cuma satu bulan. Tapi ada kebijaksanaan sehingga diberikan kesempatan selama tiga bulan,” katanya.
Setelah tiga bulan, kata dia, badan pertanahan menyampaikan surat resmi ke pengadilan guna menanyakan apakah ada gugatan perdata yang sudah terdaftar terkait sengketa tanah di kompleks Kantor Desa Compang Cibal.
“Lalu tiga bulan kemudian, itu memang tidak ada dan keluarlah surat dari pengadilan yang mengatakan bahwa tidak ada pengaduan secara perdata berkaitan dengan tanah di Compang Cibal itu,” ujarnya.
Karena perintah regulasi kata Camat Karolus, badan pertanahan kemudian menerbitkan sertifikat.
“Sertifikat itu kemarin sudah diserahkan ke Pemerintah Desa. Saya juga sudah sampaikan kepada Penjabat Kepala Desa untuk buat surat pemberitahuan kepada mereka (Keluarga Alm. Antonius Adar) bahwa tanah tersebut sudah disertifikasi atas nama Pemerintah Desa Compang Cibal dan meminta untuk secara sukarela meninggalkan lokasi tersebut,” tutupnya.
Penulis: Pepy Kurniawan
Editor: Ardy Abba