Kupang, Vox NTT – Puluhan mahasiswa di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang tergabung dalam Komunitas Ngopi Milenial Kupang menggelar aksi 1000 lilin di depan Markas Polda NTT, Sabtu (28/09/2019).
Aksi itu merupakan bagian dari rasa solidaritas terhadap dua mahasiswa di Kendari dan satu orang di Tanjung Priok yang diduga menjadi korban represivitas oknum Polisi saat melakukan demonstrasi.
Ketiga orang itu teridentifikasi bernama Randy (mahasiswa Universitas Halu Oleo), Muhamad Yusuf Kardawi (mahasiswa Universitas Halu Oleo), dan Bagus Putra Mahendra (pelajar SMK Al Jihad Tanjung Priok).
1000 lilin dinyalakan di atas trotoar di Jalan Jenderal Soeharto Nomor 20 Naikoten 1 Kota Kupang. Tampak juga pamflet dengan tulisan-tulisan ungkapan rasa solidaritas, serta karangan bunga mawar.
Para mahasiswa itu, mengenakan pakaian dominan warna hitam sebagai simbol kedukaan. Mereka juga membacakan puisi-puisi, menyanyikan lagu-lagu yang bertema perjuangan, serta menyampaikan orasi kebangsaan.
Koordinator Umum (koordum), Ngopi Milenial Kupang, Zainudin Umar mengatakan, aksi ini sebagai bentuk rasa belasungkawa atas meninggalnya rekan seperjuangan di Kendari dan Tanjung Priok.
“Kami mengecam tindakan represif yang dilakukan oleh oknum Polisi terhadap mahasiswa yang melakukan demonstrasi hingga menyebabkan kematian, luka ringan, dan luka berat,” kata Zainudin.
Hal senada juga diungkapkan, Elfridus Rivani Leirua Sebleku Dalam orasinya, mengucapkan rasa turut berduka cita terhadap meninggalnya Randy, Yusuf, dan Bagus Putra Mahendra.
Ia juga menyesalkan atas tindakan represif yang dilakukan oleh oknum Polisi terhadap mahasiswa yang menyampaikan aspirasi soal UU KPK dan RUU KHUP di berbagai Kota di Indonesia.
“Saya berharap, Kapolri Tito Karnavina segera mengambil langkah tegas dengan melakukan investigasi untuk mengetahui oknum Polisi yang tidak bertanggung jawab agar diproses sesuai hukum yang berlaku,” tegasnya.
Namun, tegas Elfridus, dengan meninggalnya ketiga rekan itu tidak akan menyurutkan semangat untuk terus berjuang membela kebenaran dan menegakkan keadilan.
Usai membacakan puisi-puisi perjuangan dan testimoni kebangsaan, mereka berdoa bersama serta mendaraskan Sumpah Mahasiswa Indonesia. Setelah itu, mereka membubarkan diri secara tertib.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Ardy Abba