Kupang, Vox NTT – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Yohanes Rumat meminta pemerintah bertanggung jawab atas penyerangan antar warga di perbatasan wilayah Kabupaten Manggarai Timur (Matim) dan Ngada.
Ia berharap agar Pemerintah Kabupaten Matim dan Ngada, serta Provinsi NTT dapat bertanggung jawab secara hukum atas kasus yang terjadi saat ini.
“Andaikan diduga kejadian serang menyerang atau pembunuhan ini terjadi akibat sengketa perbatasan wilayah Kabupaten Manggarai Timur dan kabupaten Ngada,” kata Rumat kepada VoxNtt.com di Kupang, Senin (21/10/2019) siang.
Tetapi, lanjut dia, jika kasus pembunuhan dan penyerangan yang terjadi saat ini karena perebutan lahan pribadi, maka hal tersebut sifatnya sengketa perorangan.
“Oleh karena saya juga belum mendapatkan informasi penyebab pembunuhan yang sebenarnya,” tutur politisi PKB itu.
Anggota DPRD NTT dua periode itu menegaskan, jika benar sengketa perbatasan maka sebagai anggota dewan ia berharap para Bupati dan Gubernur harus dan wajib kembali kepada sejarah yang telah diatur para pendahulu.
“Mempertahankan pilar-pilar awal yang sudah disepakati oleh masyarakat, tokoh-tokoh kedua kabupaten, serta Gubernur pendahulu dan jangan lupa secara sosiologis para pendahulu sudah urun rembuk sangat bijaksana,” jelasnya.
“Jadi kalau akirnya ada para elit baru yang mengampangkan secara administrasi dan diatur dalam waktu yang sesingkat-singkatnya maka bisa saja indikasi pembunuhan yang terjadi saat ini diduga akibat dari cara yang cacat,” sambung Rumat.
Kalau sengketa ini berjalan terus tegas dia, maka kekeliruan ada di Kementerian Dalam Negeri yang membiarkan situasi masyarakat menjadi kacau.
“Demikian juga lemerintahan kabupaten dan Provinsi NTT seakan-akan mereka yang paling bertanggung jawab,” tegasnya.
Padahal kata dia, dalam ketentuan peraturan perundang-undangan setelah daerah otonomi baru dibentuk maka batas wilayah juga minimal 5 tahun. Setelah jadi daerah otonom maka batas wilayah juga harus sudah jelas.
“Sayang yang terjadi di Matim dan Ngada terkesan ada pembiaran oleh Kementerian Dalam Negeri,” ujarnya.
Sehingga sebagai anggota DPRD NTT, Rumat menganggap apa yang terjadi saat ini adalah cacat prosedur karena ketidaktegasan Kementerian Dalam Negeri untuk menghargai proses sejarah.
“Bukti fisik pilar yang sudah ada sebelumnya, surat-surat kesempakatan yang telah dibuat pendahulu,” tutup Rumat.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Ardy Abba