Kupang, Vox NTT-Selama ini, wisatawan cenderung mengenal Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan Pulau Komodo dan Kelimutunya di Flores serta Pulau Sumba yang tak kalah eksotik dan kian tenar.
Padahal, surga wisata NTT tidak hanya berada di dua tempat itu saja. Di Timor juga menyimpan banyak harta karun. Salah satu yang kini lagi santer adalah Kawasan Konservasi Alam Menipo di Desa Enoaren, Amarasi Timur, Kabupaten Kupang.
Tak heran, jika belum lama ini, Provinsi NTT dinobatkan situs perjalanan Lonely Planet sebagai destinasi terbaik di dunia. Karena itu para wisatawan dianjurkan berwisata ke NTT.
Hal itu karena NTT mempunyai keindahan alam dan atraksi budaya yang tidak dapat dimiliki daerah lain di Indonesia, bahkan di dunia.
Demikian diungkapkan Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat dalam sambutannya pada Puncak Festival Menipo yang diselenggarakan Direktorat Jenderal (Ditjen) Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI bersama BBKSDA NTT, di Lippo Plaza Kupang, Kamis (14/11/2019).
Ditegaskan Laiskodat, Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT saat ini sedang merancang kawasan wisata di NTT menjadi destinasi kelas premium.
Jenis destinasi ini kata dia, hanya dapat dijangkau oleh wisatawan kaya. Karena itu tegas Viktor, wisatawan yang akan datang harus wisatawan kaya. Yang miskin dilarang ke NTT.
“Oleh karena itu wisatawan yang miskin jangan datang berwisata ke NTT, karena memang sudah dirancang untuk wisatawan yang berduit,” tegas Viktor.
Setahun Membuka Isolasi Menipo menuju “Surga” Wisata di Timor
Keunikan NTT dengan keindahan alam dan budayanya membuat kawasan wisata di NTT mahal.
“Oleh karena itu wisatawan yang datang harus kaya, kalau tidak berduit dan datang masih tawar-tawar suruh dia ke daerah lain saja,” ujarnya.
“Tolong mereka dikirim ke Jakarta, Bali, atau Lombok sajalah,” tambah Viktor.
Terkait hal itu, Laiskodat mengaku, sudah menyampaikan ke Presiden Jokowi. “Saya sampaikan ke Presiden bahwa kalau wisatawan miskin datang, kami di NTT itu banyak sekali yang miskin. Jadi, kami bosan. Kalau bisa datang yang kaya-raya saja, yang berduit saja, kami bosan lihat yang miskin-miskin,” tegasnya.
Karena itu Ia menegaskan bahwa NTT memang kecil, tetapi indah. Karena keindahannya, maka mahal dan sulit dicari. Karena kecil, maka harus dijaga bersama dan dikembangkan secara bersama-sama sehingga menjadi besar.
Menipo Mendatangkan Kesejahteraan
Sementara Tenaga Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Pramu Riwanto mengatakan, kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Menipo dapat meningkatkan kesejateraan masyarakat lingkar kawasan melalui pengembangan ekonomi, jika mampu dikelolah dengan baik.
Keyakinan Riwanto karena pola pengelolaan pariwisata di Menipo melibatkan tiga pilar sebagaimana dijelaskan Kepala BBKSDA, Timbul Batubara dalam pertemuan dengan wartawan, Rabu (13/11/2019).
Ditjen KSDAE Gelar Festival Menipo di Kupang
“Saat ini pengembangan TWA ini melibatkan tiga pilar antara lain tokoh agama, adat dan pemerintah. Kita berharap agar, pengembangan TWA ini nantinya bisa meningkatkan kehidupan ekonomi masyarakat yang ada di kawasan TWA itu,” kata Riwanto.
Riwanto menilai, puncak Festival Menipo yang dilakukan di Kota Kupang merupakan even pesta rakyat yang strategis untuk meningkatkan sinergitas pemerintah pusat, daerah, pemangku adat, tokoh agama serta tokoh-tokoh masyarakat.
Dia juga mengatakan, pengembangan TWA Menipo melalui pengolahan ekowisata berbasis tiga pilar, adat, agama dan pemerintah (desa) ini perlu mendapat apresiasi dan dukungan untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar dan kelestarian TWA Menipo.
Untuk diketahui, Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) NTT sedang menjajaki destinasi wisata tersebut untuk dijual sebagai bagian dari paket wisata di Pulau Timor.
Kawasan TWA Menipo juga merupakan miniatur ekosistem yang ada di Pulau Timor yang meliputi ekosistem hutan, mangrove, padang savana dengan pohon lontar, pantai pendaratan penyu, habitat buaya muara dan hutan tropika kering.
Satwa langka yang hidup di TWA itu antara lain kakatua jambul kuning, rusa timor, penyu hijau dan beberapa satwa langka lainnya.
Untuk bisa sampai di lokasi itu, menggunakan jalur darat dengan menempuh perjalanan sekitar tiga jam dari Kota Kupang.
Penulis: Boni J