Kupang, Vox NTT-Wacana pemilihan presiden kembali dipilih oleh MPR RI, mendapat respon dari Ketua Fraksi Partai Demokrat di MPR, DR. Benny K Harman, SH.
Menurut Benny, Indonesia sudah sering kali melakukan pergantian sistem sejak Republik ini didirikan, mulai dari sistem parlementer, demokrasi terpimpin hingga demokrasi langsung. Lanjut Benny, pergantian sistem tanpa diikuti pembenahan dan mitigasi hanya akan membuang energi bangsa.
“Mitigasinya yang harus kita siapkan, bukan dengan kembali ke sistem yang lama. Betul ada pembelahan (masyarakat), benar itu fakta, tapi itu bukan alasan untuk kembali ke zaman lama. Zaman kuno itu,” kata Benny seperti dilansir dari Kompas.com di Seminyak, Bali, Sabtu (16/11/2019).
Meski demikian, eks ketua Komisi III DPR RI ini mengakui, penyelenggaraan pemilihan presiden (Pilpres) secara langsung dapat memecah belah masyarakat. Namun, hal itu bukan menjadi alasan bahwa mekanisme pemilihan presiden kembali diubah ke cara yang lama.
Benny menegaskan, jika wacana itu terjadi, partainya paling pertama yang akan menolak.
Sementara terkait wacana amandemen UUD 1945 soal penghidupan kembali Garis Besar Haluan Negara (GBHN), fraksi Demokrat menilai wacana tersebut belum mendesak dan tidak punya dasar argumentasi yang kuat.
“Apa ada political reasoningnya? Di era reformasi, negara kita juga punya GBHN dengan nama yang berbeda. Rencana Pembangunan Jangka Panjang, Menengah, dan Pendek. Ada UU-nya. Sangat lengkap,” tulis Ketua Fraksi Demokrat di MPR, Benny K Harman, dalam rilis yang diterima VoxNtt.com, Rabu (9/10/2019) lalu.
Karena UU yang mengatur rencana pembangunan tersebut sudah lengkap, maka yang perlu direvisi lanjut Benny, ialah UU yang dimaksud.
“Kalau UU ini dipandang belum lengkap, out of date dan tidak responsif lagi dengan kondisi sekarang, kita revisi UUnya agar menjadi lengkap dan lebih responsif. Jangan ganggu konstitusinya,” sebutnya.
Selain itu, lanjut Benny, kalau mau menggantikan nomenklaturnya cukup diubah nama UUnya menjadi UU Tentang GBHN. Penggantian nomenklatur ini juga harus mengikuti prosedur legislasi yang diatur dalam UU tentang Pembentukan Per-UU-an.
Karena itu, fraksi Demokrat menilai rencana amandemen UUD 1945 tidak punya dasar argumentasi yang kuat. Sebaliknya Benny menyebut, masalah kenegaraan yang muncul selama ini lebih karena implementasi konstitusi yang lemah.
“Berbagai masalah kenegaraan yang muncul selama ini menurut kami tidak bersumber pada konstitusi, bukan karena substansi konstitusi yang tidak lengkap, tapi karena pelaksanaannya yang so weak!” tegasnya.
Penulusuran VoxNtt.com, UU yang mengatur tentang rencana pembangunan jangka panjang, menengah dan pendek tersebut memang sudah ada.
UU dimaksud adalah UU No 25 tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Pasal 4 menyebutkan:
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam bentuk visi, misi, dan arah pembangunan Nasional.
Sementara Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Nasional, yang memuat strategi pembangunan Nasional, kebijakan umum, program Kementerian/Lembaga dan lintas Kementerian/Lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. (VoN)