Borong, Vox NTT-Proyek peningkatan jalan lingkar luar Kota Borong, di Kelurahan Kota Ndora, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur (Matim) terancam gagal.
Proyek yang menghabiskan dana Rp 3.017.082.000, bersumber Dana Alokasi Umum (DAU) itu, selain menggusur ekosistem mangrove, juga merusak lahan milik warga.
Pantauan VoxNtt.com, Selasa (26/11/2019) pagi, pemilik lahan sudah memagari tanah yang dilalui proyek tersebut dengan kayu dan bambu.
Tanah yang dipagar itu berukuran sekitar 108 meter × 15 meter.
Selain dipagar, tampak sebuah baliho berukuran 25 cm×25 cm, bertuliskan “Dilarang Aktfitas di Atas Tanah Ini. Tanah Ini Milik H. Muhammad H. Umar BA. Sertifikat No:256”
Saat ditemui VoxNtt.com, Rabu (26/11/2019) pagi, Siti Hawa (62) ahli waris sekaligus pemilik lahan bersertifikat, menjelaskan pemagaran itu dilakukan lantaran tidak ada bukti penyerahan lahan secara resmi.
Bahkan kata dia, ahli waris hanya mengikuti satu kali sosialisasi untuk pembukaan jalan tersebut, tanggal 7 Agustus 2019 lalu.
“Saya sebagai ahli waris menunggu untuk buat penyerahan tapi tidak ada kabar, terus nama paket peningkatan jalan kok kenapa lewatnya ke tanah kami yang tidak ada jalan sama sekali,” katanya.
Siti juga mengaku sudah membuat pengaduan ke Polsek Borong pada 28 September 2019 lalu, namun belum ada respon.
“Tanggal 29 Oktober kami dan BPN melakukan rekon (pengukuran kembali) ternyata masuk ke tanah saya. Tanggal 30 Oktober, kami ke Polsek Borong, buat laporan resmi penyerobotan dan pengerusakan mangrove, kelapa dan tanah yang digusur. Sekarang sudah di Polsek Borong yang tangani. Makanya kami pagar,” paparnya.
Menanggapi hal itu Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Manggarai Timur Yosep Marto enggan berkomentar banyak.
“Langsung tanya pa Lurah dan Camat serta tokoh masyarakat,” ujar Kadis Marto kepada VoxNtt.com pagi melalui pesan WhatsApp, Rabu (27/11/2019).
VoxNtt.com juga menanyakan, terkait langkah yang akan diambil PUPR sebagai perencana, apabila proyek yang menghabiskan dana miliaran rupiah itu gagal.
Lagi-lagi, kadis Marto juga enggan berkomentar banyak.
“Terserah masyarakat pa,” katanya singkat.
Untuk diketahui, Kamis, 21 November lalu di ruang sidang utama DPRD Matim dipenuhi massa aksi yang tergabung dalam Front Rakyat Manggarai Timur Bergerak. Salah satu poin tuntutan mereka ialah mempertanyakan proyek yang sedang dikerjakan oleh CV Chavi Mitra itu.
Massa aksi menilai, pembabatan mangrove dengan berbagai alasan jelas melanggar perundang-undangan yaitu UU Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan.
Dalam UU ini diatur larangan penebangan pohon di wilayah 130 kali jarak pasang laut terendah dan laut tertinggi.
Kemudian, ada juga UU Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Massa aksi juga mengatakan, fungsi UKL dan UPL adalah untuk meminimalisasi kerusakan lingkungan. Tetapi kemudian dalam pelaksanaannya justru membenarkan adanya penebangan mangrove.
Penulis: Sandy Hayon
Editor: Ardy Abba