Kupang, Vox NTT – Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Kupang meminta Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk mengusut tuntas kasus dugaan korupsi dalam proyek jembatan titian, restoran apung, kolam apung, pusat kuliner, serta fasilitas lainnya di Pulau Siput Awololong Lembata.
Ketua Presidium PMKRI Cabang Kupang Adrianus Oswin Goleng mengatakan, kasus ini telah ditangani oleh Polda NTT sebagaimana dijelaskan oleh Koordinator Umum Amppera Kupang, Emanuel Boli.
“Bahwasanya, kasus ini telah ditangani oleh Polda NTT sebagaimana dijelaskan oleh Koordinator Umum Amppera Kupang, Emanuel Boli,” kata Goleng saat berdiskusi dengan Amppera Kupang di Marga PMKRI Kupang, Kamis (28/11/2019) dini hari.
Goleng mendesak agar penyidik Tipikor Polda NTT harus profesional, transparan, tanpa ada intervensi dari pihak manapun.
Hal ini demi menjaga marwah dan wibawa sebagai aparat penegak hukum.
“PMKRI Kupang telah mengantongi sejumlah data otentik dan kajian hukum kronologis indikasi korupsi proyek Awololong di Lembata sebagai landasan kuat PMKRI untuk mengawal jalannya proses penyelidikan yang dilakukan oleh Tipidikor Polda NTT,” ujar Goleng.
Menurutnya, dari telaahan data kasus Awololong, anggaran sebesar Rp 6. 892.900.000 itu telah cair 85%. Sedangkan fisik pekerjaan masih 0%.
Ironisnya, lanjut dia, masa kontrak kerja mestinya berakhir 30 Desember 2018. Namun realisasi anggaran tidak sesuai progress dengan pekerjaan fisik. Kemudian, telah berlakukan addendum I dan II, sementara pekerjaan fisik masih 0%.
“Bahkan telah PHK 15 November 2019 lalu,” tegasnya.
Mantan Presidium Gerakan Masyarakat (Germas) PMKRI Kupang periode 2017/2018 itu menegaskan, ada indikasi perbuatan melawan hukum dalam Pasal 2 dan 3 UU Tindak Pidana Korupsi dalam pelaksanaan proyek tersebut.
“Adapun bunyi Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor, “(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun,” jelasnya.
Ia juga menyesalkan dengan lemahnya perhatian aparat penegak hukum Polres dan Kejaksaan di Kabupaten Lembata terhadap kasus Awololong.
“Ini menunjukkan preseden buruk terhadap penegakan hukum di negeri 1001 paus itu,” tegas Golengg.
PMKRI Kupang kata dia, menduga ada perselingkuhan ‘binal’ antara Pemerintah Daerah Lembata, DPRD, dan aparat penegak hukum, sehingga Awololong belum tersentuh hukum.
“Sehingga, PMKRI Kupang juga mendesak Kapolri dan Kajagung untuk mereformasi internal Polres dan Kejaksaan di Lembata demi terwujudnya asas kepastian hukum yang seadil-adilnya di Kabupaten Lembata,” katanya.
Rencananya ujar Goleng, PMKRI Kupang dan elemen pemuda mahasiswa Lembata di Kupang akan terus melakukan cross check perkembangan penanganan indikasi tindak pidana korupsi dalam proyek Awololong oleh Tipikor Polda NTT.
“Apabila lamban proses hukum terhadap kasus Awololong, PMKRI Cabang Kupang akan melibatkan seluruh elemen mahasiswa (Cipayung Kota Kupang, BEM/BLM PT, dan Organda) untuk melakukan gerakan akbar Polda NTT,” tutup Goleng.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Ardy Abba