Kupang, Vox NTT-Ketua Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Winston Neil Rondo mengatakan, politik anggaran pro terhadap Sumber Daya Manusia (SDM) masih sangat rendah.
Menurut Winston, APBD Provinsi NTT tahun 2020 hanya 3,08 persen untuk peningkatan SDM.
“Ini jumlah sangat kecil dan membuat usaha-usaha untuk melakukan perubahan-perubahan nyata peningkatan kesejehtraan guru, kehadiran sarana-prasarana, peningkatan kompetensi guru menjadi sulit. Sulit untuk dibiayai,” ujar Winston kepada wartawan usai kegiatan diskusi akhir tahun “Evaluasi 2019 dan Proyeksi Pembangunan Pendidikan NTT Tahun 2020” yang diselenggarakan oleh BMPS NTT, Selasa (17/12/2019).
Menurutnya, ada banyak dari persepsi kebijakan revolusioner yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan Nadiem Makarim terkait merdeka belajar dan guru penggerak.
“Itu banyak implikasi untuk kita di NTT. Nah, pertanyaan kita bahwa sanggupkah kita untuk melakukan penyeseuain terhadap kebijakan – kebijakan pusat?. Karena sebagian besar pusatnya di guru sebagai penggerak dan murid sebagai subyek manusia yang punya berpikir. Dan itu ada hubungannya bagaimana mempersiapkan guru-guru kita. Peningkatan kompetensi, Bimtek, latihan, supaya bisa menjadi guru penggerak dan sistem merdeka belajar tadi,” tandasnya.
Ia mengatakan, kebijakan Pemerintah Provinsi NTT masih berwajah infrastruktur. Misalnya membangun jalan, jembatan, gedung-gedung. Kebijakan belum sungguh-sungguh mengapresiasi dan memberi investasi bagi pembagunan manusia.
Winston menegaskan, pendidikan adalah investasi. Kalau tidak melakukan itu, berarti tidak pernah sanggup untuk membangun masa depan SDM NTT.
“Sebagaimana amanat bapak Presiden Jokowi. SDM Unggul Indonesia Maju. Dinas pendidkan sendiri saya lihat punya kemajuan, punya data, punya informasi yang semakin maju. Dia tahu apa persoalan yang sedang dihadapi,” kata mantan Anggota DPRD NTT itu.
Jika politik anggaran tidak cukup memadai, kata dia, maka akan kesulitan juga untuk mengatasi persoalan.
“Sehingga sebagai BMPS dengan belajar catatan-catatan baik positif maupun kritik tajam yang terkait dengan pengalaman-pengalaman pendidkan kita selama kebijikan pemerintah tahun 2019,” ucapnya.
Oleh karena itu, Winston meminta pemerintah agar harus mengambil langkah-langkah jitu untuk memastikan investasi pembangunan SDM lewat pendidikan yang lebih baik dari tahun 2019.
Syaratnya menurut dia, pertama harus punya kos anggaran yang lebih besar. Kedua, memastikan bahwa kebijakan itu adil, baik itu sekolah negeri maupun swasta. Ketiga, investasi paling besar memang harus ditujukan bagi guru. Guru sebagai penggerak masa depan anak-anak dan murid sebagai subyek manusia berpikir.
“Begaimana menciptakan lingkungan yang menyenangkan dalam kelas,” tukas mantan Ketua Komisi V DPRD NTT itu.
Winston pun memberikan catatan 12 poin sepanjang tahun 2019.
Pertama, mencatat dengan tinta emas alokasi 50 Miliar dari APBD NTT untuk insentif transportasi bagi guru honor dan yayasan. Termasuk pembiayaan ‘kesra’ untuk guru negeri.
Kedua, bersukacita karena Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) online 2019 berlangsung lancar dan sukses, tanpa demonstrasi orangtua dan siswa, serta sistem zonasi dikawal ketat.
Ketiga, alokasi APBD untuk neraca pendidikan naik cukup signifikan.
Keempat, pelibatan sekolah swasta (BMPS) dalam pengambilan kebijakan pendidikan makin intensif.
Kelima, untuk pertama kalinya NTT sudah miliki grand desaign pembangunan Pendidikan dan Kebudayaan NTT 2020-2030.
Keenam, masih cukup sulit bagi guru swasta untuk mendapatkan NUPTK.
Ketujuh, masih belum seimbang alokasi bantuan sarana dan prasarana (sarpras) untuk sekolah swasta, baik dari pos APBN maupun APBD
Kedelapan, masih ada beragam masalah terkait tunjangan sertifikasi dan non sertifikasi
Kesembilan, realisasi dana bantuan operasional sekolah (BOS) sering terlambat dan berdampak terhadap pembelajaran sekolah. Akuntabilitas dana BOS juga masih sangat rendah.
Kesepuluh, masih ada kontroversi terkait pungutan sumbangan komite yang memberatkan orangtua siswa.
Kesebelas, guru sekolah swasta masih kesulitan mendapatkan akses untuk Bimtek dan pelatihan kompetensi guru.
Keduabelas, mutu pendidikan NTT konsisten nomor 30, selalu berjalan di tempat, hilang dalam derap perubahan.
Sementara harapan dan proyeksi pendidikan tahun 2020 tambah Winston, yakni,
Pertama, perjuangan kesejahteraan guru swasta dan negeri setara dalam APBD 2020 (insentif, transportasi, dan lain-lain)
Kedua, pastikan semua guru honor komite dan yayasan yang memenuhi syarat mendapatkan insentif transportasi.
Ketiga, mendukung DPRD dan Gubernur NTT agar memperjuangkan urusan guru menjadi urusan pemerintah pusat. Gaji semua guru dibayar dari APBN.
Keempat, semua guru honor dan yayasan NTT menjadi guru P3K yang dibiayai APBN.
Kelima, perkuat sistem PPDB dan kampanye sekolah berstandar pendidikan nasional (bukan sekolah murah dan favorit).
Keenam, perjuangkan beasiswa untuk siswa sekolah swasta.
Ketujuh, mendesak Gubernur NTT agar membuat kebijakan yang melindungi sekolah swasta dengan 2 kebijakan kunci yakni: tidak menarik guru negeri dari sekolah swasta dan mendukung penempatan guru negeri atau ASN di sekolah swasta.
Kedelapan, memberi kemudahan NUPTK untuk guru sekolah swasta.
Kesembilan, urusan dana komite sudah menjadi persoalan publik yang serius. Karena itu, harus segera diatur, ditertibkan, diawasi dan diaudit. Kemudian, mendesak untuk segera dikaji dan diterbitkan Pergub tentang pengelolaan dan pengawasan dana komite.
Kesepuluh, mendukung penuh gagasan Dinas Pendidikan untuk rekruitmen dan pembinaan Kepsek sebagai manager pendidikan di sekolah.
Kesebelas, mendukung literasi Bahasa Inggris jadi literasi utama di sekolah-sekolah swasta dan negeri (training, mentoring dengan jejaring mitra Bahasa Inggris).
Keduabelas, prioritas 2020 adalah meningkatkan alokasi anggaran untuk Bimtek/pelatihan dan pembinaan kompentensi, baik guru negeri maupun swasta.
Ketigabelas, mendukung gagasan Menteri Nadiem agar 4 prinsip Merdeka Belajar diterapkan sepenuhnya dengan alokasi anggaran prioritas dari APBD NTT dan kabupaten/kota pada 2020.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Ardy Abba