Kupang, Vox NTT – Petrus Tansius Dedi, salah satu guru honorer di Unit kerja Satuan Lembaga Pendidikan Muder Teresa Oebufu, Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nadiem Makarim untuk mengubah semua sistem birokrasi dan kebijakan.
“Harapan saya tertumpuh kepada Menteri Nadiem yang dipercaya oleh Presiden Republik Indonesia sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia,” ucap Petrus saat dihubungi VoxNtt.com, Kamis (02/01/2020) sore.
Sebagai guru honorer yang mengabdi di lembaga pendidikan, ia menanti secercah harapan.
Baca: Catatan Akhir Tahun: Nasib Guru di NTT antara Untung dan Buntung
Harapan itu terutama ingin menjadi PNS atau ASN lewat sebuah pengabdian yang sudah lebih dari 5 atau 10 tahun.
“Jangankan PNS atau ASN, bagi rekan kami yang sudah di atas 15 atau 20 tahun, pupus sudah harapan itu,” tuturnya.
Menurut Petrus, pemerintah tidak pernah memberikan kebijaksanaan misalnya, salah satu syarat menjadi PNS atau ASN yakni lewat pertimbangan pengabdian para guru.
“Dan mungkin tidak pernah memikirkan nasib honorer untuk sejahtera (dengan di beri upah sesuai UMR) misalkan,” tandasnya.
Ia menegaskan, beberapa kali ganti Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tetap saja nasib honorer seperti ini.
“Guru dan tenaga kependidikan honorer selama ini yang penghasilannya antara Rp 200.000 sampai Rp 750.000, bahkan ada yang di bawah itu, dari dana BOS pusat yang bersumber dari APBN ini jelas jauh dari kelayakan,” aku Petrus.
“Jangan sampai guru hanya dituntut soal pemenuhan syarat administrasi, tetapi kesejahteraannya diabaikan,” tambahnya.
Atas keprihatinan tersebut, Petrus pun meminta kepada pemerintah agar guru dan tenaga kependidikan honorer lebih diperhatikan beberapa hal di antaranya,
Pertama, diberikan pengakuan atau legalitas sebagai guru tetap. Kedua, diberikan kesejahteraan yang layak. Ketiga, diberikan jaminan kesehatan dan tunjangan profesi.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Ardy Abba