Kupang, Vox NTT-Fransiskus Skera, politisi-intelektual sekaligus tokoh masyarakat NTT menilai kemiskinan sulit dihapus dari NTT jika mengabaikan sektor pertanian.
“Kalau kita mengabaikan pertanian dalam arti luas, kemiskinan sulit dihapuskan dari NTT” kata tambah Frans Skera, saat mengikuti Diskusi bertema Kemiskinan dan Pola Pengembangan Lahan Kering NTT di Aula DPD Propinsi NTT, Kota Kupang, Selasa (07/01/2020).
Menurut dia, dalil yang disampaikannya tersebut didukung oleh fakta historis NTT. Ia mengungkapkan Gubernur Eltari selama masa kepemimpinannya pernah mengekspor sapi ke Hongkong dan Singapura.
Fakta lain ialah orang NTT banyak yang mengenyam pendidikan dari hasil pertanian, Selain itu pada zaman Gubernur Ben Mboi NTT pernah mengalami surplus pangan khususnya jagung.
“Walaupun belum marketabel, tapi ini fakta bahwa kita pernah surplus pangan,” ungkap mantan anggota DPR RI ini.
Fakta-fakta ini, demikian Frans, merupakan bukti bahwa NTT bisa hidup dari pertanian. Namun sayangnya, Frans mengakui saat ini petani NTT banyak yang sudah tua. Sementara anak-anak muda banyak yang lari cari kerja ke luar negeri.
Selain itu, pertanian NTT juga kurang mendapat perhatian yang serius dari pemerintah sehingga banyak lahan tidur dan tidak produktif.
Untuk itu, para petani perlu didukung oleh teknologi pertanian modern agar dapat mempertahankan produktivitas pada masa yang akan datang.
Salah satu dukungan teknologi pemerintah daerah yang perlu diapresiasi saat ini, lanjut Frans, adalah program Bupati Malaka, Stef Bria Seran.
Lewat, program Revolusi Pertanian Malaka (RPM), Frans menilai program tersebut sangat tepat untuk membantu para petani karena menggemburkan tanah dan membuka lahan baru secara gratis dengan traktor.
“Kalau bupati Stef bisa, kenapa yang lain tidak?” katanya.
Menurut dia, program RPM yang selama 4 tahun terkahir berlangsung di Malaka perlu diikuti pemerintah daerah lain di NTT. Program ini katanya, merupakan bentuk dukungan pemerintah agar menuntaskan masalah tanah di NTT terkenal dengan keras dan berbatu.
“Selama ini pertanian NTT mundur, mandeg dan memelas. Intevensi pemerintah sangat dibutuhkan untuk membantu petani. Jangan malu-malu tiru itu bupati Malaka” katanya.
Berbicara NTT, lanjut Frans, tidak terlepas dari masalah kemiskinan yang telah lama menjadi masalah serius di daerah ini. Saat ini tingkat kemiskinan di NTT mencapai 21.09 persen per tahun 2019, jauh di atas tingkat kemiskinan nasional yang hanya mencapai 9 persen.
Jika berbicara kemiskinan, maka tidak bisa dilepaskan dari persoalan para petani yang merupakan mayoritas penduduk NTT. Para petani juga menyumbang angka kemiskinan yang paling tinggi khusus petani lahan kering di desa-desa.
Dengan adanya otonomi daerah, lanjut Frans, maka tugas untuk mengeluarkan petani dari jerat kemiskinan menjadi tanggung jawab utama para bupati di NTT.
“Coba kita lihat selama era reformasi. Berapa banyak bupati di NTT yang omong tentang pertanian? Mereka lebih banyak sibuk bangun infrastruktur jalan dan jembatan. Jadi pertanian diabaikan karena sistem politik kita yang belum beres,” ungkapnya.
Ia juga menyentil program unggulan Gubernur NTT, Viktor Laiskodat yang menjadi pariwisata sebagai prime mover pembangunan NTT.
Menurutnya paradigma ini perlu dievaluasi lagi supaya tidak menganaktirikan sector pertanian. Karena itu ia mengusulkan agar pengembangan pembangunan NTT ke depan harus dalam konsep agrowisata. (VoN)