Labuan Bajo, Vox NTT- Ketua Himpunan Pemuda Mahasiswa Manggarai Barat-Jakarta, Yosef Sampurna Nggarang meminta Kementerian Pariwisata RI segera mengevaluasi Direksi Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo, Flores (BOP-LBF).
Dalam rilis yang diterima VoxNtt.com, Rabu (15/01/2020), Yos menjelaskan BOP-LBF sebagai ‘bayi’ yang baru merangkak. Sekarang berumur satu tahun tentu dia sudah bisa jalan. Kelak BOP-LBF terus tumbuh dan bisa lari mengejar saudara tuanya yakni Pulau Bali.
Apalagi asupan ‘bayi’ ini sejak dilantik Direksi per 15 Januari 2019 lalu, Kemenpar sudah menganggarkan 10 Miliar rupiah pada tahun 2019 dan 115 Miliar untuk tahun 2020.
Yos mengungkapkan, angka ini dalam rinciannya antara lain, anggaran bidang pemasaran, industri /kelembagaan (UMKM), destinasi, anggaran gaji lima direksi (Direktur Utama, Direktur Pemasaran, Direktur industri/Lembaga, Direktur Keuangan, Direktur Destinasi), dan juga beberapa Kepala Divisi, Staf dan Operasional.
Menurut dia, anggaran tersebut memang masih kecil nilainya untuk sebuah badan yang dilahirkan langsung oleh Presiden Joko Widodo.
Kendati demikian, Yos menyatakan niat dari Presiden Jokowi mesti dilihat. Apalagi, BOP-LBF langsung dibuat Perpres dengan nomor 32 tahun 2018. Dasar Perpres ini adalah Labuan Bajo dan Flores yang di dalamnya terdapat 11 kabupaten, tentu saja sah untuk membentuk sebuah badan otorita pariwisata.
Badan ini dibentuk tentu saja untuk mengelola pariwisata. Pariwisata yang kelak menjadi industri pariwisata.
“Mengapa industri pariwisata? Karena industri inilah yang sangat menjajikan ke depannya,” tukas Yos.
Yos menjelaskan, di dalam industri pariwisata kurang lebih menghasilkan beberapa lapangan kerja. Ada bisnis penerbangan (tiket), tenaga kerja porter di Bandara, bisnis rental mobil/ojek motor, bisnis rumah makan mulai dari kelas warung tegal (Warteg) sampai kelas restoran, bisnis penginapan mulai dari kelas home stay sampai hotel berbintang lima, resort, sektor jasa keuangan/perbankan (orang bangun rumah, hotel hampir pasti kredit di bank), transportasi laut (bisnis kapal, ABK, chef dan guide), sektor yang besar adalah UMKM.
“Jadi inilah komponen lapangan kerja dari industri pariwisata,” tandas pria asal Mabar yang berdomisili di Jakarta itu.
Ia menambahkan, selama ini negara Indonesia bergatung pada komoditi yang harganya sudah jatuh. Sebut saja misalnya, oil, pam oil, batu bara dan gas.
Atas kondisi itu, menurut Yos saat ini ketergantungan ada pada industri pariwisata. Kata dia, sebenarnya tidak hanya Indonesia, negara-negara lain yang raja minyak seperti, Brunei Darussalam, desain investasinya juga beralih ke sektor pariwisata. Negara Qatar yang raja gas juga melirik investasi di sektor pariwisata seperti real estate atau hotel.
Baca Juga: Kombinasi Pariwisata dan Pertanian di Mabar Harus Dijalankan
Di mata Yos, sektor pariwisata memang sangat menjanjikan dan sedikit kurang risiko bila terjadi krisis. Nilai investasi dalam sektor ini juga tidak terlalu besar dan boleh dibilang terjangkau dibandingkan investasi dalam sektor lain.
“Lalu apa yang menjamin bahwa ke depannya industri pariwisata ini banyak menghasilkan pundi-pundi pendapatan?” tanya dia.
Bagi dia, pariwisata bisa berjalan kalau tidak ada masalah. Titik beratnya, kata Yos, ada pada kepemimpinan sebagai pembuat kebijakan.
“Kalau kepemimpinannya tidak punya visi atau katakanlah punya visi, namun tidak punya strategi dan salah menentukan personel untuk menjalankan visi- strategi yang diletakkan tadi, maka industri pariwisata itu akan berjalan di tempat,” imbuh Sekjen Pergerakan Kedalautan Rakyat (PKR) itu.
Yos kembali mengingatkan, pariwisata sebagai industri nomor satu adalah visi Presiden Jokowi.
Dalam konteks pariwisata Labuan Bajo-Flores, bukan main-main Presiden Jokowi juga sudah dua kali melakukan kunjungan kerja ke kota Flores bagian barat itu.
“Dan, mungkin akan datang lagi dalam agenda peletakan batu pertama dermaga peti kemas bulan Januari 2020 ini. Sungguh ini perhatian yang sangat luar biasa demi mewujudkan visi tadi,” sambung dia.
Direksi BOP-LBF Mesti Dievaluasi
Dari dasar penjelasannya tersebut, Yos kembali meminta agar Direksi BOP-LBF segera dievaluasi.
Selain minta dievaluasi, ia juga mempertanyakan pencapaian kerja Direksi BOP-LBF yang sudah memasuki usia satu tahun pasca dilantik pada 15 Januari 2019
“Muncul pertanyaan, apa yang sudah dilakukan oleh Direksi BOP-LBJ Flores ini? Apa rencana kerja, apa target dari perencanaan dan apa saja pencapaiannya? Sejauh ini publik hanya mendengar BOP LBJ-Flores berbicara terkait wisata halal yang kemudian mendapat penolakan di masyarakat, sosialisasi analisis dampak lingkungan (AMDAL) terkait lahan 400 hektare,” tanya Yos.
Ia menjelaskan, dalam wacana wisata halal tersebut memicu kegaduhan dan kontroversi. Dirut BOP-LBF Shana Fatima, kata dia, dinonaktif beberapa bulan atau ditarik ke Kemenpar.
“Ditarik ke Kemempar hanya untuk menjaga suasana yang sudah gaduh di Labuan Bajo, Shana sebenarnya tetap beraktivitas di pusat sambil memperhatikan ‘suasana’ di Labuan Bajo,” imbuhnya.
Yang terbaru, lanjut dia, sosialisasi AMDAL terkait lahan 400 hektare. Yos mempertanyakan alasan mengapa sosialasi AMDAL begitu cepat tanpa diterangkan terlebih dahulu apa master plan dari Direksi BOP, khususnya Direktur Destinasi BOP-LBF.
Baca Juga: DPRD Tidak Diundang dalam Konsultasi Publik Lahan 400 Hektare BOPLBF
Yos menegaskan, sosialisasi tanpa menjelaskan apa master plan-nya adalah sebuah lompatan yang tidak saja keliru, tetapi juga ceroboh.
“Publik memahami, yang namanya sosialisasi AMDAL berarti ada obyek pembangunan, apa yang mau dibangun, di mana lokasi yang mau dibangun? Tentu itu semua harus matang dalam kajian, baru disosialisasikan untuk mendengar masukan dari para stakeholder,” terang dia.
Baca Juga: Formapp Desak BOP Buka Dokumen AMDAL Lahan 400 Hektare
“Terkait pertanyaan soal master plan di atas, Direktur Destinasi BOP-LBF Herybertus GL Nabit menjelaskan, belum memiliki master plan terpadu. Bahwa saat ini master plan itu sedang disusun di bawah koordinasi Bappenas,” jelas Yos meniru penjelasan Hery Nabit di salah satu media online.
Yos pun berharap penjelasan Hery Nabit tersebut jujur, bahwa belum memiliki master plan pariwisata terpadu dan sedang disusun di bawah koordinasi Bappenas.
“Hanya publik juga punya pertanyaan, kok lama dan belum memiliki master plan terpadu? Mudah-mudahan bukan karena ada “hitungan kepentingan” dari para Direksi dan orang di pusat soal lahan 400 ha ini? Semoga tidak!” pungkasnya.
Yos juga berharap dalam satu tahun ini, BOP-LBF menghasilkan satu kajian terkait pembangunan pariwisata di Labuan Bajo dan Flores. Atau satu dari sekian Direksi BOP-LBF bisa menghasilkan suatu kinerja semisal bagian Industri /UMKM.
UMKM apa di Labuan Bajo dan Flores yang selama ini didampingi atau diberi pelatihan oleh BOP. Lalu mau ditempatkan atau dipasarkan di mana UMKM yang sudah dilatih itu.
“Juga publik berharap persoalan sampah yang ‘menganggu’ dan mencoreng Labuan Bajo sebagai daerah pariwisata dan sudah menjadi masalah bertahun-tahun, BOP dan Pemda bisa mengatasinya?” tanya dia kembali.
Pertanyaan tersebut, kata Yos, tentu saja sangat berkaitan erat dengan megahnya bangunan Marina dan hotel di puncak Waringin, disusul bangunan megah lainnya nanti. Bangunan yang megah itu tentu nanti juga menghasilkan sampah.
Yos menambahkan, BOP-LBF juga mestinya sudah punya plan atau rencana, UMKM lokal apa yang mau dipasarkan di bangunan itu? Jangan sampai bangunan megah itu diisi oleh pemodal-pemodal besar.
Kalau demikian jadinya, maka publik pesimistis dengan para Direksi BOP-LBF ini.
Jadi, suara protes meminta Presiden Jokowi agar mencopot Direktur Utama BOP-LBF Shana Fatima tahun lalu oleh kelompok masyarakat di Labuan Bajo maupun warga diaspora harus dilihat kembali.
Perlu dipertimbangkan dan mendengar suara publik untuk menjamin bahwa BOP- LBF bukan sekadar hanya nama, tetapi nyata membawa perubahan.
Apa Capaian BOP-LBF?
Menurut Yos, sejauh ini publik belum mendengar bahwa ada produk dari BOP-LBF untuk menjadi role model pariwisata di Labuan Bajo dan Flores.
Yang terdengar di publik justru narasi dari sang Direktur Utama soal wisata halal, terkait lahan 400 hektare dan mendatangkan artis Hollywod Leonardo Dicaprio.
Narasi itu untuk mewujudkan agenda pariwsata Labuan Bajo dan Flores sebagai kelas wisata super premium. Meskipun para Direksi belum menjelaskan secara singkat dan sederhana ke publik terkait “pembaptisan” pariwisata Labuan Bajo sebagai kelas super premium.
Yos menegaskan, para Direksi harus respon atas banyak pertanyaan terkait lahan 400 hektare untuk apa. Dan, dalam label Labuan Bajo sebagai pariwisata super premium, apakah lahan seluas itu mau dijadikan pariwisata super premium semua?
“Sejauh ini belum ada penjelasan dan publik masih terus menunggu,” kata Yos.
Dalam menunggu jawaban itu, baru-baru ini publik dikejutkan dengan mundurnya dua Direksi BOP-LBF yakni, Jarot Trisunu (Direktur Industri Pariwisata/Kelembagaan), Sutanto Werry (Direktur Pemasaran Pariwisata).
“Soal mundur dua Direksi ini, juga belum jelas apa alasannya? Saya pun berusaha mencari tahu, dari sumber yang saya dapat yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan, bahwa sudah lama mereka mau mundur dengan beberapa alasan: bahwa belum ada master plan terpadu padahal sudah satu tahun, soal lain karena manajemen BOP ‘terkesan’ sporadis. Penjelasannya, kalau manajemen bagus, yang pasti master plan sudah selesai, tentu para Direksi sudah bekerja dengan master plan yang sudah ada,” jelas Yos.
Sebab itu, Yos kembali berujar apakah BOP-LBF ke depannya berjalan sesuai dengan harapan publik, bahwa badan ini menjadi role model pembangunan pariwisata? Tentu tidak terwujud harapan itu, kalau manajemen atau Direksi BOP seperti sekarang ini.
Ia pun meminta agar Kementerian Pariwisata jangan sampai tidak melihat ada masalah dalam manajemen BOP- LBF.
Mundurnya dua Direksi BOP-LBF adalah sebuah masalah, yang berkaitan dengan manajemen. Juga keluhan dari awak media lokal yang terkesan sang Dirut BOP menjaga jarak dengan para wartawan. Begitu juga hubungan kelompok LSM dan masyarakat yang kritis, apakah ada jarak juga.
Yos menyatakan, sekarang waktu yang tepat Menteri Pariwisata dan Menko Maritim untuk mengevaluasi manajemen Direksi BOP-LBF. Evaluasi itu titik starnya adalah memanggil semua para Direksi, baik yang aktif maupun yang non aktif. Mereka harus duduk bersama terkait apa yang sebenarnya yang terjadi di BOP-LBF. Duduk bersama ini penting untuk menemukan soal dan menemukan jalan keluar.
“Sekali lagi sekarang saatnya Direksi BOP-LBF dievaluasi, Kemenpar harus memanggil semua para direksi yang sudah menjabat satu tahun. Evaluasi untuk melihat, apakah personel Direksi BOP-LBF ini bisa mewujudkan visi Presiden Jokowi, ‘pariwisata sebagai indutri nomor satu?” pungkasnya.
“Dengan banyak soal di atas, rasanya Kementerian Pariwisata segera menemukan nahkoda (personel) baru untuk mewujudkan visi Presiden. Nahkoda baru itu bukan berlatar belakang pengusaha seperti Shana Fatima yang tentu saja bisa terjadi conflict of interest. Sehingga tidak ada lagi pertanyaan BOP ini hadir untuk publik atau untuk siapa?” sambung dia. (VoN)