Vox NTT- Fraksi Demokrat DPR RI menyatakan, pengusutan kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero) tak cukup hanya membentuk panitia kerja (Panja). Demokrat berpandangan kasus ini harus diselesaikan melalui penggunaan hak angket di panitia khsusus (Pansus).
“Kami sedang menyiapkan untuk mengambil prakarsa mengajukan penggunaan hak angket bisa di Pansus. Demokrat sedang mematangkan wacana untuk membentuk Pansus Angket Jiwasraya,” kata anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (16/01/2020), sebagaimana dilansir Antara.
Benny menegaskan, fraksinya tetap mengusulkan pembentuk Pansus kendati memang Komisi VI DPR RI sudah membentuk Panja terkait persoalan Jiwasraya.
Anggota DPR RI asal NTT itu menyatakan, kasus Jiwasraya merupakan kejahatan yang sistemik dan terstruktur, yang melibatkan sejumlah tokoh yang berada di lingkaran kekuasaan.
“Kasus kejahatan ini sistemik dan terstruktur, sistemik efeknya dan juga sistemik karena melibatkan sejumlah tokoh yang berada di lingkaran kekuasaan. Karena ini apabila kasusnya hanya di tingkat Panja tidak cukup,” tandas Benny.
Menurut dia, jika kasus Jiwasraya hanya ditangani Kejaksaan, maka pengusutannya tentu saja tidak efektif. Ia beralasan Kejaksaan di bawah Presiden Joko Widodo.
Benny menambahkan, dirinya sudah membaca laporan Kejaksaan Agung terkait penanganan kasus Jiwasraya.
Ia pun diduga ada upaya sistemik untuk melokalisasi kasus tersebut hanya dengan menjerat orang-orang tertentu saja.
“Tentu kami akan lobi fraksi-fraksi, ini bukan untuk menjatuhkan Presiden dan pemerintahan. Namun kami mendukung terciptanya pemerintahan yang bersih di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo,” katanya.
Sebagai informasi, kasus Jiwasraya berawal dari laporan Rini Soemarno nomor: SR-789/MBU/10/2019 tanggal 17 Oktober 2019 saat menjabat Menteri BUMN. Rini disebut melaporkan dugaan fraud di Jiwasraya.
Diduga ada dugaan penyalahgunaan investasi yang melibatkan 13 perusahaan.
Penyalahgunaan investasi itu juga diduga melanggar prinsip tata kelola perusahaan yang baik, sehingga menyebabkan ada indikasi kerugian keuangan negara Rp 13,7 triliun.
Sumber: Antara dan Detikcom
Editor: Ardy Abba