Vox NTT- Studi menunjukkan bahwa virus corona atau Covid-19 mampu bertahan hidup di udara (survive in airbone) dalam beberapa kondisi.
WHO pun sedang mempertimbangkan tindakan pencegahan melalui udara untuk staf medis yang bertugas.
Virus Corona Bertahan di Udara
Ketika seseorang melakukan prosedur yang menghasilkan aerosol seperti dalam fasilitas perawatan medis, akan terjadi kemungkinan aerosolize dalam partikel-partikel ini mengindikasikan virus-virus dapat tinggal di udara sedikit lebih lama.
Pendapat itu disampaikan oleh Dr Maria Van Kerkhove, kepala unit penyakit baru dan zoonosi seperti dilansir dari Kompas.com, Minggu (22/03/2020).
Virus corona dapat melayang di udara, tetap menggantung di udara tergantung faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti panas dan lembab.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sedang mempertimbangkan tindakan pencegahan melalui udara untuk staf medis sejak studi menunjukkan bahwa virus corona mampu bertahan hidup di udara (survive in airborne) dalam beberapa kondisi.
Virus corona dapat menular melalui tetesan, atau melalui sedikit cairan, sebagian besar cairan itu keluar dari batuk atau bersin seseorang.
Dilansir dari CNBC, Dr. Maria Van Kerkhove, kepala unit penyakit baru dan zoonosis WHO mengatakan kepada wartawan dalam konferensi pers virtual pada Senin lalu.
Menurut Dr. Kerkhove, ketika seseorang melakukan prosedur yang menghasilkan aerosol seperti dalam fasilitas perawatan medis, akan terjadi kemungkinan aerosolize dalam partikel-partikel ini yang mengindikasikan virus-virus dapat tinggal di udara sedikit lebih lama.
Dia menambahkan, sangat penting bagi petugas kesehatan untuk melakukan tindakan pencegahan tambahan ketika mereka bekerja dan melakukan prosedur seperti itu pada pasien.
Otoritas kesehatan dunia mengatakan penyakit pernapasan menyebar melalui kontak manusia ke manusia.
Butiran-butiran yang dibawa melalui bersin dan batuk serta kuman yang tertinggal pada benda mati.
Virus corona dapat melayang di udara, tetap menggantung di udara tergantung faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti panas dan lembab.
Kerkhove juga mengatakan bahwa para otoritas kesehatan mengetahui beberapa penelitian di sejumlah negara yang melihat kondisi lingkungan berbeda dan Covid-19 bisa bertahan.
Para ilmuwan secara khusus melihat bagaimana kelembaban, suhu dan cahaya ultraviolet mampu mempengaruhi virus Covid-19 serta berapa lama virus itu mampu bertahan hidup di permukaan yang berbeda termasuk baja.
Otoritas kesehatan menggunakan informasi ini untuk memastikan panduan WHO sudah sesuai dan sejauh ini mereka meyakini kesesuaian pedoman tersebut.
Otoritas kesehatan merekomendasikan staf medis memakai masker wajah N95 yang mampu menyaring sekitar 95 persen dari semua partikel cair atau udara.
Kerkhove juga memastikan bahwa di fasilitas kesehatan, pihaknya memastikan pekerja medis menggunakan standar pencegahan dengan pengecualian, mereka menggunakan prosedur penggunaan aerosol.
Sementara, Direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS, Robert Redfield mengatakan pada kongres bulan lalu bahwa CDC secara agresif telah mengevaluasi berapa lama ketahanan Covid-19 terutama di permukaan.
“Pada tembaga dan baja ini sangat khas, cukup lama sekitar dua jam,” ujar Redfield saat sidang DPR.
“Tapi jika di permukaan lain seperti kardus atau plastik lebih lama lagi, jadi kami masih memantau hal ini,” Sambung dia.
Sementara itu pada kesempatan lain, Direktur Jenderal WHO, Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan pada Senin lalu bahwa terdapat peningkatan cepat kasus virus corona selama sepekan terakhir.
Dia menambahkan bahwa masih banyak negara yang belum melakukan pengujian, isolasi dan pelacakan kontak.
Tindakan-tindakan itu sesungguhnya adalah ‘kunci’ respons yang tepat dalam menangani virus corona.
“Pesan kami sederhana, uji, uji, uji. Uji setiap kasus yang dicurigai, jika mereka positif, isolasi mereka dan cari tahu dengan siapa mereka melakukan kontak dua hari sebelum mereka memiliki gejala. Orang-orang yang berjumpa dengan pasien gejala virus corona juga harus diuji,” ujar Tedros.
Sementara itu ahli penyakit menular Tolbert Nyenswah, Profesor di Johns Hopkins University Bloomberg School of Public Health, seperti dilansir dari Kompas.com (32/03) mengatakan ada 5 strategi yang dipakai banyak negara untuk melawan virus corona.
Negara-negara ini tidak hanya tergantung dari lokasi geografis atau jumlah penduduk (sekalipun itu memainkan faktor besar dan bisa sangat berpengaruh), tetapi lebih banyak dari kebijakan yang inovatif, kesiapan dan respons yang cepat.
Hingga Minggu (22/3/2020) telah terjadi 307.720 kasus virus corona di seluruh dunia, menurut data dari Worldometers.
13.054 korban meninggal dunia, sedangkan 95.797 pasien berhasil sembuh.
Penulis: Ronis Natom