Kupang, Vox NTT- Krisis multidimensional sebagai ekses penyebaran virus Corona-19 telah membangunkan kesadaran multi-perspektif di negara-negara beriklim tropis. Kuat kesan, ekonomi di negara-negara di kawasan itu stagnan.
Dikhawatirkan angka kriminalitas naik tajam. Tambahan pula banyak pihak bersikap reaktif terhadap wabah ini. Sementara negara-negara utara, bersikap antisipatif terhadap krisis corona-19.
Demikian kristalisasi diskusi terbatas para intelektual peduli Corona-19 di rumah Herman Seran di Penfui, Sabtu (25/4/2020). Hadir dalam diskusi itu, Herman Seran, ST, MSc, Philip de Rozari, PhD, Ir. Alex Lamba, Dr. drg. Dominggus Mere dan Pius Rengka.
Menurut Herman Seran, tiga minggu silam dirinya sesungguhnya telah mengingatkan banyak pihak melalui artikelnya di media online Kompasiana.com tentang sistem dan gagasan mengkanalisasi kawasan agar tidak terdampak meluasnya kasus corona.
Intinya antara lain disebutkan, kebijakan publik social distancing, phisical distancing atau lockdown kawasan teritori memang sangat diperlukan manakala belum ada subyek terpapar Corona. Tetapi, lockdown kawasan justru tanpa implikasi signifikan manakala lockdown dilakukan setelah ada subyek terpapar corona-19.
“Bukankah subyek terpapar Corona-19 diketahui khalayak justru setelah subyek terpapar tersebut berinteraksi dengan banyak pihak yang sulit dikontrol apalagi bila pihak terpapar pun tidak terbuka,” ujar Herman Seran dalam diskusi dengan protokol Covid-19 itu.
Meski demikian alumnus Curtin University Australia ini mengakui, apresiasi positif terhadap keterlibatan multipihak mengatasi krisis corona. Keterlibatan multipihak itu justru menegaskan dan membuktikan kepada dunia bahwa solidaritas masif manusia pasti muncul dalam menghadapi problem bersama umat manusia.
Dikhawatirkannya, ketidakpastian kapan kasus corona-19 berhenti, justru melahirkan aneka krisis lain dan spekulasi yang mungkin lebih menggelisahkan. Karena itu disarankannya agar selain mematuhi protokol yang dibuat lembaga-lembaga kredibel, masing-masing pihak pun wajib mengambil inisiatif untuk menolong sesama manusia yang mengalami krisis lain yang mungkin ditimbulkan menyusul kasus corona-19 ini.
Sementara itu, Ir. Alex Lamba dalam perspektif ekonomi menilai, home at work atau work from home, persis berbeda kultur dengan kebiasaan aktivitas ekonomi manusia Indonesia, khususnya NTT.
Dia mensinyalir, ekonomi mengalami stagnasi. Stagnasi disebabkan ketiadaan aktivitas ekonomi di sektor-sektor swasta atau nongovernment. Kasat mata tampak jelas, banyak rumah makan tutup, hotel tutup, tempat-tempat pariwisata sepi. Dan, di beberapa perusahaan, sudah mulai mengurangi jumlah karyawannya. Itu artinya, di sektor-sektor tersebut sedang mengalami krisis ekonomi atau krisis dinamika ekonomi.
Pada gilirannya krisis ekonomi justru memproduksi munculnya krisis sosial lainnya. Krisis sosial itu mungkin saja terjadi, misalnya, pelanggaran hukum yang meluas seiring dengan hilangnya lapangan kerja terutama bagi mereka yang terpaksa dirumahkan. Karena itu, dia menyarankan agar pemerintah serta seluruh aparat keamanan mengkalkulasi implikasi yang timbul karena ketiadaan aktivitas ekonomi di beberapa wilayah di tanah air, termasuk NTT.
Philip de Rozari, PhD, kecuali menyepakati opini Herman Seran dan Alex Lamba, tetapi dia pun melihat ada gejala lain yang menarik untuk dicermati. Alumnus Grifith University Australia ini menyebutkan, pada kasus convid-19, tampak reaksi masyarakat terbelah dua.
Para stakeholders di kawasan utara, umumnya bereaksi antisipatif terhadap ekses yang mungkin timbul dari kasus ini. Sementara reaksi para stakeholders di negara-negara kawasan lain, terutama di negara-negara lintas Khatulistiwa beriklim tropis, justru bersikap reaktif. Dua konteks sikap itu, menurut dosen Undana ini, dibaca sebagai reaksi yang lahir dari basis cara pikir adaptif terhadap fenomena hidup secara keseluruhan.
Di negara-negara utara, umumnya di Eropa, Australia dan negara lain yang musim dan iklim sejenis bereaksi persis berbeda dengan masyarakat di selatan yang beriklim tropis. Tampaknya gejala ini terkonfirmasi oleh data reaksi mereka.
“Dalam perspektif akademik, tentu saja, pernyataan saya ini masih harus dikaji lebih serius, dari multiaspek, agar ada kesahihan ilmiah,” ujarnya.
Sedangkan Dr. drg. Domi Minggu, Kepala Dinas Kesehatan NTT, menjelaskan kondisi terkini kasus Corona-19 di NTT. Antara lain disebutkan, kini NTT menjadi kawasan sudah aman. Kondisi ini menjadi mungkin, karena kerja sama multipihak yang sangat serius dan konsisten. Apalagi, Pemerintah Republik Indonesia cq Dirjen Perhubungan Udara dan Laut, telah mengeluarkan kebijakan menghentikan sementara penerbangan lintas propinsi dan negara untuk beberapa waktu ke depan.
Sementara di NTT, disebutkan, jumlah orang terpapar kini telah nihil jika ditinjau dari aspek positif corona atau tidak. Karena itu, penghentian sementara jalur penerbangan masuk ke NTT, jelas menguntungkan dari aspek sekuritas manusia NTT, dan masyarakat NTT akan kian terkonsolidasi dengan sangat baik. Karena itu dia menyerukan agar semua elemen masyarakat memberikan porsi pikiran dan tindakan terbaiknya bagi terpeliharanya kondisi positif ini.
“Apalagi Gubernur NTT, Victor Laiskodat, telah dengan sangat tegas mengatakan bahwa pemerintah berupaya maksimal untuk mengatasi masalah ini yang ditunjukkan dengan besarnya anggaran Pemda Provinsi untuk atas kemungkinan meluasnya virus ini,” ujar dokter Dominggus.
Pius Rengka menambahkan, krisis Corona-19 ini tidak hanya dibaca dalam konteks kesehatan, ekonomi dan relasi antarmanusia semata, tetapi juga dapat dicermati dari aspek ideologi negara-negara dan tarung ekonomi global.
Justru yang patut diperhitungkan antara lain ialah mekanisme dan pola mengelola negara ketika krisis ekonomi terjadi menyusul ekses yang ditimbulkan kasus Corona-19. Disarankannya, semua pihak, tidak kecuali memobilisasi potensi masing-masing agar menyumbangkan penyelesaian krisis dan bangkit bersama pemerintah mengubah dunia ini.
Partisipasi sosial dan moralitas sosial, kini diukur dari frekuensi aksi konkrit manusia sebagai cara baca dan menyelesaikan masalah bersama. Partisipasi artinya memberikan yang terbaik dari diri kita masing-masing sambil mengajak yang lain untuk memberi yang terbaik dari dirinya dalam skema penyelesaian masalah, bukan untuk menambah masalah.
Meluber ke Jalan
Paska diumumkan resmi Jumat (24/4/2020) bahwa NTT dalam posisi relatif aman Corona-19, karena sudah tidak ada yang terpapar, tampak di jalan-jalan utama Kupang rakyat meluber ke jalan raya menjalankan aktivitas sebagaimana sebelumnya.
Pantauan VoxNtt.com di Jl. Frans Seda, Jl. El Tari, Jl. Piet A Tallo, Jl. Lalamentik, di Kupang, Ibukota Provinsi NTT, ratusan kendaraan hilir mudik lalu lintas padat sebagaimana sebelum kasus Corona muncul tiga bulan silam.
Di Jl. Soverdi juga aktivitas di susteran Palma berjalan sebagaimana biasa. Di Jl. Adisucipto, kendaraan roda dua dan empat melintas ramai sebagaimana sediakala.
Meski tampak umumnya masih mengenakan penutup hidung mulut, tetapi luapan manusia ke jalan ramai kian meluas. Apalagi pemerintah menyebutkan lalu lintas udara di dalam kawasan NTT, tetapi boleh berjalan. Tetapi, lalu lintas udara dan laut ke luar NTT dan dari luar NTT harus dihentikan sementara sampai diumumkan lain oleh pemerintah di lain waktu.
Tampak kegembiraan itu merona di wajah para penduduk. Para penjual kue ringan dan berat mulai menggelar dagangannya. Kiranya, ekonomi mulai berdenyut lagi. (Team VoxNtt.com)