Betun, Vox NTT- Forum Malaka Bangkit (FMB) membagikan Sembako untuk para guru honorer di Malaka.
Gerakan kemanusian ini dalam rangka merayakan Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2020.
Para relawan FMB membagikan Sembako, mengingat sudah dua bulan ini para guru honorer di Malaka libur dalam rangka memutuskan rantai penyebaran Covid-19.
Relawan FMB besutan Emanuel Bria dan Roy Tei Seran, bakal calon Bupati dan Wakil Bupati Malaka ini membagikan sebanyak 100 kantong berisikan beras dan mie instant.
Sebelumnya, para relawan yang terdiri dari anak – anak muda ini sudah mendata identitas para guru honorer itu.
Ada yang sudah belasan tahun lamanya mengabdi menjadi guru dengan upah yang tak pasti.
Emanuel Bria penggerak FMB mengatakan, majunya suatu daerah dilihat dari tingkat Sumber Daya Manusianya.
Menurut dia, hal itu harus dibekali dengan ilmu pengetahuan yang cukup. Untuk mewujudkan itu tentu saja pendidikan harus diutamakan pemerintah melalui programnya.
“Bukan hanya gedung saja yang dibangun megah, tapi isi dalamnya juga harus dibangun. Para siswa harus dibekali ilmu dan disiplin yang baik sejak di usia sekolah. Tapi, ada hal yang paling penting yang sering terlupakan yakni kesejahteraan guru honorernya. Mereka ini, tanpa kenal lelah mengajarkan anak – anak kita menjadi pintar,” kata Emanuel, Minggu (03/05/2020).
Keluhan Guru
Ernalinda Yosefa Ade Bria, guru SDN Beistaek Kecamatan Weliman mengaku sudah mengajar sejak tahun 2011 di sekolah itu. Hingga kini ia masih berstatus tenaga pengajar honorer di SDN Beistaek.
Ernalinda juga mengaku bahwa dia dan beberapa temannya sudah tidak menerima upah sejak tahun 2018.
“Kepala sekolah sudah tidak adakan rapat bersama guru. Saya dan beberapa teman lainnya sudah 2 tahun tidak terima gaji. Kami pasrah saja, karena pada prinsipnya, semua demi anak – anak didik kita. Tapi kami mohon, setidaknya Pemda Malaka memperhatikan nasib kami,” ujar Ernalinda setelah menerima Sembako dari FMB.
Senada dengan Ernalinda, Yani Yovita Seran guru honorer di SDK Rabasa Hain, Desa Rabasa Hain, Kecamatan Malaka Barat juga mengeluhkan hal serupa.
Yani mengaku sudah mengajar di sekolah itu sejak tahun 2006. Namun upah yang diterima ia nilai masih sangat minim dan tidak bisa dijadikan sandaran hidup.
Ia hanya berharap upah dari dana BOS, yang menurutnya terkadang tidak tepat waktu.
“Biasanya per 3 bulan. Tapi kadang bisa lebih, bahkan sampai 6 bulan macetnya. Artinya selama itu, kami setengah mati hidupnya,” ungkap Yani yang juga mendapatkan bantuan Sembako dari relawan FMB.
Terpisah, Silvester Seran guru SMA 17 Agustus Weoe, Desa Rabasa Biris mengaku sudah belasan tahun menjadi guru honorer di sekolah itu.
Silvester mengaku sudah mengabdi di SMA 17 Agustus Weoe sejak tahun 2005 lalu. Hingga kini pun dia masih menjadi tenaga honorer.
“Sudah dari tahun 2005 mengajar di sana. Nasib menjadi guru honorer ya seperti itu. Tapi karena cinta akan profesi ini, saya tetap semangat mengajar,” kata Silvester.
Penulis: Frido Umrisu Raebesi
Editor: Ardy Abba