Borong, Vox NTT-Anggota DPRD NTT (A-DPRD), Yohanes Rumat mengungkap keanehan di balik pernyataan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Pemerintah Provinsi NTT, Jusuf A. Adoe.
Hal itu terkait izin explorasi penambangan bahan baku untuk pabrik semen di Luwuk dan Lingko Lolok, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur (Matim) dengan luas lahan 500 hektare.
“Kami selaku anggota DPRD provinsi NTT asal Dapil Manggarai Raya merasa kecewa dan terkesan ada yang aneh dalam proses keluarnya izin pabrik semen ini,” kata Rumat kepada VoxNtt.com, melalui pesan WhatsApp, Minggu (24/5/2020) siang.
Keanehan itu jelas Rumat terungkap ketika Kadis Adoe mengatakan bahwa masyarakat tidak melakukan protes saat sosialisasi di lokasi pabrik semen di desa Satar Punda.
Bahkan tambah Rumat, kepala Desa dan camat sudah mengeluarkan rekomendasi dan syarat lainnya sesuai dengan dokumen yang mereka terima, demikian juga dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten Manggarai Timur.
“Dalam pandangan dan pengamatan kami bahwa urusan tambang di NTT secara keseluruhan semestinya mengikuti aturan pemerintah yang sudah dinyatakan Moratorium dan visi dan misi gubernur Viktor Bungtilu Lasikodat dalam soal Pabrik dan tambang di NTT dilarang tentu dengan berbagai alasan yang masuk di akal,” jelasnya.
Misalnya jelas Rumat dalam konteks NTT sebagai wilayah kepulauan, luas daratan dan lautan sangat berbeda, begitu pun luas hutan sebagai sumber oksigen sudah sangat berkurang.
“Secara global pun sudah dilarang merusak alam dengan cara /alasan membuka tambang atau pabrik yang dapat mencemari lingkungan hidup dan alam lainnya,” katanya.
Terkesan Cuci Tangan
Rumat menilai banyak alasan dan pikiran yang disampaikan oleh Kadis ESDM provinsi NTT terkesan luput dan cuci tangan dari tanggung jawab sebagai pemberi izin resmi.
Semestinya kata Sekertaris Komisi V DPRD NTT itu, jajaran teknis perizinan provinsi, harus turun ke lokasi dan bertemu dengan para pihak, guna mempertanyakan apa yang terjadi di lokasi pabrik.
“Sesuai atau tidak sesuai dengan dokumen yang di bawah dan diterima oleh dinas ESDM. Setelah semuanya dipastikan berdasarkan situasi lapangan tidak ada pro dan kontra baru bisa izinnya keluar,” ujarnya.
Dikatakan Rumat, fakta yang sulit dibantah bahwa saat ini rencana pembangunan pabrik semen di Luwuk dan Lingko Lolok sudah menuai pro kontra. Apalagi sejumlah media masa sudah memberitakan kisruh terkait pendirian pabrik yang membutuhkan lahan seluas 500 lebih hektare itu.
“Hanya mungkin kadis kurang baca informasi yang berkembang masih terlalu fokus dengan dokumen resmi yang dikirim oleh pemerintah kabupaten Manggarai Timur dan investor,” pintanya.
Ketua DPC PKB Matim itu pun menyarankan proses dokumen lanjutan terkait dengan izin pabrik semen di Satar Punda bisa dipertimbangkan lagi, juga wajib memberikan ruang waktu uji publik.
Sehingga jelas Rumat, pemerintah provinsi NTT tidak terkesan main kuasa atau senang bergerak di lorong-lorong yang gelap dan sempit.
“Kami khwatir kalau cara ini dibiarkan maka masyarakat tidak mempercayai legitimasi sebagai Kepala Daerah-provinsi NTT maupun Kepala daerah kabupaten, dan kami sebagai anggota DPRD provinsi NTT pun dianggap hanya terima gaji buta tanpa memperhatikan aturan maupun kebutuhan masyarakat luas,” imbuhnya.
Selain Rumat, Direktur PADMA Indonesia Gabriel Goa menyatakan, Pemprov NTT melalui Kadis ESDM Jusuf A Adoe wajib menjelaskan ke publik soal Analisis sosial dan ekonomi (Ansosek) dan Analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) pabrik semen di Luwuk dan penambangan batu gamping di Lingko Lolok.
Tidak hanya itu, Gabriel juga mendesak transparansi dan kejujuran Kadis ESDM NTT terkait alasan mengapa tidak mengembangkan pabrik Semen Kupang agar maju dan bermanfaat bagi NTT, tetapi malah ngotot memilih Matim.
“Siapa yang dari pusat terlibat dalam urusan tambang dan pabrik semen Singa Merah yang sudah beroperasi di Jember, Jawa Timur milik investor China yang ngotot bangun lagi di Manggarai Timur bukan perkuat Semen Kupang,” tukas Gabriel kepada VoxNtt.com, Sabtu (23/05/2020).
Ia menyatakan hal itu menyusul adanya pernyataan media Kadis Jusuf. Media daring HarianNTT.com dalam Kastra.co merilis pernyataan Kadis Jusuf, seputar rencana pendirian pabrik semen yang bakal dikelola oleh PT Singa Merah NTT dan PT Istindo Mitra Manggara itu.
Kadis Jusuf menyatakan, Pemprov NTT sudah mengeluarkan izin proses eksplorasi tambang batu gamping di Lingko Lolok, Desa Satar Punda.
Menurut Jusuf, izin eksplorasi dikeluarkan setelah mendapat dokumen yang diperlukan dari Pemkab Matim.
“Jadi izin yang keluar bukan sepenuhnya domain kami dari provinsi tapi ada peran juga dari kabupaten. Yang kami terima adalah sepenuhnya dokumen yang sah dari kabupaten barulah kami proses,” ujarnya, Jumat (22/05/2020) lalu.
Masih dalam Kastra.co, Jusuf menyatakan izin tersebut merupakan proses yang didahului dengan perizinan dengan dinas terkait dan juga melibatkan pihak kecamatan.
“Kan ada advis plan dari dinas setempat. Dinas terkait setempat sudah setuju, camat juga sudah ok, barulah berproses ke kita dan kita bisa keluarkan izin. Jadi dia sekarang sudah masuk tahap proses eksplorasi dan menuju tahap operasi produksi. Saya terima ada tanda tangan dari camat dan ada advis plan,” ungkapnya.
Jusuf bahkan mengaku aneh ketika ada masyarakat yang menolak. Padahal menurut dia, izin ekplorasi diberikan dengan didahului proses sosialisasi.
“Kalau masyarakat menolak atau tidak tahu saya pikir aneh. Karena pasti saat itu pasti datang banyak orang dan camat kumpulkan dan bertanya ini setuju tidak? Lokasi 500 hektare ini kami mau pakai untuk tambang,” katanya.
Jusuf menyatakan, dia hanya bertugas untuk administrasi dan tidak mengetahui bagaimana proses yang terjadi di lokasi.
“Saya tidak tahu prosesnya seperti apa di sana. Tapi bagi kami, ketika dokumen secara administrasi sudah lengkap maka kami akan proses izinnya,” tegasnya.
Pernyataan media Kadis Jusuf tersebut dipertanyakan Gabriel. Sebab, ia menilai pernyataan itu masih kabur atau tidak jelas, terutama soal perusahaan yang menerima izin eksplorasi.
“Patut dipertanyakan karena PT apa yang diberikan izin tidak jelas dalam berita,” ujar Gabriel.
Ia juga mempersoalkan pernyataan Kadis Jusuf yang mengaku aneh dengan penolakan masyarakat.
Penulis: Sandy Hayon
Editor: Irvan K