Betun, Vox NTT – Pegiat sosial yang juga pemerhati pendidikan di Kabupaten Malaka Anny Leong menyoroti kondisi pendidikan di kabupaten itu.
Ia menyebut realitas pendidikan di Kabupaten Malaka, guru menuntaskan beban materi sementara siswa mengejar ijazah.
Hal itu ditegaskannya setelah Presiden Joko Widodo menerbitkan Perpres Nomor 63 Tahun 2020 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2020-2024. Terdapat 62 kabupaten dari 10 provinsi termasuk kategori tersebut.
Baca: Anny Leong: Masih Banyak Rakyat Malaka Hidup dalam Kemiskinan
Dari 62 kabupaten itu, salah satunya adalah Kabupten Malaka, daerah otonomi baru di daratan Timor, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Suatu daerah dikategorikan sebagai daerah tertinggal berdasarkan 6 (enam) kriteria, yaitu: perekonomian masyarakat, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, kemampuan keuangan daerah, aksesibilitas, dan karakteristik daerah.
Terkait 6 kriteria itu, Anny Leong sendiri menyoroti kriteria Sumber Daya Manusia (SDM).
Menurut dia, majunya suatu daerah tergantung kualitas SDM-nya. Hal paling utama untuk menunjang itu adalah pendidikan.
Baca: Anny Leong: Bantu Orang Susah, Ada Kepuasan Hati
Dikatakan, kualitas pendidikan yang baik akan melahirkan SDM yang baik pula.
Namun jika pendidikan suatu daerah bobrok, maka menurut Anny SDM-nya juga ikut bobrok.
“Di Malaka, belum begitu baik kualitas pendidikannya. Terutama pendidikan dasarnya,” ungkapnya kepada VoxNtt.com, Sabtu (30/05/2020).
Anny mengaku prihatin ketika Kabupaten Malaka ditetapkan sebagai daerah tertinggal.
Padahal Kabupaten Malaka menurut dia, kaya akan sumber daya alam.
Alasan utamanya, kata Anny, adalah masalah pendidikan yang belum bisa menciptakan SDM yang super. Akibatnya belum bisa mengolah sumber daya alam ini dengan baik.
Anny menyebut sistem pendidikan belum maksimal untuk mencerdaskan anak bangsa, generasi dan aset baik untuk Malaka.
Ia juga menyoroti sistem belajar mengajar yang terkesan tidak efisien.
“Seandainya saya jadi guru. I want to be a teacher, when my students line up to enter the class room knowing nothing, will go home will knowledge. Maksudnya ketika siswa saya berbaris untuk memasuki ruang kelas dengan sebelumnya tidak tau apa-apa, saat pulang mereka harus tahu,” kata wanita muda yang fasih berbahasa Spanyol dan Inggris itu.
Tetapi yang terjadi memurut dia, guru-guru hanya masuk mengajar dengan tujuan beban tugas dari sekolah selesai. Tuntutan kurikulum harus selesai. Beban materi juga selesai, tanpa melihat anak-anak mengerti benar atau tidak.
“Saya tidak tahu konsep belajar seperti apa yang diterapkan ke anak di sekolahan. Anak-anak ini kok pengetahuan bahasa Inggrisnya minim sekali. Sudah kelas 5 SD tetapi dasarnya payah,” tambahnya lagi.
Menurut Anny, dasar pengetahuan kalau tidak kuat, maka tahapan selanjutnya akan sia – sia.
“Tidak hanya bahasa Inggris saja. Mata pelajaran lainnya pun sama demikian. Itu tugas siapa? Guru tentunya. Jika ini dibiarkan, maka generasi berikut akan makin payah, karena minimnya bekal ilmu. Padahal mereka adalah harapan kita semua,” tutur alumnus Universitas Nusa Cendana Kupang itu.
Ia menambahkan, dengan tidak belajar bahasa Inggris pun orang akan tetap hidup. Tetapi alangkah baiknya dengan memiliki kemampuan bahasa Inggris anak akan merasakan banyak manfaat untuk saat ini dan masa depan nanti.
Alasannya menurut dia, adalah anak akan berada satu langkah lebih maju dibandingkan dengan orang yang tentunya tidak menguasai bahasa Inggris.
Pada era globalisasi ini anak tidak bisa terlepas dari segala sesuatu yang berbau bahasa Inggris. Anak seharusnya bisa menemukan bahasa Inggris mulai dari hal kecil sekalipun.
Menurut Anny, alasan paling utama adalah karena bahasa Inggris merupakan bahasa internasional.
Bahasa yang satu ini menjadi bahasa penghubung antar-satu negara dengan negara lainnya.
“Bukan hanya sebagai media komunikasi saja, tetapi teknologi terbaru pun menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar,” ungkap wanita muda yang selalu giat membantu kaum kecil di Malaka.
Ia menegaskan, para pendidik yang lebih mementingkan tuntutan kurikulum daripada tugas utamanya yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.
“Sesuai pengamatan saya, tugasnya guru menuntaskan beban materi dari kurikulum, sedangkan siswa hanya bertujuan untuk mendapatkan ijazah,” ujarnya.
Jika mental ini dibiarkan terus, kata Anny, maka SDM Malaka akan lemah dan tidak bisa berdaya mengelola segala yang ada.
“Hasilnya, daerah kita akan tetap tertinggal,” tutup Anny.
Penulis: Frido Umrisu Raebesi
Editor: Ardy Abba