Oleh: Marno Wuwur
Beberapa hari lalu masyarakat NTT dikejutkan oleh peristiwa yang menimpa pasangan suami istri Yohanes Diaz dan Marselina Muda. Pasangan suami istri ini harus menelan pil pahit akibat kematian sang buah hati mereka.
Kejadian ini bermula ketika sang istri harus dirujuk ke RSUD TC. Hillers Maumere untuk mendapat pertolongan persalinan. Akan tetapi perjalanan ke rumah sakit Maumere mesti terhambat akibat aksi blokir jalan di Desa Hikong, Kecamatan Talibura pada Sabtu 23 Mei 2020 oleh beberapa oknum masyarakat setempat dengan kepala desa. (Baca: Kades Hikong dan Warga Tutup Jalan Maumere-Larantuka, Pos Kupang.com, Sabtu, 23 Mei 2020)
Dalam kasus ini manusia sesungguhnya sedang menegaskan mentalitas egois manusia yang kelewatan batas yang bermuarah pada rusaknya hubungan relasional dengan sesamanya manusia.
Sifat egosentrisme semacam ini pula mampu melahirkan suatu kehidupan yang berorientasi pada supremasi diri dan golongan yang berujung pada pelecehan martabat manusia yang lain.
Berhadapan dengan aneka bencana yang menimpa manusia saat ini teristimewa pandemi Covid-19 ini, mentalitas egosentrisme menjadi salah satu problem yang sangat fatal. Aneka bentuk dehumanisasi dan degradasi nilai-nilai kemanusiaan acapkali direduksi ke dalam kepentingan kelompok semata.
Absurditas Semu
Di tengah pandemi Covid-19 yang tengah melanda dunia saat ini terjadi aneka pembatalan pakta solidaritas dengan mereka yang tidak lagi bisa mengikuti sistem. Tampak jelas bahwa di saat pandemi Covid-19 ini melanda manusia terkadang menjadi lebih egois dari biasanya.
Hal ini dilihat dari suatu keadaan panik yang berlebihan. Di pihak lain absurditas menjadi momok yang menghantui masa.
Absurditas merupakan bentuk kesadaran tajam manusia atas ketidakmasukakalan dan kontradiksi yang adalah kondisi keseharian manusia (A. Setyo Wibowo, 2005:5).
Absuditas ini menjelma dalam dua bentuk. Bentuk pertama absurditas ialah manusia dan dunia. Absurditas ini muncul karena rasio manusia yang terbatas dan terbelenggu oleh kehendak untuk menemukan dunia yang objektif jelas dan pasti. Bentuk kedua adalah kebebasan kehendak berhadapan dengan kematian.
Bentuk kesadaran yang berlebihan ini mengarahkan manusia pada persoalan waktu dan kematian. Manusia dibayang-bayangi oleh aneka teror baru yang tengah melanda dunia yaitu pandemi Covid-19.
Eksistensi manusia menjadi aburd di hadapan waktu dan kematian. Oleh karena itu ketika berhadapan dengan pandemi Covid-19 ini banyak oknum menjadi resah dan gelisah yang berlebihan.
Kasus yang menimpa pasangan suami istri tersebut merupakan salah satu akibat dari absurditas massa yang berlebihan. Massa yang takut berhadapan dengan pandemi Corona yang telah menelan banyak korban jiwa berusaha semaksimal mungkin untuk dapat menangkal penyebarannya. Pelbagai cara dilakukan demi menangkal penyebaran Virus mematikan ini.
Ironi hukum terbentang antara tegangan akan kebutuhan rasa aman dan manipuasi sektoral kekuasaan. Dalam situasi semacam itu amat pelu diwujudkan sebuah konsensus dalam masyarakat tentang langkah-langkah solutif yang perlu dijalankan demi terjalinnya suatu relasi yang baik dan tidak merugikan satu pihak.
Jalan Keluar
Isyarat yang muncul ketika persoalan ini menyeruak ke ruang publik adalah sentimen pribadi antar sesama golongan yang pada akhirnya menjerumuskan massa ke dalam interpretasi yang keliru terhadap realitas yang tenga terjadi.
Lalu bagaimana mengatasi masalah ini? Di tengah resultante ketidakpastian serta aneka teror akibat wabah Covid-19 ini, sikap egoisme diri mesti dikesampingkan dan perlahan mesti menumbuhkan sikap altruisme dalam diri setiap orang.
Di dalam situasi krisis seperti ini sebuah tindakan etis dan integritas seseorang diukur sejauh ia mampu melampui kesempitan emosional serta mampu bertindak seperti yang dituntut pada saat itu. Ia mampu menunjukan kualitas rasa tanggung jawab dalam setiap tindakannya.
Keputusan etis politis mesti mengedepankan core value. Sederhananya orang harus mampu untuk menentukan bagaimana menghadapi setiap jenis masalah.
Para pemangku kepentingan atau stekholder tidak boleh terpengaruh oleh aneka isu destruktif yang tengah merong-rong tatanan kehidupan publik. Segenap pimpinan satuan kerja perangkat daerah mesti bertindak sebagai motor utama dalam menangani aneka problem termasuk pandemi Covid-19 ini.
Sejauh perlawanan atas aneka teror yang dinyatakan dengan cara-cara beradab dan konstruktif, hal tersebut merupakan tindakan yang masuk akal untuk diterima. Kita mesti bertolak dari rasa solidaritas dan kembali membangun tekad bahwa kita bisa maju kalau kita bersama.
Lebih dari pada itu manusia sejatinya memiliki hati nurani, akal budi yang bisa digunakan untuk memecahkan ankea persoalan dengan cara-cara damai tanpa harus merugikan pihak lain. Akhirnya mengikuti optimisme Albert Camus bahwa dalam diri manusia masih terdapat banyak hal yang mesti dikagumi daripada dicela. Sekian!
*Penulis adalah Mahasiswa STFK Ledalero.