Labuan Bajo, Vox NTT- Pengurus utama Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BOPLF) Nusa Tenggara Timur (NTT) telah dilantik pada 15 Januari 2019 lalu. Kala itu, para pengurus dilantik oleh Menteri Pariwisata Republik Indonesia (Menpar RI) Arief Yahya.
Pelantikan pengurus BOPLBF ini dituangkan dalam Keputusan Menteri Pariwisata RI Nomor: KM.14/KP.04.00/MENPAR/2019 tertanggal 14 Januari 2019.
Saat itu, ada lima orang pengurus utama BOPLBF yang dilantik. Menpar menunjuk Shana Fatina sebagai Direktur Utama.
Kemudian empat direksi lainnya, yakni Direktur Destinasi Pariwisata Herybertus Geradus Laju Nabit, Direktur Keuangan, Umum dan Komunikasi Publik I Nyoman Wija, Direktur Industri Pariwisata dan Kelembagaan Kepariwisataan Jarot Trisunu, serta Direktur Pemasaran Pariwisata Sutanto Werry.
Melalui pembentukan BOPLBF, pemerintah menargetkan jumlah kunjungan wisatawan mencapai 500.000 orang pada 2019.
Adapun fungsi yang akan dijalankan BOPLBF yaitu fungsi koordinatif dan otoritatif.
Tiga Kursi Direksi BOPLBF Kosong
Meski punya mimpi yang besar untuk membangun pariwisata di Labuan Bajo Flores, namun BOPLBF harus ditinggal oleh tiga direksi.
Baca Juga: Prahara Kapal Sang Menteri
Catatan VoxNtt.com dalam waktu empat bulan, BOPLBF harus kehilangan tiga direksi sekaligus.
Direktur Industri Pariwisata dan Kelembagaan Kepariwisataan Jarot Trisunu mengundurkan diri sejak November 2019 lalu. Kemudian Direktur Pemasaran Pariwisata Sutanto Werry mengundurkan diri pada bulan Desember 2019. Lalu, Direktur Destinasi Pariwisata Herybertus Geradus Laju Nabit mengundurkan diri pada akhir Februari 2020.
Baca: Demonstran Teriak BOP-LBF Representasi Oligarki
Direktur Utama BOPLBF Shana Fatina mengatakan, meski ditinggal tiga direksi, namun aktivitas di kantornya masih berjalan seperti biasa.
“Sejauh ini aktivitas BOPLBF berjalan seperti biasa, mengingat kondisi pandemi saat ini yang juga tidak memungkinkan kami melakukan aktivitas seperti biasanya,” ungkapnya kepada VoxNtt.com, Senin (01/06/2020).
Shana mengakui banyak pekerjaan tertunda. Meski begitu, sinergi BOPLBF bersama Pemda dan lintas kelembagaan dan stakeholder tetap berjalan melalui berbagai rapat koordinasi.
Rapat tersebut rata-rata dilaksanakan secara virtual, terutama sebagai upaya mempersiapkan pariwisata untuk dapat segera pulih dan kembali beraktivitas setelah masa pandemi berakhir.
Baca: BOP LBF Bangun Sistem Registrasi Online Pariwisata
Sementara itu, Forum Masyarakat Penyelamat Pariwisata Manggarai Barat (Formapp Mabar) mempertanyakan kinerja BOPLBF dalam menjalankan dua fungsinya yaitu fungsi koordinatif dan otoritatif.
Ketua Formapp Mabar Aloysius Suhartim Karya mengatakan kekosongan tiga kursi direksi BOPLBF, membuat semakin kuat pendapat bahwa badan itu tidak bekerja.
“Terkait kekosongan jabatan pada masing-masing direksi pada badan itu agak ambigu juga, karena sampai saat ini kami Formapp belum paham dan tidak terima itu BOPLBF. Ini menambah kuat penilaian kami bahwa BOP tidak bisa bekerja,” ujar Aloysius.
Pada umumnya kata Aloysius, setiap badan (pemerintahan maupun swasta) secara normatif pasti memiliki direksi pada masing-masing sub bidang.
Apabila salah satu direksi mengundurkan diri, kata dia, tentu segera diganti. Hal itu agar badan tersebut tetap berjalan seimbang dan sistem bisa berjalan efektif dan maksimal.
“Tapi di BOP terjadi sebaliknya. Hingga kini tiga kursi direksi masih kosong. Bagaimana BOP menjalankan funsinya?” tanya Aloysius.
Baca: Hipmmabar Pertanyakan Motif BOP-LBF Teken MoU dengan Investor
Ia menjelaskan kekosongan posisi tentu akan terjadi malfungsi dan stagnasi. Apalagi BOPLBF adalah badan formal pemerintahan yang mengurusi banyak hal terkait hal ihwal kehidupan orang banyak.
“Mekanisme perekrutan direksi (organisatoris) pada badan itu pun publik tidak tahu menahu, tidak dipublikasikan ke khalayak ramai. Lalu, serentak saja diperkenalkan direktur bersama jajaran lainya dalam badan BOP itu,” tandasnya.
Respon Masyarakat
Kehadiran BOPLBF di Flores khususnya di Labuan Bajo mendapat respon negatif dari masyarakat. Salah satunya dari Formapp Mabar.
Ketua Formapp Mabar Aloysius Suhartim Karya dalam pernyataan sikap tertulis saat aksi unjuk rasa di Labuan Bajo pada 18 Mei 2019 lalu, menilai BOPLBF telah memperlihatkan ciri pembangunan yang sangat sentralistik.
Baca: Terkesan Sentralistik, Formapp Mabar Gelar Aksi Tolak BOP
Aloysius beralasan BOPLBF dibentuk langsung oleh Pemerintah Pusat berdasarkan Perpres Nomor 32 Tahun 2018.
Perpres itu telah menunjukan kekuasaan BOP yang lintas wilayah adiministratif.
Pola kekuasaan seperti ini, menurut Aloysius, adalah bentuk pencaplokan wilayah kedaulatan pembangunan Kabupaten Mabar. Sebab itu, Formapp Mabar dengan tegas menolak kehadiran BOPLBF.
Dasar Penolakan Formapp Mabar
Aloysius dalam pernyataan sikap Formapp Mabar kala itu membeberkan beberapa poin yang menjadi alasan dasar menolak BOPLBF.
Pertama, dari segi pembentukan dan kedudukan, BOP bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Itu berarti, BOP dengan jelas mengabaikan prinsip demokratis dalam mengurus pembangunan, karena mengesampingkan peran Pemda (Pemkab dan DPRD Mabar). Itu terutama dalam mengurus pembangunan pariwisata.
Baca: Formapp Sebut BOP Badan Otoriter Pariwisata
Kedua, BOP juga dengan jelas melawan prinsip otonomi daerah dengan menguasai kawasan secara otonomi di daerah, yang nota bene sudah memiliki otonomi atau kedaulatan sendiri.
Ketiga, dari segi penguasaan tanah terhadap 400 hektare di Labuan Bajo tanpa konsultasi publik. Tanpa prosedur demokratis yang melibatkan Pemda, DPRD dan masyarakat.
Penguasaan lahan yang sedemikian besar ini, juga berpotensi memicu ekskalasi konflik agraria di Labuan Bajo.
Keempat, tidak adanya unsur Pemda (Pemerintah dan DPRD) dalam susunan organisasi BOP. Ini makin memperjelas watak sentralistik BOP dalam mengurus pembangunan pariwisata.
Dewan kepengurusan yang seluruhnya berasal dari lingkaran Kementerian, juga dengan jelas menunjukkan watak teknokratik BOP dalam mengurus pembangunan.
Kelima, watak sentralistik BOP juga terlihat jelas dari poin rencana induk dan rencana detail pengembangan dan pembangunan. Ruang terbuka luas bagi BOP untuk mengatur zonasi pembangunan di Manggarai Barat, melalui kewenangannya untuk merancang RTRW dan RJWP 3-3.
Baca: Formapp Desak BOP Buka Dokumen AMDAL Lahan 400 Hektare
Keenam, dari segi peruntukkan lahan BOP, dengan jelas berpihak pada pembangunan yang berwatak kapitalis. Karena itu, sudah pasti tidak meransang tumbuhnya pembangunan ekonomi yang berwajah kewirausahaan lokal.
Ketujuh, adapun ruang partisipasi masyarakat dirumuskan dalam kalimat yang begitu eksklusif dengan kalimat yang begitu lemah. Masyarakat “dapat” berpartisipasi dalam bentuk penyertaan modal, penyewaan.
Baca: Formapp Mabar Tanggapi Pernyataan KLHK
Atas dasar ini, Formapp Mabar menuntut dalam tuntutan tri tuntutan rakyat (Tritura).
Pertama, mendesak Presiden Jokowi untuk mencabut pemberlakuan Perpres Nomor 32 tahun 2018 tentang Badan Otorita Pengelola Kawasan Pariwisata Labuan Bajo-Flores.
Kedua, memberi ruang yang luas bagi otonomi daerah Pemerintahan Kabupaten Manggarai Barat untuk mengurus rumah tangga pembangunannya sendiri.
Ketiga, menolak segala bentuk pembangunan yang berwatak sentralistik dari bumi pariwisata Labuan Bajo
Kerja BOPLBF Hingga Kini
Meski ada penolakan dari sejumlah masyarakat, seperti Formapp Mabar, tetapi hingga kini BOPLBF terus bekerja untuk mengembangakan pariwisata Labuan Bajo.
Tahun 2020 ini misalnya, BOPLBF fokus pada penataan kawasan Kota Labuan Bajo, pendataan dan konsolidasi potensi pariwisata dan ekraf 11 kabupaten koordinatif, perencanaan kawasan otorita dan koordinatif.
“Adapun pariwisata Labuan Bajo didorong untuk menjadi Pariwisata yang memberikan pengalaman premium. Sehingga, saat ini kami lakukan penyusunan dan eksplorasi produk pariwisata tematik yang mendorong length of stay dan spending wisatawan saat berwisata ke Labuan Bajo, maupun Flores, Alor, Lembata, dan Bima dalam mendukung TN Komodo sebagai wisata minat khusus,” ungkap Direktur Utama BOPLBF Shana Fatina kepada VoxNtt.com.
Shana menjelaskan selama masa darurat Covid-19, BOPLBF bersinergi dengan Pemda Mabar dengan terlibat secara langsung dalam Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Covid-19. Salah satunya dengan menginisiasi pembentukan crisis center Covid-19 di Mabar.
Keterlibatan dalam crisis center ini kata Shana, sangat penting, mengingat Labuan Bajo sejak Januari 2020 lalu, usai kunjungan Presiden Joko Widodo, ditetapkan sebagai pilot project penerapan manajemen krisis kebencanaan bagi 5 destinasi super prioritas dan ke depannya direncanakan untuk membangun kantor bersama.
“Covid-19 kemudian menjadi bencana (medis) pertama usai penetapan tersebut. Selain crisis center, BOPLBF juga mere-alokasi anggaran sebesar 4 Miliar untuk seluruh wilayah koordinasi BOPLBF (11 kabupaten),” lanjut Shana.
Selain itu, sejak awal masa darurat Covid-19 diberlakukan, BOPLBF juga mulai mendata jumlah tenaga kerja di sektor pariwisata yang terdampak pandemi Covid-19.
Seluruh data tersebut kata Shana, termasuk Manggarai Barat menjadi acuan pelaksanaan berbagai kegiatan pelatihan produktif bagi para tenaga kerja terimbas dan sekaligus untuk membantu menjaga produktivitas para peserta (tenaga kerja) yang terjaring dalam berbagai pelatihan yang dilaksanakan oleh BOPLBF.
“Sejauh ini sudah ada 1 kegiatan pelatihan pembuatan dan sekaligus produksi masker di Labuan Bajo. Hingga akhir 2020 BOPLBF sudah memprogramkan berbagai kegiatan pelatihan,” tandasnya
Shana menambahkan, ke depan BOPLBF mempunyai konsep besar dalam membangun pariwisata di Labuan Bajo Flores saat “New Normal”
“BOP mendorong penerapan Clean, Health, and Safety Destination di seluruh destinasi, sebagai daya saing pariwisata yang menjadi prioritas preferensi market pasca pandemi,” ungkapnya.
Selain itu, BOPLBF juga akan membangun travel pattern tematik yang kuat nilai budaya, edukasi konservasi, dan interaksi sosial. Sehingga wisata di Labuan Bajo Flores menjadi pariwisata berkualitas dan membawa dampak positif bagi masyarakat.
“Fokus utama pada penguatan SDM, karena pariwisata pengalaman premium hanya bisa optimal dengan SDM yang berkualitas,” tutupnya.
Penulis: Selo Jome
Editor: Ardy Abba