Kupang, Vox NTT – Juru bicara Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Provinsi NTT Yohanes Rumat menegaskan, secara global tren tambang mengancam kelestarian alam.
“Secara nasional juga saya kira sama. Lalu masuk di wilayah Flores ini, kita jangan samakan Jawa, Bali, Sumatera yang kondisi geografis alamnya sangat berbeda dengan situasi yang ada di Flores,” katanya kepada wartawan usai membacakan Pandangan Umum Fraksi PKB DPRD NTT terhadap Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur di ruang sidang utama gedung DPRD NTT, Rabu (03/06/2020) malam.
Rumat menyatakan hal itu sebagai respon atas rencana pemerintah untuk menambang batu gamping dan mendirikan pabrik semen di Lingko Lolok dan Luwuk, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur (Matim).
Baca: Tegas Tolak Tambang di Matim, Ini Alasan Fraksi PKB NTT
Ia menyatakan, PKB NTT menolak kehadiran tambang di Matim. Sebab, rencana kehadiran pertambangan tersebut dinilai hanya lahir dari pertimbangan politis.
Ia menegaskan, secara politik Fraksi PKB DPRD NTT sudah menyampaikan sikap politiknya di tengah pro-kontra atas rencana penambangan batu gamping dan pendirian pabrik semen tersebut.
“Nah, sekian lama pro-kontra itu artinya bagus. Dinamika itu berjalan sesuai kehendak rakyat,” ujar politisi PKB asal Matim itu.
Menurutnya, Fraksi PKB DPRD NTT melihat, jika rencana pemerintah tersebut tetap dilakukan, maka tentu saja akan mengancam banyak soal.
Baca: Hanura Minta Gubernur NTT Tinjau Kembali Izin Tambang di Matim
“Karena tambang ini bukan baru. Tambang ini hampir 26 tahun beroperasi di Manggarai Timur. Waktu itu dia mengambil batu mangan,” kata Rumat.
Dalam sejarahnya lanjut dia, sekitar tahun 2015 tidak ada kejelasan di balik aktivitas pertambang mangan, baik PAD-nya maupun penjamin keamanan.
“Satu soal PAD, kedua soal penjamin keamanan tentang alam, sosial budaya, tentang jaminan kerja, pekerja, maka itu Gereja turun untuk menghentikan dengan caranya Gereja yang melibatkan banyak orang. Dan pada akhirnya ada yang dikorbankan masuk penjara dan lain sebagainya,” ujarnya.
Rumat menceritakan, mulai tahun 2017 tambang di Matim mulai aman. Meski begitu, di awal tahun 2018 sampai sekarang ini pemerintah malah mencoba untuk menghidupkan kembali izin tambang yang mengatasnamakan pabrik semen.
“Yang pasti kalau bicara pabrik semen banyak yang bilang ini bukan tambang. Logikanya pabrik semen itu ada berarti bahan bakunya ada, maka proses penggaliannya lanjutan, proses debu segala macam itu pasti terjadi,” katanya.
Ia juga menyentil komitmen Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat pada saat kampanye kali lalu. Saat itu, Gubernur Viktor menyatakan akan melakukan moratorium aktivitas pertambangan di tahun 2018, di mana Pemprov NTT tidak lagi memberikan izin tambang.
“Tahu-tahu pada saat dia moratorium itu ramai. Orang ramai membicarakan, seakan-akan ini angin surga untuk menyelamatkan alam yang ada di Nusa Tenggara Timur,” ucap Rumat.
Baca: Tolak Tambang, Gereja Apresiasi Sikap PKB dan Hanura NTT
Tetapi lanjut dia, di akhir tahun 2019 sampai sekarang diam-diam memunculkan izin tambang.
“Walupaun sifatnya izin eksplorasi tapi itu mengarah kepada eksploitasi. Nah, kalau sudah masuk ke ranah eksploitasi, saya kira tidak bisa menghindari yang namanya merusak alam. Kemudian dampak lanjutannya,” tegasnya.
Ia menuturkan, di Matim masyarakat tidak ada yang menceritakan bahwa ada kesejahteraan di balik aktivitas pertambangan.
“Yang ada itu, tambang hilang, masyarakat kembali sengsara. Kita menghargai pro dan kontra tambang. Tentu ada yang setuju ada yang tidak setuju. Itu sangat kita sangat menghormati. Kita tidak sedang berseteru dengan mereka, tapi kita berseteru soal kajian ilmiah,” pungkasnya
Melalui rapat paripurna, Rumat kembali menegaskan bahwa Fraksi PKB DPRD NTT secara kelembagaan menyatakan menolak aktivitas pertambangan.
Terkait Sikap PKB Matim
Rumat juga merespon pertanyaan awak media apakah sikap Fraksi PKB DPRD NTT yang menolak tambang bisa diikuti oleh Fraksi PKB DPRD Matim.
Rumat sendiri belum menjamin bahkan tidak bisa menekan soal sikap Fraksi PKB DPRD Matim apakah menolak atau menerima tambang, meski ia sebagai ketua DPC.
“Tetapi yang pasti kewajiban kita sebagai anggota DPRD yang nanti secara yang mengerucut kepada keputusan politik saya serahkan kepada fraksi. Karena kebetulan di Manggarai Timur ada empat anggota fraksi,” ujarnya.
Ia berharap Fraksi PKB DPRD Matim agar bisa mengikuti tren global dan nasional, di mana yang namanya tambang tentu saja mengancam keberlangsungan alam.
“Kemudian masyarakat lingkar tambang itu belum tentu sejahtera, polusi udara, polusi air. Itu yang kita khawatirkan,” tutup Rumat.
Penulis: Tarsi Salmon