Vox NTT – Salah satu Anggota DPRD Provinsi NTT, Maria Siena Katarina turut berkomentar terkait polemik rencana pembangunan pabrik semen di Luwuk dan tambang batu gamping di Lingko Lolok, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur.
Anggota DPRD Fraksi Partai Amanat Nasional itu membicarakan terkait keberada karst di Lingko Lolok.
Menurutnya, keberadaan karst itu sudah tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : SK.8/MENLHK/SETJEN/PLA.3/1/2018 tentang Penetapan Wilayah Ekoregion Indonesia.
Lokasi rencana pertambangan tersebut merupakan satu-satunya ekoregion perbukitan karst Flores yang telah disahkan.
Wilayah karst ini menjadi regulator air yang menyediakan supplai air bersih bagi daerah sekitarnya.
Termasuk dataran fluvial yang selama ini memberikan penghidupan bagi ribuan komunitas di belahan barat Pulau Flores, khususnya dari Reo di Kabupaten Manggarai hingga Riung di Kabupaten Ngada.
“Karena saya tahu bahwa itu adalah daerah karst dan itu ada SK nya dari KMLHK. Itu karena resapan air yang ada di wilayah kerak bumi untuk wilayah kabupaten Manggarai Barat sampai ke Ngada,” katanya saat dialog dengan massa aksi AMMARA di kantor DPRD NTT, Senin (29/06/2020) lalu.
Tergantung Warga
Tetapi di balik semua yang terjadi, baik kontra dan pro, menurut dia itu tergantung warga yang ada di Luwuk dan Lingko Lolok.
Sebab, kata Siena, yang punya hak memberikan tanah untuk menjadi lokasi tambang sepenuhnya adalah masyarakat.
Meski begitu, ia mengingatkan kepada Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur agar jangan memberi janji yang muluk-muluk kepada masyarakat.
Ia juga meminta agar harus dijelaskan secara lengkap kepada masyarakat, termasuk untung dan ruginya dan dampak, baik jangka pendek, menengah maupun jangka panjang.
Selain itu, soal penyerapan tenaga kerjanya. Apakah semua masyarakat di Lingko Lolok dan Luwuk dimasukan dalam pekerjaan yang kasar sampai yang halus.
“Menurut saya pribadi, karena ini adalah memberikan tanah, baik pertanian maupun persawahan dan tempat mereka tinggal dan tanah leluhur untuk diberikan kepada pihak tambang,” katanya.
“Kalau bisa, itu harus dikaji dengan baik. Saya ingin Manggarai Timur ini maju dan saya ingin banyak investor yang invest di Manggarai Timur tetapi pemerintah harus mengkaji dengan baik,” tambahnya lagi.
Untuk diketahui, IUP eksplorasi telah diberikan kepada PT Istindo Mitra Manggarai dan Grup Semen Singa Merah No. 540.10/119/DPMPTSP/2019 tanggal 25 September 2019 lalu, dengan luas areal konsensi 599 hektare.
IUP tersebut diterbitkan ketika moratorium tambang di NTT masih berlaku sesuai SK Gubernur No. 359/KEP/HK/2018 tanggal 14 November 2018.
Dalam butir tujuh SK tersebut dinyatakan bahwa moratorium berlaku selama satu tahun dan akan berakhir pada tanggal 14 November 2019.
“Yang saya minta kepada pemerintah provinsi, kalau bisa tolong cabut lagi izin eksplorasi yang sudah dikeluarkan pemerintah. Izin itu yang menjadi polemik sekarang, jangan sampai ada pertumpahan darah,” tegasnya.
Sebab menurut dia, apabila warga Lingko Lolok dipindahkan ke tempat lain, maka mereka harus berusaha dari nol lagi di tempat yang baru itu.
“Terpaksa mereka harus menanam lagi dari awal seperti pohon kelapa dan lainnya yang sudah ditanam selama beberapa tahun mereka menikmati hasilnya,” katanya.
Selain itu, Siena juga meminta kepada pihak perusahaan untuk membangun perumahan yang layak kepada masyarakat.
Setelah rumah dibangun pada lokasi baru, selanjutnya masyarakat dipindahkan agar mereka hidup layak seperti sekarang.
“Ya itu memang kalau yang setuju. Karena saya tahu perjanjian sekarang itu sudah jauh bahkan ada yang sudah terima uang,” ujar Siena.
“Tetapi kalau saya lihat jangan sampai ada mafia di belakang ini adik-adik. Itu yang saya tidak setuju,” tambahnya lagi.
Namun, Siena mengaku sulit membongkar dan mencari tahu untuk memastikan apakah ada mafia atau tidak.
Menurutnya, hal itu harus ada pengacara dan bukan hanya satu orang. Tetapi harus banyak orang untuk mencari tahu apakah ada mafia atau tidak.
“Karena saya lihat negosiasinya dari awal saya ikuti terus di Demokrasi Manggarai Timur, dari awal mereka rapat itu sudah ada yang tidak beres, jujur saya sebagai pribadi. Ini tanggapan pribadi saya yah jangan bawah ke partai PAN. Karena saya ikuti terus prosesnya sampai ada uang DP dan sebagainya,” katanya.
Namun, ia mengatakan keputusan tetap tergantung kesepakatan warga di Lingko Lolok dan Luwuk apakah terima atau tolak tambang.
“Tapi kembali ke bapa mama yang punya tanah di Lingko Lolok. Kalau mereka setuju yah kita tidak bisa apa-apa. Kalau pemerintah juga masih memberi izin kita tidak bisa apa-apa. Makanya saya minta tadi untuk tolong cabut izin itu,” tutupnya.
Penulis: Pepy Kurniawan
Editor: Ardy Abba