Mendiskusi persoalan pro-kontra tambang memang penting namun tidak relevan dengan akar masalahnya. Pertanyaan masalah yang harus diutarakan adalah bagaimana caranya membuat orang-orang Satar Punda sejahtera sehingga tidak mudah menjual tanah sebagai penyambung hidup mereka?
Harusnya pemprov NTT dan lebih khusus pemda Matim malu ketika melihat rakyatnya dengan mudah menjual tanah.
Ketika rakyat menyerahkan lahan untuk pertambangan, itu sebenarnya gambaran nyata tentang hilangnya peran pemerintah untuk memajukan sektor primer kerakyatan. Artinya, selama ini pemda Matim dan Pemprov NTT gagal membangun kesejahteraan dari sektor pertanian sebagai sektor primer kehidupan rakyat.
Bupati dan Gubernur juga sudah hafal data statistik bahwa hampir 85% penduduk miskin NTT adalah petani dan tinggal di pedesaan. Bahkan pertumbuhan ekonomi NTT pada tahun 2019 didominasi oleh pertanian, perikanan dan kehutanan.
Di Manggarai Timur sendiri, Bupati Agas tahu bahwa selama lima tahun terakhir (2015-2019), struktur perekonomian didominasi oleh pertanian, kehutanan dan perikanan yakni mencapai 44,78%.
Dalam publikasi Manggarai Timur dalam Angka tahun 2017, Bupati Agas sadar bahwa kecamatan Lamba Leda yang selalu menjadi lahan industri pertambangan memiliki komoditi produktif diantaranya kemiri (591.95 ton), kopi (307.05 ton), mente (143.67 ton). Yang paling banyak digeluti adalah budidaya kemiri yakni mencakup 3.979 kepala kelurga dan kopi sebanyak 2.183 KK.
Namun mengapa para petani tetap miskin? Bukankah ini gambaran bahwa NTT dan Manggarai Timur selama ini sudah salah urus?
Riset dari Marlinda Mulu, Rudolof Ngalu dan Frans Laka Lazar menyebutkan, Desa Satar Punda memiliki potensi pertanian hortikultura yang perlu dikembangkan karena memiliki lahan yang subur, namun sebagian besar petani hanya mengenal sistem pertanian monokultur.
Petani Satar Punda belum mengenal sistem pertanian polikultur, sehingga pendapatan petani hanya bergantung pada satu jenis tanaman pada masa panen.
Riset ini membuktikan, keunggulan sistem pertanian polikultur adalah dapat menanam dua atau lebih jenis tanaman pada lahan yang sama serta frekuensi panen yang lebih dari satu kali.
Pola tanam tumpang sari (polikultur) dengan mengoptimalkan lahan sempit untuk menanam lebih dari satu jenis tanaman (tomat dan cabai merah) dapat meningkatkan kesejahteraan petani di Satar Punda.
Hemat saya pola ini juga bisa dijadikan jalan keluar sehingga masyarakat Satar Punda tidak terlilit utang dan ijon akibat jeda waktu panen yang cukup lama. Mungkinkah jalan ini bisa ditempu Bupati Ande dan Gubernur Viktor? Semoga saja.