Oleh: Rian Agung
Tulisan ini terinsipirasi dari opini Pater Steph Tumpeng Witin, SVD yang berjudul, “Tolak Tambang, Tutup Lubang Kebohongan”, dimuat di harian umum Flores Pos, Sabtu (4/7).
Rohaniwan katolik ini pada intinya menggugat janji-janji manis seputar proyek pertambangan di Flores-Lembata yang mengandung banyak tipu muslihat.
Menurut Pater Steph, proyek pertambangan sama sekali tidak berimplikasi pada kesejahteraan masyarakat di dua pulau itu. Nyatanya, model dan tata kelola pertanian yang sejak awal dirintis oleh Gereja Katolik, masih memiliki kontribusi penuh bagi kemashalatan umat/masyarakat.
Kerena itu, lubang tambang adalah lubang kebohongan. Lubang tambang adalah ilusi; daya destruktifnya tinggi karena bisa merusak ekologi dan mendepak seluruh entintas kehidupan.
Di sana, bercokol orang-orang kuat yang coba membuai dan mengalihkan perhatian masyarakat dengan iming-iming khas mereka, yakni: “pertambangan membawa berkah”.
Tetapi, seperti apapun manuver para cukong tambang, masyarakat masih punya imunitas kuat untuk menangkal segala kebohongan itu. Pater Steph sendiri cukup optimis dengan ini. Ia percaya betul, sebagian besar orang Flores-Lembata bukan tipe orang “bodoh”.
Masyarakat dua kepulauan ini juga bukan tipe masyarakat yang hidup tanpa standar moral dan etik. Ibarat pepatah, orang Flores-Lembata bukan tipe “Kerbau dicocok hidungnya”.
“Komitmen rakyat ini tidak akan pernah dimabukkan oleh nyanyian kebohongan dari investor dan kaki tangan sampai ke ruang politik-birokrasi yang sudah mabuk kebohongan yang diproduksi dari lubang tambang”, demikian sentilan beliau.
Pater Steph sebenarnya sedang mengungkap sebuah kebenaran. Beliau benar ketika mengakui besarnya kekuatan civil society masyarakat Flores-Lembata untuk menentang korporasi pertambangan yang lebih banyak mendatangkan mudarat ketimbang manfaat.
Bacaan Pater Steph setidaknya terkonfirmasi melalui getolnya perjuangan segenap elemen masyarakat untuk mengusir korporasi pertambangan agar segera angkat kaki dari Bumi Folres-Lembata. Terakhir, kita saksikan, perlawan cukup keras dilakukan oleh masyarkat, khususnya masyarakat Manggarai menolak rencana penambangan pabrik semen di Kampung Lengko Lolok dan Luwuk, Desa Satar Punda, Kecamatan Lambaleda, Kabupaten Manggarai Timur.
Terhitung, sebanyak 66 organisasi yang bergabung dalam Koalisi Rakyat Tolak Tambang dan Pabrik Semen di Manggarai Timur yang beranggotakan berbagai elemen, baik masyarakat dari Luwuk dan Lengko Lolok, lembaga-lembaga agama, aktivis maupun mahasiswa yang tersebar di seluruh wilayah NTT dan di sejumlah kota lain melayangkan protes keras dan mendesak gubernur Viktor Laiskodat agar segera mencabut izin pertambangan di dua lokasi itu.
Terlepas dari segala tudingan yang coba melemahkan perjuangan kelompok kontra tambang ini, ada suatu yang pasti dan membanggakan, yakni: Perjuangan masyarakat menolak tambang adalah perjuangan berbasiskan nilai. Mereka punya posisi intelektual dan moralitas yang jelas.
Bagi mereka, NTT pada umumnya, secara khusus Flores-Lembata rentan akan kerusakan apabila dibebankan oleh model-model pembangunan sektor ekstraksi semisal pertambangan. Perjuangan mereka adalah bentuk tanggung jawab etis untuk menjaga keutuhan alam serentak menempatkan posisi intelektual mereka pada upaya menciptakan proses pembangunan yang berwawasan lingkungan dan kemanusiaan.
Menggali Kuburan Massal
Pertambangan selalu identik dengan penggalian/pengerukan secara besar-besaran terhadap perut bumi. Untuk Flores, sekali lagi, tipe dan corak pembagunan model ini lebih banyak mendatangkan petaka.
Selain karena tidak didukung oleh iklim ekologis juga karena Pemerintah sering lalai dan tidak bertanggung jawab penuh atas seluruh aktivitas pertambangan. Bentuk paling falal kelalaian pemerintah adalah penelantaran bekas lubang tambang.
Untuk Manggarai, fakta ini terkonfirmasi lewat temuan Vox NTT saat melakukan investigasi bekas galian mangan di Lingko Urung, Siriese, Kecamatan Reo Kabupaten Manggarai. Lubang bekas galian mangan di tempat itu dibiarkan menganga dan belum terurus hingga saat ini. (Vox NTT, Ada Lubang Menganga Di Satar Punda).
Akibatnya, masyarakat setempat mengalami ketakutan berat saat melintasi area bekas pertambangan. Mereka takut jatuh ke dalam lubang tambang, dan yang paling mengkhwatirkan hidup mereka terhimpit oleh kecemasan ekstensial.
Betapa tidak, tanah tempat mereka menggantungkan hidup telah disobek habis-habisan atas nama pembangunan. Di titik inilah janji-janji manis seputar proyek pertambangan menemukan senja kalanya. Emas yang diimpikan telah dibawa-pergi oleh pemburu renta, sementara masyarakat tidak mendapatkan apa-apa.
Maka, ketika Pater Steph menyebut lubang tambang sebagai lubang kebohongan, saya sedikit lebih radikal. Lubang tambang adalah kuburan massal yang sengaja digali oleh sebuah kesepakatan jahat untuk mengubur hidup-hidup banyak hal.
Lubang tambang tidak hanya memangsa manusia secara fisik tetapi juga mengubur harapan akan masa depan yang lebih baik setiap generasi.
Temuan Komnas HAM pada tahun 2006 saat melakukan investigasi terkait upaya reklamasi bekas lubang tambang di Kalimantan Timur misalnya, ditemukan sejumlah fakta yang begitu memprihatinkan.
Kurang lebih ada sekitar 25 orang tewas akibat jatuh ke dalam bekas lubang galian tambang. Dari 25 orang korban itu, 24 orang masuk ke bekas lubang tambang dan 1 orang balita terpeleset di daerah pertambangan sehingga kaki harus diamputasi, namun sayangnya bocah tersebut tidak dapat bertahan hidup. Yang lebih fatal, Pemerintah tak menunjukan keseriusan untuk mengusut kasus ini. Proses penegakan hukum sangat lamban dan terkesan direkayasa.
Bayangkan, pelaku hanya dihukum dua bulan penjara dengan pertimbangan hukum yang sangat sumir di mana kasus semacam ini hanya diidentifikasi sebagai kelalaian (tipiring), bukan tindak pidana umum atau tindak Pidana luar biasa (Ekstra Ordinary Crime). Lubang tambang juga tak hanya menelan manusia secara fisik. Kerugian lain yang diderita masyarakat setempat adalah kesulitan untuk mengakses air minum bersih. Air yang digunakan sarat dengan kandungan logam berat karena sudah terkontaminasi dengan zat-zat sisa pertambangan yang mengalir dari lubang bekas tambang. (https://www.komnasham.go.id).
Efek buruk pertambangan di Kalimantan bukan tidak mungkin suatu saat nanti akan menyasar areal pertambangan di tempat-tempat lain termasuk di Flores.
Di Manggarai sendiri, sebagaimana temuan Vox NTT di atas, gelaja-gejala semacam itu telah nampak. Mengantisipasi efek yang lebih ganas, tak ada pilihan lain selain memperkuat komitmen, melebarkan sayap-sayap perjuangan untuk menolak semua rencana pertambangan di Flores termasuk menolak keras rencana penambangan semen di Luwuk dan Lengko dan Lengko Lolok.
Perjuangan kita akan menentukan banyak hal, terutama sekali untuk memastikan, niat busuk penggali kubur massal dalam wujud para cukong tambang, pemerintah dan korporasi tidak terealisasi.