Ruteng, Vox NTT- Forum Diskusi dan Aksi (Fordia) Debora mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Kabupaten Alor, NTT.
Kasus ini diduga melibatkan Kepala Stasiun Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) Kabupaten Alor dan staffnya.
“Setiap tanggal 30 Juli, kita memperingati hari melawan perdagangan orang sedunia, memperingati tentang bagaimana situasi dan kondisi korban perdagangan orang yang banyak terjadi karena kemiskinan, korban yang mencari keadilan hukum, korban yang memperjuangkan pemulihan baik secara fisik, psikis dan seksual, korban yang berjuang untuk mendapatkan hak-haknya,” tulis Fordia Debora dalam rilis yang diterima VoxNtt.com, Senin (03/08/2020) sore.
Menurut Fordia Debora, perdagangan orang merupakan masalah global. Indonesia merupakan salah satu negara pengirim dan penerima masalah perdagangan orang.
Bertepatan dengan peringatan hari melawan perdagangan orang sedunia, masyarakat Indonesia dikejutkan dengan pemberitaan adanya kasus TPPO untuk tujuan seksual yang terjadi di Alor, NTT.
Kasus ini, sebut Fordia Debora, diduga telah dilakukan oleh Kepala Stasiun BMKG Kabupaten Alor dan staffnya.
Korbannya adalah tiga orang anak gadis, pelajar SMA di Kalabahi yang berusia 14 tahun, 15 tahun dan 17 tahun. Kejadian ini terjadi di rumah dinas Kepala BMKG.
Fordia Debora memandang bahwa tindakan yang diduga dilakukan oleh kepala BMKG dan staffnya ini sangatlah keji.
Tindakan ini selain perdagangan orang untuk tujuan seksual, sesungguhnya juga telah terjadi eksploitasi atau kekerasan seksual terhadap anak dengan cara melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak.
Hal ini sebagaimana ketentuan UU Nomor 35/2014 tentang Perlindungan Anak.
Fordia Debora menilai tindakan yang diduga dilakukan Kepala BMKG Alor dan Staffnya telah merusak masa depan anak-anak tersebut. Berpotensi juga merusak anak-anak lain di Kabupaten Alor.
Padahal, anak adalah generasi penerus yang harus dilindungi dan dijaga oleh semua orang, sehingga dapat tumbuh kembang optimal untuk membangun bangsa Indonesia ke depannya.
Tanggung jawab perlindungan anak, menjadi tanggung jawab semua pihak, apalagi oleh pejabat negara.
Fordia Debora menegaskan, pelaku dalam kasus ini yang merupakan seorang oknum pejabat negara, perlu menjadi perhatian serius bagi Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat.
“Kenapa sampai ada seseorang yang memiliki kecenderungan jahat kepada anak-anak bisa bekerja dan memimpin sebuah stasiun/lembaga layanan untuk masyarakat. Apakah perhatian perlindungan anak tidak menjadi pertimbangan seleksi dan pemilihan/penunjukkan pejabat? Bagaimana memastikan bahwa staff bekerja dengan mekanisme kontrol, berupa kode etik dan SOP yang memenuhi standart perlindungan anak?” tukas Fordia Debora.
Menurut Fordia Debora, membeli jasa seks anak dan melakukan eksploitasi seksual terhadap anak di rumah dinas Kepala BMKG merupakan tindakan penyalahgunaan fasilitas Negara. Tindakan ini juga mencemarkan nama baik institusi dan melanggar kode etik untuk melayani masyarakat.
Fordia Debora menyatakan dengan tegas, pentingnya penyelesaian kasus ini sampai tuntas dan menghukum pelaku dengan tegas sebagaimana asas persamaan hak di muka hukum, yang mana semua orang diperlakukan sama tanpa terkecuali.
“Jangan sampai terjadi, kasus ini yang telah dilaporkan oleh pihak keluarga kepada kepolisian, dengan bukti-bukti yang memadai, akhirnya hanya masuk ke dalam peti es, didiamkan atau digantung lama, sampai keluarga/pelapor menjadi lelah dan pelaku bebas berkeliaran dan menjadi ancaman terhadap anak-anak lain di Alor dan di seluruh Nusa Tenggara Timur,” tulis Fordia Debora.
Sebab itu, forum ini mendesak agar pelaku harus dihukum berat dan wajib ikut bertanggung jawab dalam pemenuhan hak-hak korban dengan membayar restitusi kepada korban.
Aparat penegak hukum bisa menggunakan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dalam memproseskan kasus ini.
Penulis: Ardy Abba