Kupang, Vox NTT – Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP-PMKRI) mengecam tindakan represif terhadap warga Besipae, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Ketua Lembaga Agararia dan Kemaritiman PP PMKRI Alboin Samosir menegaskan preferensi pemerintah selama ini cenderung tunduk kepada pemilik modal. Keberadaan masyarakat adat dianggap batu sandungan dalam pembangunan.
“Maka tak heran tindakan-tindakan kekerasaan sering dialami oleh masyarakat adat,” tegas Samosir dalam rilis yang diterima VoxNtt.com, Kamis (20/08/2020) siang.
Oleh karena itu menurut dia, perlu produk hukum yang betul-betul pro terhadap masyarakat adat. Salah satunya yakni, dengan mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Masyarakat Adat.
Senada dengan Samosir, Ketua Presidium PP PMKRI Benediktus Papa mengecam tindakan represif yang dilakukan oleh aparat terhadap warga Besipae. PP PMKRI pun meminta untuk menghentikan kekerasan terhadap masyarakat adat.
Kata dia, penghormatan terhadap budaya dan hak masyarakat adat nusantara mestinya tidak hanya sebatas simbolik.
Pemerintah seharusnya memberi perhatian dan keberpihakan penuh atas kelangsungan masa depan masyarakat adat dengan melahirkan regulasi yang berpihak kepada masyarakat adat.
Selain itu, Benediktus juga meminta agar Pemerintah Provinsi NTT segera menyelesaikan konflik yang sudah berlarut-larut ini secara adil dan bijaksana.
“Dan pastinya tidak merugikan masyarakat adat Sebab, keberadaan masyarakat adat merupakah penyanggah utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” pungkasnya.
Atas nama kemanusian, Benediktus
meminta Pemerintah Provinsi NTT untuk menghentikan pembangunan yang menyingkirkan masyarakat setempat.
Gerakan Seribu Rupiah untuk Besipae
Selasa, 18 Agustus 2020, Aliansi Solidaritas Besipae menggelar penggalangan dana berupa gerakan ‘Seribu Rupiah’ di Lampu Merah Polda NTT.
Aksi itu salah satu upaya dalam meringankan beban hidup masyarakat Besipae.
Kordinator aksi penggalangan dana Rino Sola menuturkan, aksi ‘Seribu Rupiah’ untuk diberikan kepada masyarakat Besipae yang kini kesulitan mendapatkan bahan makan dan kebutuhan lainnya.
“Masyarakat Besipae hari ini sangat mengalami kesulitan dalam kebutuhan papan, pangan, sandang. Oleh karena itu kami dari aliansi bergerak hati untuk lakukan aksi ini,” katanya.
Hasil penggalangan dana yang terkumpul sebanyak Rp 2.352.200 dan dana ini akan digunakan untuk kebutuhan masyarakat Besipae.
“Dan harapan kami semoga ada masyarakat yang membantu berdonasi untuk masyarakat Besipae agar mereka bisa terbantu,” ujarnya.
Ketua Presidium PMKRI Cabang Kupang Alfred Saunoah Aksi ini adalah bentuk kepedulian untuk masyarakat Besipae
“Sehingga kita bergerak untuk membantu masyarakat di sana. Donasi yang terkumpul akan kita kumpulkan dan kita belanjakan seperti Sembako dan hal-hal yang dibutuhkan masyarakat di sana,” kata Alfred.
Alfred juga mengingat Pemerintah Provinsi NTT dan Komisi I DPRD Provinsi NTT untuk menyelesaikan semua persoalan kepemilikan tanah dan tapal-tapal batas tanah.
“Kalau Pemerintah Provinsi NTT tidak menyelesaikan persoalan ini maka masyarakat Besipae tidak mengetahui kondisi status tanah,” ujar Alfred.
Ia juga berharap Pemerintah Provinsi NTT menarik kembali aparat keamanan yang bertindak represif kepada masyarakat. Hal itu agar masyarakat tidak tidak tertekan dalam situasi ini.
Pemprov NTT Bantah
Sementara Pemerintah Provinsi NTT membantah aparat keamanan telah bertindak anarkis terhadap warga Pubabu, Besipae, Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS).
“Apa yang dilakukan aparat keamanan hanya ‘shock therapy’ untuk membangunkan masyarakat agar bersedia menempati rumah yang sudah dibangun pemerintah,” kata Kepala Badan Pendapatan dan Aset Provinsi NTT, Zeth Sony Libing kepada wartawan di Kupang, Rabu (20/08/2020) kemarin.
Sony menegaskan, aparat keamanan tidak melakukan tindakan anarkis, represif, dan intimidasi, serta penelantaran terhadap warga Pubabu, Besipae.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Ardy Abba