Bajawa, Vox NTT – Rabu (23/09/2020) sore, seorang gadis remaja berjalan kaki menyusuri jalan desa yang melintasi Dusun Manatena. Ditemani seorang saudaranya, ia berangkat menuju bukit berjarak empat kilometer dari rumahnya.
Bukit Seravim namanya. Terletak di tengah hutan yang berjarak cukup jauh dari pemukiman warga Desa Uluwae, Kecamatan Bajawa Utara, Kabupaten Ngada.
Ia menggendong tas ransel berisi buku pelajaran. Tangannya memegang ponsel sambil mencari tempat yang terkoneksi jaringan internet.
Setelah mendapatkan sinyal yang cukup, ia duduk beralaskan sandal. Perlahan-lahan, ia mengeluarkan buku tulis dari ransel yang kemudian dijadikannya sebagai alas buku untuk menulis.
Gadis 17 tahun bernama Maria Fransiska Santriana Ma’a itu merupakan siswi kelas III SMA Katolik Regina Pacis Bajawa. Santri, begitu ia biasa disapa, tengah mengerjakan soal ujian pertengahan smester (mid smester) mata pelajaran Bahasa Inggris.
Karena itulah, dia terlihat bingung dan uring-uringan karena menganggap pelajaran Bahasa Inggris sebagai salah satu pelajaran yang tergolong sulit.
Apalagi mengerjakan ujian dengan menggunakan aplikasi “Ujian Recis” yang tak berfungsi dengan baik ketika tiba-tiba ponselnya ada panggilan masuk atau kehilangan sinyal.
“Kalau ada panggilan masuk atau tiba-tiba sinyal hilang, semua jawaban soal ujian akan terhapus dengan sendirinya dan harus dikerjakan dari awal lagi,” tutur Santri.
Ia menuturkan, selama masa pandemi Covid-19, mereka terpaksa belajar dan mengerjakan soal-soal ujian secara daring (dalam jaringan) dari rumah.
Sayangnya, Santri tinggal di desa yang tak terjangkau jaringan internet. Ia harus mendaki bukit Seravim yang terletak di tengah hutan agar dapat mengakses jaringan internet.
Santri tidak sendirian memburu sinyal di bukit ini. Siswa lainnya dari kampung tetangga seperti kampung Ngusu, Dena Desa, Rewu Poko, Malawaru, dan Kampung Ngulu Kedha mengandalkan bukit Seravim untuk bisa belajar atau ujian secara daring.
Di balik lelahnya memburu sinyal, Santri menaruh asa pada pemerintah. Ia berharap pemerintah bisa menghadirkan jaringan internet di setiap kampung sehingga para pelajar yang tinggal di pedalaman seperti di kampungnya dapat menikmati internet untuk sekolah.
“Itu saja. Kalau bisa pemerintah bangun tower kasih kami, supaya kami jangan terlalu susah begini,” katanya.
Penulis: Patrick Romeo Djawa
Editor: Yohanes