Jakarta, Vox NTT- Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi (Kompak) Indonesia melaporkan Foster Oil dan Energy PTE. Ltd ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (12/10/2020).
Perusahaan Migas asal Singapura itu dilaporkan Kompak Indonesia ke lembaga antirusuah karena diduga telah melakukan tindak pidana korupsi.
Selain ke KPK, Kompak Indonesia juga melaporkan ke Komisi III DPR RI dan Dewan Pengawas KPK.
Ketua Kompak Indonesia, Gabriel Goa, dalam rilis yang diterima VoxNtt.com, Senin malam, mengatakan dalam surat laporannya ke KPK termuat lampiran satu berkas dokumen pendukung.
Kompak Indonesia, terang Gabriel, melaporkan Managing Director Foster Oil & Energy Pte.Ltd , Izma A. Bursman dan Dhan Akbar Siregar, mantan GM KSO sebagai pihak yang paling bertanggung jawab.
Gabriel menduga kuat Izma A. Bursman dan Dhan Akbar Siregar, telah melakukan penyimpangan dana dalam pengelolaan keuangan lapangan Migas Jatinegara, Bekasi, Jawa Barat yang merugikan keuangan negara, khususnya Pemerintah Kota Bekasi.
“Dari penghasilan setiap bulannya terhitung sebesar 348.000 $US atau setara Rp5.150.400.000 per bulan. Angka sebesar ini di luar cost recovery. Jika diakumulasi dalam masa produksi 54 bulan, maka kerugian keuangan negara telah mencapai kurang lebih 18.792.000 $US, atau setara Rp278.121.600.000,” terang Gabriel.
Foster Oil & Energy Pte.Ltd, kata Gabriel, merupakan sebuah perusahaan yang terdaftar di Singapura. Namun mungkin dimiliki oleh orang-orang Indonesia dan diduga sebagai perusahaan cangkang, tetapi legal secara hukum.
Gabriel menjelaskan, Foster masuk ke Indonesia dan bertindak sebagai co-operator pada Perusahaan Daerah Minyak dan Gas (PD Migas) BUMD milik Pemkot Bekasi.
Ia bekerja sama dengan PT Pertamina EP melalui Perjanjian Kerja sama Operasi (KSO) dalam eksplorasinya. Foster sendiri sebagai mitra KSO sebagai operator lapangan.
Sayangnya, lanjut dia, sebagai operator dan mitra KSO antara PD Migas dan Pertamina EP bertindak dengan kewenangan yang terlalu jauh dan melanggar ketentuan perundang-undangan.
“Sehingga baik manajemen, keuangan dan pemasaran dikuasai secara mutlak sehingga tidak ada kontrol dan tidak mau diawasi oleh pemerintah Bekasi,” katanya.
“Kontribusi dan sumbangsih ke masyarakat dan Pemda Bekasi nyaris tidak ada selama ini, sehingga merugikan Pemda Bekasi dan juga kesepakatan-kesepakatan selama ini mereka batalkan secara sepihak,” aku Gabriel.
Ia menambahkan, keberadaan Pertamina EP sebagai mitra KSO dengan PD Migas Pemda Bekasi terkesan mendiamkan dan mengabaikan prilaku Foster. Padahal selama ini diduga kuat telah merugikan Pemda Bekasi dan kesejahteraan masyarakat Bekasi.
Pertamina EP juga, kata dia, kadang bertindak sebagai kepanjangan tangan Foster dalam melakukan diskusi dan negosiasi dengan PD Migas Bekasi.
“Semua ini, kami minta KPK agar melakukan penyelidikan dan penyidikan kepada oknum-oknum yang diduga terlibat dan telah merugikan keuangan negara sebagai tindak pidana korupsi yang harus diberantas. Foster telah bertindak melebihi KSO (PD Migas dan Pertamina EP) padahal dia dipekerjakan oleh KSO,” tandas Gabriel.
Dikatakan, berdasarkan hasil audit investigatif BPKP terhadap KSO antara Pertamina EP dan PD Migas Kota Bekasi menemukan adanya kejanggalan dari sisi mekanisme regulasi juga dalam laporan keuangan KSO.
Temuan hasil audit BPKP ini tertuang dalam Surat Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Deputi Bidang Investigasi Nomor: SR-188/D5/02/2020, yang ditujukan kepada Wali Kota Bekasi.
Surat dengan perihal Laporan Hasil Audit Investigatif atas Proses Penetapan Foster Oil & Energy sebagai perusahaan asing pendukung PD Migas Kota Bekasi dalam Kerja sama Operasi dengan PT Pertamina EP Periode 2009–Juli 2019. Surat BPKP bernomor LHAI-7/D502/2/2020 tertanggal 14 Pebruari 2020.
Gabriel pun menjelaskan beberapa data dan informasi terkait indikasi tindak pidana korupsi Foster dalam KSO.
Pertama, Perusahaan Daerah Minyak
dan Gas Bumi (PD Migas), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kota Bekasi melakukan Perjanjian Operasi Bersama Proyek Lapangan Migas Jatinegara atau Joint Operation Agreement (JOA) dengan Foster Oil & Energy Pte.Ltd, sebuah perusahaan dari Singapura yang bergerak di bidang migas.
Foster Oil & Energy ini merupakan sebuah perusahaan asing yang didirikan dan dijalankan berdasarkan hukum Negara Singapura. Walau perusahaan asing, Foster Oil & Energy hadir menjadi co-operator dan memiliki secara mayoritas mutlak interest participation sebesar 90%.
Sedangkan PD Migas sebagai Mitra dari PT Pertamina EP sekaligus pemilik Lapangan Migas Jatinegara justru hanya memiliki 10% interest participation.
Kedua, kehadiran Foster Oil & Energy Pte.Ltd, sebagai perusahaan asing, posisinya dalam JOA bertentangan dengan Pasal 5 ayat (2) UU Nomor 5 Tahun 2007.
Ketentuan dalam UU ini menegaskan bahwa penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah Negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang.
Selain itu, JOA yang dibuat antara Foster Oil & Energy dengan PD Migas Bekasi bertentangan dengan Pasal 1 Ayat (19) UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang mengamanatkan bahwa: kontrak kerja sama adalah kontrak bagi hasil atau kontrak kerja sama dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang harus menguntungkan negara dan hasilnya digunakan sebesar-sebesarnya bagi kepentingan rakyat.
Ketiga, berdasarkan Perjanjian Kerja sama Operasi (KSO) antara PT Pertamina EP dan PD Migas tertanggal 17 Feberuari 2011, PD Migas adalah mitra dari PT Pertamina EP.
Pada operasionalnya, melibatkan Foster Oil & Energy dalam posisi sebagai co-operator atau hanya sebagai pendukung dalam pengoperasian Lapangan Migas Jatinegara. Namun dalam kenyataannya menguasai secara mutlak dari soal kebijakan hingga penguasaan keuangan.
Keempat, sesuai Surat Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Deputi Bidang Investigasi Nomor: SR-188/D5/02/2020, perihal: Laporan Hasil Audit Investigatif atas Proses Penetapan Foster Oil & Energy sebagai perusahaan asing pendukung PD Migas Kota Bekasi dalam Kerja sama Operasi dengan PT Pertamina EP, Periode 2009–Juli 2019.
Surat dengan nomor LHAI-7/D502/2/2020 tertanggal 14 Pebruari 2020, ditujukan kepada Wali Kota Bekasi. Surat ini disimpulkan bahwa: PD Migas Kota Bekasi sama sekali tidak memiliki kendali operasional dan pengelolaan keuangan atas Lapangan Migas Jatinegara.
Menurut Gabriel, hasil audit investigatif tersebut membuktikan adanya penyimpangan terhadap keuangan Lapangan Migas Jatinegara yang menimbulkan kerugiaan keuangan perusahaan milik daerah dalam hal ini PD Migas Kota Bekasi.
Kelima, memperhatikan surat Wali Kota Bekasi Nomor: 539/2094/Setda. Ek, perihal: Permohonan Fasilitasi Pelaksanaan Negosiasi Ulang Joint Operation Agreement (JOA) antara PD Migas Kota Bekasi dengan Foster Oil & Energy Pte.Ltd.
Surat tertanggal 17 Maret 2020 dari Wali Kota Bekasi ini menjelaskan sejak KSO antara PT Pertamina EP dan PD Migas Kota Bekasi ditandatangani sampai saat ini, PD Migas Kota Bekasi belum dapat berkontribusi terhadap PAD Kota Bekasi.
Bahkan sampai laporan keuangan tahun 2019 PD Migas Kota Bekasi masih harus menanggung biaya hutang operasional yang cukup besar kepada pihak mitra.
Perlu diketahui, lanjut Gabriel, penghasilan (equity) KSO Lapangan Minyak Jatinegara sekitar 348.000 $US per bulan di luar cost recovery dengan masa operasi produksi sejak bulan April 2016 sampai dengan bulan Oktober 2020.
Jika ditotal selama 54 bulan beroperasi, maka telah terjadi kerugian keuangan negara sebesar 18.792.000 USD atau setara Rp278.121.600.000.
Keenam, membaca dan memperhatikan poin-poin tersebut, pengoperasian Lapangan Migas Jatinegara telah menimbulkan kerugian bagi keuangan negara (daerah).
Untuk itu, Kompak Indonesia melaporkan Saudara Izma A. Bursman Managing Director Foster Oil & Energy Pte.Ltd dan Dhan Akbar Siregar mantan GM KSO atas dugaan kuat korupsi.
Gabriel menduga ada penyimpangan dana KSO (PD Migas) Kota Bekasi dalam pengelolaan keuangan Lapangan Migas Jatinegara. Penyimpangan dana tersebut telah menimbulkan kerugian keuangan negara (keuangan daerah) Pemerintahan Kota Bekasi selama masa produksi 54 bulan sebesar kurang lebih 18.792.000 USD di luar cost recovery, atau setara Rp278.121.600.000.
Penulis: Igen Padur
Editor: Ardy Abba