Jakarta, Vox NTT- Polemik pengelolaan Lapangan Migas Jatinegara, Bekasi, Jawa Barat hingga kini terus berlanjut. Proyek tersebut ikut dikelola oleh Foster Oil & Energy Pte.Ltd, sebuah perusahaan migas yang terdaftar dan berbadan hukum di Singapura.
Ketua Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi (Kompak) Indonesia Gabriel Goa menduga Foster Oil & Energy Pte.Ltd ini hanya sebuah perusahaan cangkang.
Kata dia, perusahaan ini dimiliki orang-orang Indonesia yang terlibat sedemikian rupa dalam proses kebijakan, sehingga sepintas tampak legal secara hukum.
“Perusahaan ini, Foster Oil & Energy Pte.Ltd, patut diduga pula memiliki hubungan bisnis yang erat dengan Cresswell Internasional Ltd, selain Aries Capital Holdings Ltd. Dalam Cresswell International Ltd. Muhamed Riza Chalid, Mohammad Kerry Adrianto Riza, Isani Isa sebagai stakeholder dari Cresswell International Ltd,” tegas Gabriel dalam rilis yang diterima VoxNtt.com, Rabu (21/10/2020).
Dikatakan, perusahaan Foster Oil & Energy, Pte.Ltd masuk ke Indonesia dan bertindak sebagai co-operator pada Perusahaan Daerah Minyak dan Gas (PD Migas), sebuah BUMD milik Pemkot Bekasi yang membangun Perjanjian Kerja Sama Operasi (KSO) dengan PT Pertamina EP.
Dalam posisinya ini, Foster Oil adalah mitra KSO antara PD Migas dan PT Pertamina EP, atau hanya sebagai operator lapangan.
Namun dalam praktiknya, lanjut Gabriel, walau hanya sebagai operator lapangan, mitra KSO antara PD Migas dan Pertamina EP, Foster Oil justru bertindak melampaui kewenangannya.
Dia menduga Foster Oil menyimpang dan melanggar ketentuan perundang-undangan. Manajemen, keuangan maupun pemasaran dikuasai Foster Oil & Energy secara mutlak.
“Tidak ada ruang kontrol dan tidak mau diawasi oleh Pemerintah Kota Bekasi,” imbuh Gabriel.
Gambaran penyimpangan ini tertuang pada laporan hasil audit BPKP dalam surat badan pengawas keuangan dan pembangunan deputi bidang investigasi nomor: SR-188/D5/02/2020, yang ditujukan kepada Wali Kota Bekasi.
Surat dengan perihal laporan hasil audit investigatif atas proses penetapan Foster Oil & Energy sebagai perusahaan asing pendukung PD Migas Kota Bekasi dalam kerja sama operasi dengan PT Pertamina EP periode 2009-2019.
Lebih lanjut surat bernomor: LHAI-7/D502/2/2020 tertanggal 14 Februari 2020, ditujukan kepada Wali Kota Bekasi dengan kesimpulan bahwa, PD Migas Bekasi sama sekali tidak memiliki kendali operasional dan pengelolaan keuangan atas Lapangan Migas Jatinegara.
Selain itu, kata Gabriel, surat Wali Kota Bekasi nomor: 539/2094/Setda, Ek, perihal permohonan fasilitasi pelaksanaan negosiasi ulang Joint Operation Agreement (JOA) antara PD Migas Kota Bekasi dengan Foster Oil & Energy Pte., tanggal 17 Maret 2020.
“Surat Wali Kota Bekasi itu menjelaskan sejak KSO antara PT Pertamina EP dan PD Migas Kota Bekasi ditandatangani sampai saat ini, PD Migas belum dapat berkontribusi terhadap PAD Kota Bekasi. Bahkan sampai laporan keuangan tahun 2019, PD Migas Kota Bekasi masih harus menanggung biaya hutang operasional yang cukup besar kepada mitra dalam hal ini Foster Oil & Energy,” ujar Gabriel.
Menurut dia, Foster Oil & Energy Pte.Ltd, sebagai perusahaan asing, posisinya dalam Joint Operation Agreement (JOA) bertentangan dengan Pasal 5 ayat (2) UU Nomor 5 Tahun 2007.
Ketentuan ini menegaskan penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah Negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang.
JOA yang dibuat antara Foster Oil & Energy dengan PD Migas Bekasi bertentangan dengan Pasal 1 ayat (19) UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang mengamanatkan bahwa, kontrak kerja sama adalah kontrak bagi hasil atau kontrak kerja sama dalam kegiatan eksplorasi dan ekspoitasi yang harus menguntungkan negara dan hasilnya digunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan rakyat.
Gabriel mengatakan, kekayaan alam Lapangan Migas Blok Jatinegara sudah menghasilkan produksi gas yang lebih dari cukup dengan keuntungan yang besar, tetapi tidak memberikan partisipasi positif bagi Pemkot Bekasi.
Keuntungan justru diambil oleh Foster Oil. Hal itu di mana sebagai perusahaan asing, Foster Oil & Energy bahkan memiliki secara mayoritas mutlak Interest Participation sebesar 90%.
Sedangkan PD Migas (BUMD Pemkot Bekasi) sebagai pemilik Lapangan Migas Blok Jatinegara hanya memiliki Interest Participation sekadar 10%. Nilai yang diterima PD Migas sebagai pemilik Lapangan Gas Jatinegara ini, bahkan tidak cukup untuk membiayai operasional KSO.
Padahal jika dibaca lebih jauh, penghasilan yang bisa dihitung setiap bulannya mencapai 348.000 US dollar, atau setara Rp5.150.400.00.- per bulan.
Angka ini di luar cost recovery. Jika diakumulasi dalam masa produksi 54 bulan (April 2016 – Oktober 2020), maka keuntungan yang diperoleh telah mencapai kurang lebih 18.792.000 US, Dollar atau setara Rp278.121.600.000 (dua ratus tujuh puluh delapan miliar seratus dua puluh satu juta enam ratus ribu rupiah).
“Semua penghasilan sebesar ini terhitung sebagai kerugian negara yang dilakukan oleh Foster Oil & Energy dalam pengelolaan Lapangan Gas Jatinegara, Kota Bekasi, Jabar,” ungkap Gabriel.
Dengan demikian, kata Gabriel, tersaji jelas di hadapan warga Indonesia bahwa kekayaan alam bangsa ini dikuras habis oleh para mafia migas dari perusahaan asing. Mereka mengambil keuntungan besar, tetapi hutang justru dibebankan kepada Pemerintah Kota Bekasi.
“Ini sungguh sangat memprihatinkan! Tak perlu menyoroti jauh-jauh di daerah lainnya. Kejadian dan peristiwa ini terjadi persis di samping ibu kota negara, yaitu di Kota Bekasi,” ujar Gabriel.
Menurut dia, kerugian negara akan terus terjadi dan tidak berunjung jika dibiarkan. Kesejahteraan masyarakat tidak pernah bisa ditingkatkan bila tidak segera dihentikan. Watak, karakter perusahaan asing dan perilaku tidak terpuji para mafia migas yang terlibat di dalamnya tidak bisa dibiarkan untuk selalu saja mengeruk sumber daya alam bangsa Indonesia, hanya untuk kepentingan diri dan kelompoknya.
Oleh karena itu, pihak Gabriel mendesak KPK: pertama, segera memeriksa dan proses hukum terhadap Muhamed Riza Chalid karena diduga kuat berperan besar dalam penyimpangan dana/ korupsi dana Blok Migas Jatinegara.
Kedua, segera memanggil dan memeriksa Izman A. Bursman, Managing Director Foster Oil & Energy Pte. Ltd. dan Dhan Akbar Siregar, mantan GM KSO atas dugaan kuat korupsi dan penyimpangan dana KSO (PD Migas) Kota Bekasi dalam pengelolaan keuangan Lapangan Migas Jatinegara.
Ketiga, segera memanggil dan memeriksa pihak- pihak yang terlibat dalam Joint Operation Agreement (JOA) yang merugikan negara dan bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Kota Bekasi.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan pihak-pihak yang disebutkan Gabriel belum berhasil dikonnfimasi. (VoN)