Ruteng, Vox NTT- Corona virus disease 2019 atau Covid-19 terus menggempur dan mewabah di tanah air. Covid-19 tampak terus memukul seluruh sendi-sendi kehidupan bangsa.
Semua pihak yang dimotori wartawan tanpa terkecuali tentu saja harus bersatu mencurahkan perhatian, tenaga dan pikiran untuk dapat mengatasi pandemi dan dampaknya di segala bidang.
Dubes RI untuk Takhta Suci Vatikan Laurentius Amrih Jinangkung mengatakan, wartawan merupakan profesi istimewa yang memiliki peran penting untuk mempererat NKRI di tengah pandemi Covid-19.
Sebab itu, Amrih mengharapkan para wartawan, dalam tulisan-tulisan dan narasinya, dapat menyebarkan energi positif.
Warta yang ditulis secara profesional dan bertanggung jawab tentu saja akan memberikan kesejukan di tengah masyarakat.
Penanganan Covid-19 di Indonesia, isu vaksin dan lain-lain, lanjut Amrih, memberikan gambaran betapa perlunya menyebarkan energi positif ke tengah-tengah masyarakat.
Memang banyak fakta yang membuat sedih terkait Covid-19, misalnya jumlah penderita dan korban yang meninggal. Tetapi banyak pula fakta-fakta positif, bahkan sangat positif yang terjadi.
“Namun demikian, kalau kita baca terutama di media sosial, kita bisa lihat betapa mudah dan cepatnya orang-orang membuat judgement negatif. Dan hal negatif ini yang lebih banyak berseliweran, membuat gaduh, masyarakat bingung, dan cepat menguras energi kita semua,” ucap Amrih dalam sambutannya di acara Buka Tahun Bersama PWKI Paguyuban Wartawan Katolik Indonesia (PWKI) dari Roma, Sabtu (23/01/2021), sebagaimana dalam rilis yang diterima VoxNtt.com.
Acara yang bertema “Mempererat Ikatan NKRI di Tengah Pandemi” ini diikuti sekitar 250 anggota PWKI secara live streaming di Jakarta, dan sejumlah kota dari Sabang sampai Merauke.
Ia mengatakan, jargon para wartawan, biasanya “bad news is good news”.
Hal ini tentu saja ada tantangan terhadap nurani dan profesionalisme para wartawan untuk men-define (mengartikan) how bad is bad, how good is good (seberapa buruk itu buruk, seberapa baik itu baik).
Menurut dia, sesuatu itu apakah bad atau good, biasanya relatif. Bahkan kadang perlu pembanding untuk menentukan sesuatu baik atau tidak. Perlu parameter jelas dan obyektif untuk menentukan sesuatu jelek, atau baik.
“Terlepas apakah baik atau buruk, selama masih berita faktual lebih bisa dipertanggungjawabkan. Tetapi kalau sudah judgement, ceritanya akan menjadi lain. Dan ini yang lebih sering kita lihat berseliweran di media sosial, misalnya dalam kasus vaksin,” ucapnya.
Terkait vaksin Covid-19, Amri menyampaikan beberapa hal. Pertama, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah menyatakan bahwa vaksin Covid-19 produksi Sinovac “halal dan suci”.
Kedua, Vatikan juga sudah menyatakan bahwa vaksin Covid-19 morally acceptable (dapat diterima secara moral).
Ketiga, banyak tokoh dunia maupun nasional, termasuk para pemimpin pemerintahan seperti Presiden Jokowi, Presiden AS Joe Biden, tokoh agama seperti Paus Fransiskus dan Paus Emeritus Benediktus dan lain-lain sudah memberi contoh dengan melakukan vaksinasi.
Menurut Amrih, banyak pihak termasuk Gereja juga menegaskan bahwa vaksinasi merupakan bentuk tanggung jawab.
“Mengikuti vaksinasi berarti melindungi keselamatan keluarga dan sesama di sekitar kita,” tuturnya.
Amrih pun mengimbau kepada semua pihak untuk menyikapi berbagai upaya yang sedang dilakukan pemerintah, tidak saja di Indonesia tetapi di seluruh dunia, secara dewasa dan bertanggung jawab.
“Akan lebih baik apabila setiap diri kita menjadi bagian dari upaya mencari solusi, bukan sebaliknya,” pungkasnya.
Penulis: Ardy Abba