Bajawa, VoxNtt.com-Kamis 27 Juni 2013, sekitar pukul 03:00 Wita, Raimunda Ito pertama kali mendengar isak tangis suara perempuan dari arah sebelah rumahnya.
Meski hari masih gelap, Raimunda pun bangun lalu pergi mendekati sumber suara tangis itu dengan penuh penasaran.
Raimunda merupakan istri dari Selverinus Bei Meo, Kepala Desa Loa, Kecamatan Soa Kabupaten Ngada, saat itu.
Rupanya, tangisan itu berasal dari suara Flora Mau, seorang wanita muda yang kaget saat kelambu di kamarnya disingkap oleh Adrianus Ria Soa, pria remaja yang baru memasuki masa dewasa. Adrianus tinggal dan bekerja di rumah Flora Mau. Flora dan keluarga telah menganggap Adrianus seperti adik sendiri.
Karena kejadian itu, Flora Mau pun menangis sejadi-jadinya. Dia bahkan tak pernah membayangkan bila air mata dan suara tangisannya itu akan membawa petaka bagi Adrianus.
Kegaduhan di rumah Flora terdengar juga sampai ke telinga Marselinus Bai Keu alias Marabai, suaminya. Saat itu, Marabai sedang menonton pertandingan sepakbola di Televisi milik Elvis Nanu Rema, yang berjarak sekitar 30 meter dari rumah itu.
Sekitar pukul 04:00 Wita, Marabain pun kembali ke rumahnya dan mendengar sedikit cerita dari sang istri ikhwal kegaduhan itu. Kala itu tangisan Flora telah mulai mereda.
Subuh itu, dengan amarah yang memuncak, Marabai kemudian bergegas mengambil sebilah golok. Tak seorangpun lagi yang mampu menghentikan aksinya. Dia pun keluar dan menghilang dalam kegelapan.
Baru sekitar Pukul 06:45 Wita, warga Desa Loa yang kala itu sedang melaksanakan ritual adat tinju (sagi) digegerkan dengan informasi penemuan tubuh Adrianus di kolam air Ta’i Futu, Daerah Aliran Sungai (DAS) Wae Wutu, Kecamatan Soa Kabupaten Ngada, sekitar 3 Kilometer dari kampungnya.
Adrianus pertama sekali ditemukan oleh Fransiskus Rema Nango, yang saat itu tak sengaja melihat tubuh Adrianus telungkup di atas pasir dengan kondisi basah d ipinggir genangan air.
Saat itu, dia hendak mengurus ternaknya. Melihat itu, Rema pun langsung mencari pertolongan untuk mengevakuasi korban.
Menurut Saksi Fransiskus Rema Nango, korban masih bisa berbicara meski dengan nada berat. Kepada saksi Fransiskus, korban mengaku kedinginan.
Saksi Fransiskus yang saat itu merasa tak bisa menggotong korban sendirian kemudian bergegas mencari pertolongan.
Orang pertama yang dijumpainya bernama Abraham, seorang anggota Polisi yang saat ini bertugas di Polsek Soa. Abraham juga menjadi orang pertama yang memberitahukan informasi tentang penemuan tubuh Adrianus kepada keluarga.
Dengan menggunakan kendaraan dumpt truck milik Ansel Soso, keluarga pun langsung membawa korban untuk perawatan medis, di Puskesmas Waepana, Kecamatan Soa.
Terdapat lebam diduga berasal dari benturan benda tumpul di bagian rusuk, kata Dedi, salah satu orang yang ikut membantu mengevakuasi Adrianus.
Saat itu, kata saksi, Adrianus masih dalam keadaan hidup namun dia tidak mau menyebut penyebab dirinya begitu.
Dia hanya meminta kepada orang yang mengevakuasinya agar dapat menenangkan ibunya jika kelak mengetahui keadaannya.
Hanya semalam berada di Puskesmas Waepana, Adrianus kemudian dirujuk lagi ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bajawa. Hingga tiga hari kemudian, Adrianus dinyatakan meninggal dunia.
Jasad Adrianus dimakamkan di kampung Bobou, Kelurahan Faobata, Kota Bajawa. Jelang tujuh tahun kematian Adrianus, duka cita mendalam atas kematiannya itu rupanya tak kunjung sirna dari ingatan keluarga.
Imelda Fono, ibunda Adrianus juga tak sempat mengetahui musabab kematian anaknya. Tahun 2017, dia pergi menghadap Sang Khalik menyusul suaminya yang sudah lebih dahulu meninggal dunia.
Selama tujuh tahun itu, pihak keluarga Adrianus masih terus dan terus mengumpulkan kepingan-kepingan informasi guna mengungkapkan misteri kematiannya.
Menurut keterangan Ibunda Adrianus, seperti dituturkan Selverinus Bei Meo, kematian Adrianus bermula ketika Marabai memberikan tugas kepada Adrianus melalui ibunya agar membangunkannya pukul 03:00 Wita supaya dia dapat menonton pertandingan sepakbola di rumah Elvis Nanu Rema.
Tugas itupun ditunaikan dengan baik oleh Adrianus dengan cara masuk ke kamar Marabai dan menyingkap kelabu tempat tidurnya.
Sialnya, begitu kelambu dibuka, Adrianus justru tak menemui Marabai sang pemberi amanat. Yang dia dapat malah bentakan dan teriakan dari Flora Mau, istri Marabai yang menuduh Adrianus telah lancang masuk ke kamarnya.
Flora bahkan menuduh Adrianus hendak memperkosanya. Dia lantas menangis histeris dan berteriak.
Tangisannya itulah menyebabkan beberapa tetangga datang menghampiri rumahnya.
Beberapa saat kemudian Marabai pun kembali ke rumah itu. Dia mendengar sedikit kisah dari istrinya lalu kemudian mulai naik pitam.
Elvis Nanu, saksi yang turut berada di rumah Marabai, sempat menenangkan Marabai dan menyarakan dia agar sebaiknya persoalan itu dilaporkan kepada Kepala Desa Loa, yang rumahnya bersebelahan.
Marabai tak gubris. Dengan golok di tangan, dia pergi dengan amarah memuncak. Pencarian Adrianus pertama dilakukan di rumah milik Ibunda Adrianus. Di sana dia mendapat informasi bahwa orang yang dicarinya itu tidak berada di tempat.
Pencarian dilanjutkan ke tempat permainan Billiard, milik Rano Fono di Bogoboa, masih di Desa itu. Setelah beberapa jam kemudian, barulah warga Desa Loa dan sekitarnya mulai geger terhadap kabar penemuan tubuh Adrianus.
Setelah dievakuasi dan mendapat pertolongan medis di Puskesmas Soa dan RSUD Bajawa, Adrianus dikabarkan mulai berbicara tentang peristiwa itu.
Kepada salah satu pamannya, Adrianus menyebut nama Marabai dan adiknya Adrianus Leo Keu sebagai orang yang menganiayanya.
Demi keamanan saksi yang mendengar pengakuan Adrianus, keluarga meminta agar tak menyebutkan nama saksi itu. Vox NTT sudah mengantongi nama dan alamat saksi yang dimaksud, namun belum dikonfirmasi.
Mendengar kabar bahwa Adrianus masih hidup, Marabai dan Flora pun panik. Sehari setelahnya, mereka lantas mengakui perbuatan itu saat bertemu Kepala Desa Loa dan memohon agar sang kepala desa itu mendampingi keduanya untuk menyampaikan permohonan maaf kepada Adrianus di RSUD Bajawa.
Permohonan untuk mendampingi keduanya diterima oleh sang Kepala Desa. Mengingat banyaknya keluarga Adrianus yang saat itu berada di RSUD Bajawa. Pasutri ini juga meminta bantuan Benyamin Taghi, yang saat itu menjabat sebagai koordinator di stasi St. Klemens di Kapela Loa, untuk mendampingi keduanya.
Pasutri ini juga sempat pergi ke rumah Darius Meo untuk berkonsultasi dan meminta bantuan serupa. Namun, mereka gagal bertemu Darius Meo karena saat itu Darius sedang tidak berada di rumahnya.
Dengan mengenakan jacket hitam, wajah Marabai tampak linglung ketika berada di ruang perawatan Adrianus. Istrinya juga sempat menangis melihat kondisi Adrianus.
Setelah itu, pasutri ini kemudian pulang dari rumah sakit dengan kendaraan terpisah, (Marabai dibonceng Kepala Desa dan Istrinya dibonceng oleh Benyamin Taghi).
Namun, setibanya di rumah, mereka mendengar informansi bahwa Adrianus telah meninggal dunia yang membuat Flora Mau shok dan langsung terjatuh pingsan.
Setelah kematian Adrianus, pasutri itu kemudian meninggalkan rumah dan memilih mengungsikan diri di Desa Masu selama tiga tahun lamanya.
Dari rangkaian kisah ini, publik pun kuat menduga, Marabai merupakan pelaku utamanya. Keluarga Adrianus kemudian melaporkan kejadian ini ke pihak kepolisian dengan bukti surat tanda penerimaan laporan (STPL) nomor: STPL/142/VI/2013/NTT/RES NGADA yang diterima oleh Brigadir polisi satu, Ismail.
Namun, hingga kini kasusnya tak pernah diproses. Keluarga menyebut, ada oknum purnawirawan anggota Polisi di balik hilangnya kasus ini.
Keluarga berharap, di bawah kepemimpinan Kapolres Ngada, Rio Cahyowidi dan Kasat Reskrim Ketut Rai Artika, kasus ini dapat dibuka kembali. Bersambung….
Penulis: Patrik Djawa
Editor: Irvan K