Bajawa, Vox NTT- Kejaksaan Negeri Ngada hingga kini masih belum memberikan penjelasan terkait dipanggilnya Philip Ngiso, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Pemukiman dan Pertanahan Kabupaten Ngada pada Senin, 8 Maret 2021 lalu.
Selain PPK, pimpinan cabang PT Lamkapai Pratama Mandiri, Andriano Mario Tandere, dikabarkan juga telah dipanggil untuk menghadap Kejaksaaan Negeri Ngada.
Diduga, keduanya dipanggil terkait proyek penataan Lapangan Kartini tahun 2020 yang hingga saat ini masih terus dikerjakan meski waktu kontrak telah berakhir.
Proyek Penataan Lapangan Kartini mulai digarap oleh PT Lamkapai Pratama Mandiri pada 11 September 2020 lalu dengan pagu anggaran sebesar Rp5,7 Miliar lebih.
Pekerjaan itu seharusnya telah rampung dikerjakan pada 31 Desember 2020, dengan sistem pengawas secara swakelola oleh Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Pemukiman dan Pertanahan Kabupaten Ngada.
BACA JUGA: Molor dari Waktu Kontrak, PT Lamkapai Pratama Mandiri Asal Aceh Terancam Di-PHK
Perihal itu, VoxNtt.com telah beberapa kali berupaya untuk bertemu Kepala Kejaksaan Negeri Ngada, Zulfikar Nasution. Namun hingga berita ini diturunkan belum berhasil ditemui dengan alasan sedang sibuk.
Sementara itu, aktivis sekaligus tokoh muda asal Ngada Bernard Gapi menyatakan, publik wajib mengetahui alasan Jaksa memanggil PPK dan rekanan pada proyek tersebut.
“Apakah dipanggil hanya karena dua orang ini sedang dalam posisi “terjepit” karena proyek Lapangan Kartini yang molor atau memang Jaksa sudah menduga ada indikasi kuat perbuatan melawan hukum sudah terjadi di sana? Ini yang harus segera publik tahu,” ujar Bernard, Rabu (17/03/2021).
Menurut Bernard, keseriusan Kejaksaan Negeri Ngada dalam mengusut dugaan KKN proyek penataan Lapangan Kartini tentu saja dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga hukum tersebut.
Untuk mengembalikan tingkat kepuasan publik terhadap proses penegakan hukum di Ngada, lanjut dia, maka langkah yang diambil oleh Kejari Ngada saat ini sudah tepat. Intinya semua upaya hukum harus dilakukan secara transparan.
Dikatakan, publik harus melihat ketegasan dan konsistensi sikap Kejari Ngada dalam mengungkapkan kebenaran. Apakah ada atau tidak ada perbuatan melawan hukum oleh semua pihak yang bersentuhan langsung dengan proyek penataan Lapangan Kartini.
Teka teki tentang maksud Kejaksaan memanggil para pihak dalam proyek penataan Lapangan Kartini diduga mengarah pada penjelasan Nani Lukito.
Dia adalah seorang perempuan yang menjabat sebagai Konsultan Pengawas di Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Pemukiman dan Pertanahan Kabupaten Ngada.
Sebagai pengawas, Nani Lukito cukup tahu berapa kali ia dan rekan-rekannya melaporkan deviasi pekerjaan kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tentang kelalaian kontraktor dalam pekerjaan itu.
Dalam proyek penataan Lapangan Kartini, selain Nani Lukito, masih ada dua rekannya yang bertindak sebagai pengawas. Mereka adalah Anselmus A. Dala dan Wilfridus Ndiwa.
Sementara, nama Lukas Sevrianus Lobo Djawa alias Fery Lobo yang sebelumnya diketahui berperan sebagai pembantu PPK ternyata ikut nyambi merangkap jabatan sebagai pengawas.
“Koordinaror pengawasnya di Pak Fery Lobo, sedangkan penanggung jawab utama pengawasan itu ketuanya di Pak Kadis dan wakil ketuanya di Pak Sek, (sekretaris),” ungkap Nani Lukito.
Fery Lobo dan beberpa pejabat di Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Pemukiman dan Pertanahan Kabupaten Ngada dikabarkan ikut menikmati dua sumber “aliran uang” pada proyek penataan Lapangan Kartini yakni honor sebagai Pejabat Pembuat Komitmen dan honor sebagai Konsultan Pengawas.
Dalam wawancara VoxNtt.com dengan Nani Lukito pada Selasa 16 Maret 2021, beberapa fakta yang selama ini tertutup perlahan dibuka.
Salah satunya fakta soal progres fisik yang dilaporkan baru mencapai 39 persen berdasarkan hasil pemeriksaan terakhir yang dilakukan oleh Konsultan Pengawas pada 8 Maret 2021.
Sedangkan, meski pekerjaan Lapangan Kartini hingga saat ini belum terselesaikan, Nani Lukito mengaku seluruh uang jasa pengawasan sebesar Rp150 juta telah habis terbayarkan kepada masing-masing petugas pengawas melalui bendahara dinas Modesta Ana.
“Karena kontraknya kita hanya empat bulan, saya sendiri terima sekitar sepuluh jutaan,” kata Nani Lukito.
Penulis: Patrick Romeo Djawa
Editor: Ardy Abba