Kupang, VoxNtt.com-Vonis bebas terhadap mantan Wali Kota Kupang, Jonas Salean oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Kupang dalam perkara dugaan korupsi pengalihan aset Pemerintah Kota Kupang hingga kini masih menuai pro kontra.
Pasalnya, dalam memutuskan terdakwa DPRD NTT dari Fraksi Golkar ini terdapat dissenting opinion atau perbedaan pendapat di antara majelis hakim.
Hakim Anggota II, Ibnu Kholik merupakan haklim yang menyatakan, terdakwa Jonas Salean dan mantan Kepala Kantor BPN Kota Kupang, Thomas More terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primair Penuntut Umum.
Dalam pertimbangan hukum, Hakim Ibnu Kholik menyebutkan, tanah kosong seluas 20.068 meter persegi di depan Hotel Sasando merupakan aset Pemerintah Kota Kupang. Tanah ini juga pernah diklaim oleh Jakob Saubaki dan telah dijelaskan oleh BPN, bahwa bagian tanah tersebut berada dalam penguasaan Pemerintah Kota Kupang.
Menurut Ibnu, pengalihan tanah kapling melalui surat penunjukan kepada 40 orang penerima, prosesnya tidak bersadarkan peraturan yang berlaku. Sebab 37 penerima tidak pernah mengajukan permohonan kepada Wali Kota Kupang untuk mendapatkan tanah kapling.
Hanya tiga penerima yang mengajukan permohonan, yakni, Marthase Talan (istri mantan Sekda Kota Kupang, Bernadus Benu), Jonathan Lay dan Maria Lay.
“Surat penunjukan tanah kapling, diterbitkan terdakwa tanpa ada permohonan dari para penerima. Surat penunjukan sudah diterbitkan pada tanggal 3 Oktober 2015 dan 5 Oktober 2016. Namun pada kenyataannya, para penerima baru menandatangani surat penunjukan pada tahun 2017,” sebut Hakim Ibnu dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Rabu (17/3/2021).
Ibnu juga menyentil salah satu penerima atas nama Lukas Donny Satrio. Dia adalah menantu Jonas Salean yang diketahui berprofesi sebagai pilot dan tidak berdomisili di Kota Kupang.
“37 penerima secara ekonomi merupakan orang-orang yang mampu,” ucap Ibnu.
Baca: Mengaku Dibebaskan Tuhan Yesus, Jaksa Kasasikan Putusan Kasus Jonas Salean
Sebanyak 40 orang penerima surat penunjukan tanah kapling, lanjut Ibnu, tidak pernah mengetahui letak persis lokasi tanah, karena tidak pernah sama sekali menguasai serta tidak pernah memasang pagar batas pada tanah kaplingan tersebut.
Namun setelah menerima surat persetujuan, terdakwa dan keluarganya, para pegawai BPN serta para penerima lainnya langsung mengurus sertifikat ke BPN Kupang. Sedangkan Yeskiel Loudoe, Martinus Medah dan Agustina Mariana Saudale tidak pernah mengurus sertifikat ke BPN.
Oleh karena unsur melawan hukum, unsur memperkaya diri sendiri dan orang lain, unsur turut serta dan unsur merugikan keuangan negara atau perekonomian negara telah terpenuhi, Hakim Ibnu Kholik menyatakan perbuatan terdakwa bersama dengan saksi Tomas More, telah terbukti melanggar hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Kendati demikian, terdakwa Jonas Salean dan Thomas More tetap dinyatakan bebas karena pertimbangan hukum yang disampaikan Ibnu tidak didukung dua hakim lainnya, yakni Hakim Ketua, Ari Prabowo dan Hakim Anggota I Ngguli Liwar Mbani Awang>
Majelis Hakim Melanggar Norma Keadilan
Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Nusa Cendana, Lasarus Jehamat menilai Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kupang telah melanggar norma keadilan dalam memutus bebas terdakwa Jonas Salean dan Thomas More.
Ia menilai, pelanggaran norma tersebut karena membebaskan terdakwa dari segala tuntutan JPU meskipun terjadi perbedaan pendapat di antara para hakim.
“Saya menilai bahwa hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kupang telah melanggar norma keadilan dalam menjatuhkan vonis bebas terhadap Jonas Salean selaku mantan Wali Kota Kupang,” tandas Dosen Fisip Undana ini seperti dilansir kriminal.co, Kamis (18/03/2021).
Menurut dia, putusan bebas terhadap dua terdakwa yang sangat sulit diterima secara logika. Hal itu kata dia, dari aspek keadilan, menurut hakim tanah tersebut bukanlah milik Pemerintah Kota Kupang. Sedangkan Jonas Salean membagikan tanah tersebut saat dirinya berstatus Wali Kota Kupang.
“Yang menjadi pertanyaannya, kalau bukan tanah Pemerintah Kota Kupang, itu tanah siapa? Sehingga Jonas Salean membagikannya kepada 40 orang, atas dasar jabatannya sebagai Wali Kota Kupang saat itu,” ujar Lasarus.
Kasus tersebut, kata Lasarus diperparah lagi karena kebanyakan penerima tanah itu justru dari kalangan keluarga Jonas sendiri dan pejabat Pemerintah Kota Kupang. Sehingga Ia menegaskan, hal itu sebagai suatu peristiwa yang di luar logika.
“Kalau bukan tanah pemerintah berarti tanah masyarakat. Lalu kenapa Jonas Salean bagi-bagi atas dasar sebagai Wali Kota Kupang kepada 40 penerima?” tanya Lasarus.
Tak hanya menyebut Jonas melanggar norma, Lasarus juga menegaskan bahwa perbuatan Jonas Salean sebagai bentuk sikap arogansi. Dimana telah menggunakan kekuasaannya sebagai Wali Kota untuk membagikan tanah kepada 40 orang, yang kebanyakan penerimanya keluarga Jonas sendiri.
Terkait alat bukti berupa disposisi Jonas Salean yang menyatakan tanah tersebut merupakan tanah Pemerintah Kota Kupang, Lasarus kembali menegaskan, itu merupakan salah satu alat bukti dan bentuk pengakuan dari Jonas Salean bahwa tanah tersebut merupakan tanah Pemerintah Kota Kupang.
Atas dasar itu, Ia mengaku sulit menilai keputusan hakim Pengadilan Tipikor Kupang yang digunakan sebagai dasar untuk memvonis bebas Jonas Salean.
Ia pun mengatakan, dalam kasus ini terdapat ketidakadilan kepada masyarakat, dalam mengembalikan tanah Pemerintah Kota Kupang yang telah dikuasasi oleh individu.
Karena itu, Lasarus kembali menegaskan, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Kupang telah mengesampingkan rasa keadilan kepada masyarakat Kota Kupang.
Jaksa Bekerja Profesional
Kasipenkum Kejati NTT, Abdul Hakim ketika dimintai tanggapannya atas keputusan majelis hakim tersebut menyampaikan, pihaknya menghargai putusan tersebut dan menyatakan akan melakukan upaya hukum, kasasi.
“Mengenai putusan Hakim yang membebaskan para terdakwa, kami pihak Penuntut Umum menghargai putusan tersebut. Namun pihak Penuntut Umum sudah menyatakan upaya hukum terhadap kasus tersebut dengan menyatakan kasasi,” ujar Abdul.
Ia juga menegaskan bahwa dalam kasus tersebut, pihaknya telah bekerja profesional. “Mengenai profesionalitas Kejati, sudah maksimal. Namun terjadinya perbedaan, itu hal yang biasa,” uajarnya. (VoN)