Kupang, VoxNtt.com-Terkait kontroversi keputusan majelis hakim yang menangani kasus pembagian tanah milik Pemerintah Kota Kupang dengan terdakwa Jonas Salean, penghubung Komisi Yudisial (KY) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) angkat bicara.
Koordinator penghubung Komisi Yudisial NTT, Hendrikus Lamarian saat menghubungi VoxNtt.com, Sabtu (03/04/2021) via WhastApp mengatakan, pihaknya telah membuat telaahan atas kasus tersebut dan telah dikirim ke KY Pusat di Jakarta.
Telaahan itu sekaligus respon KY NTT terhadap dugaan dan kecurigaan berbagai pihak, yang menyebut KY NTT diam terhadap dugaan pelanggaran majelis hakim di Pengadilan Tipikor Kupang, terutama Ari Prabowo, Ngguli Liwar Awang dan Ibnu Kholiq yang menangani kasus terdakwa Jonas Salean.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Ketua Araksi NTT, Alfred Baun mempertanyakan tupoksi KY NTT yang terkesan berpangku tangan di tengah keputusan hakim yang diduga syarat konflik kepentingan dan intervensi pihak luar.
Baca: Oknum Hakim Disebut dalam Kasus Jonas Salean, Adie Massardi Mencurigai KY NTT
Pernyataan Alfred ini bermula adanya informasi dari orang yang disebutnya sebagai informan Araksi NTT terkait penundaan keputusan atas terdakwa Jonas Salean beberapa waktu lalu.
Menurut Alfred di tengah penundaan keputusan itu, dirinya juga sudah mendengar rumor bahwa Jonas bakal dibebaskan dari jeratan hukum. Dan itu terbukti.
Keputusan itu pun dinilai Alfred sebagai keputusan yang menyesatkan, karena menurut dia, fakta hukum telah membuktikan Jonas Salean bersalah dalam membagikan tanah tersebut.
Selain itu, dugaan Alfred juga muncul setelah ada nama oknum hakim (Ketua PN Maumere) yang merupakan yang ikut mendapatkan tanah dalam kasus tersebut dan menjadi fakta persidangan.
Selain Alfred Baun, Ketua Gerekan Indonesia Bersih (GIB), Adie Massardi juga merespon keputusan majelis hakim dalam kasus itu terutama karena kemunculan nama Johnicol Sine, Ketua PN Maumere.
“INI SERIUS. Penyuapan terhadap hakim adalah perkara super serius yg wajib segera diurus,” tulis Massardi di akun Twitternya, Selasa (30/3/2021).
Pernyataan Massardi itu menyusul viralnya berita VoxNtt.com di twitter pada Rabu, 28 Maret 2021 yang menyebutkan nama Ketua Pengadilan Negeri Maumere, Johnicol Richard Frans Sine sebagai salah satu penerima tanah.
Mantan Juru Bicara Presiden Gusdur ini melihat keterlibatan Johnicol Sine sebagai bentuk gratifikasi. Ia pun menjelaskan, kasus gratifikasi yang melibatkan hakim harus segera diproses demi menjaga kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum.
Jika tidak, tegas dia, masyarakat mempunyai alasan kuat untuk menjadi hakim sendiri. “Sebab jika rakyat tak percaya pada hakim (pengadilan negara) maka mereka punya alasan kuat untuk menjadi hakim sendiri,” tulis Massardi.
Massardi kemudian mempertanyakan keberadaan Komisi Yudisial di NTT. Ia bahkan mencurigai Komisi Yudisial sengaja mendiamkan hal ini. Sebab Ia yakin, Komisi Yudisial telah mengetahui hal itu.
Dia mendorong Komisi Yudisial, agar jangan diam dan segera mengambil langkah tegas, memeroses oknum hakim yang terlibat dalam kasus ini.
“Komisi Yudisial KY pasti sdh tahu. Lalu kenapa diam? Mencurigakan,” tegas Adhie Massardi.
Menanggapai cuitan Massardi, Hendrikus Lamarian membantah lembaganya diam. Menurut dia, untuk menentukan apakah suatu kasus masuk kategori gratifikasi atau tidak, bukan kewenangan KY. Hal itu tegas dia, merupakan ranahnya pengadilan.
“Gratifikasi atau tidak, kami belum bisa masuk ke wilayah itu. Karena bicara Gratifikasi itu masuk ke ranah Tipikor. Dan harus dibuktikan di Pengadilan,” jalas Hendrikus.
Menurut Hendrikus, Komisi Yudisial berada pada ranah kode etik bukan penentu keputusan peradilan. “KY ada pada ranah Kode Etik,” tandasnya.
Ia pun menegaskan, KY NTT telah membuat telaahan terkait kronologi kasus, hipotesa juga rekam jejak haklim dan telah dikirim ke Komisi Yudisial di Jakarta.
“Terkait sikap KY NTT, kami sudah buat telaahan berkaitan dengan kronologi kasus, hipotesa, juga rekam jejak hakim. Dokumen Telaahan ini sudah saya kirim ke Komisi Yudisial RI di Jakarta. Selanjutnya kami menunggu petunjuk dari pusat,” tegas Hendrikus.
Sekali lagi, dia menjelaskan bahwa Komisi Yudisial bukan lembaga penegak hukum melainkan lembaga kode etik. Dia juga meminta Ketua GIB, Adie Massardi untuk menghubungi Juru Bicara Komisis Yudisial Pusat untuk memastikan sikap KY NTT.
“KY bukan penegak hukum, kami ini lembaga etik. Kerja dalam diam. Ada hal yang tidak bisa kami umumkan ke publik terkait kerja kami, karena dibatasi Kode etik,” tegasnya lagi.
“Nanti minta pak Ardi Marsadie tanya langsung ke Jubir KY pusat karena kami sudah kirim semua telaahan ke KY pusat untuk diproses di sana dulu. Karena semua ada alur prosesnya,” pinta Hendrikus. (VoN)