Kupang, VoxNtt.com-Baliyo Mulyono, petugas ukur Badan Pertanahan Nasional Provinsi Nusa Tenggara Timur (BPN-NTT) dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang kasus dugaan tindak pidana korupsi aset berupa tanah milik Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai Barat (Pemda-Mabar), Jumat, (16/4/21) di Pengadilan Tpikor Kupang.
Dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Fransiska D. Paula Nino didampingi Ngguli Liwar Mbani Awang dan Gustap P. Marpaung sebagai hakim anggota, Baliyo dicecar Penuntut Umum, Hery C. Franklin seputar pelaksanaan pengukuran tanah milik Pemda Mabar tersebut.
Baliyo menerangkan, benar dirinya mengukur tanah Pemda Mabar di Kerangan pada 2015 setelah ditugaskan, Kepala Kantor Wilayah Pertanahan Propinsi NTT yang ketika itu dijabat Yosias Benyamin Lona. Namun, Baliyo tak sendiri, Ia bersama petugas lain bernama Sutardi.
“Dan setahu saya, ada surat permohonan pengukuran dan pensertifikatan tanah dari Pemda Kabupaten Manggarai Barat untuk tanah di Karanga, seluas lebih kurang 30 Ha. Dan saat itu, saya juga melihat ada dokumen asli yang ditunjukan ibu Yuvine Suki. Ada Surat permohonan pengukuran asli,” aku Baliyo.
Baca: Kerap Membahas Masalah Korupsi, Duo “Geng” ILC Selalu Disebut dalam Kasus Kerangan
Baliyo juga mengaku melihat surat pelepasan tanah dari fungsionaris adat asli dengan materai tahun 1997, yang ditandatangani oleh Ketua adat.
“Kalau tidak salah, namanya Pak H Dalu Ishaka (Dalu Nggorang, Haji Ishaka-red), Notulen rapat bulan Oktober 2014, foto copy sket lokasi yang ditandatangani oleh penata tanah. Dan namanya saya tidak ingat Pak Jaksa. Kalau kuitansi itu, foto copy. Yang saya ingat, ditandatangani Pak Frans Padju Leok dan dokumen itu diberikan kepada saya, untuk saya scan dan simpan di laptop dan flas disk saya untuk dibawa ke lokasi tanah yang diukur,” terang Baliyo.
Usai mendengar pengakuan Saksi Baliyo, Jaksa Hery Franklin lantas bertanya, apakah di Labuan Bajo dirinya melapor diri ke Kepala Kantor Pertanahan Mabar dan apakah bertemu dengan petugas pertanahan Kabupaten Mabar serta apa yang dilakukan saksi setelah lapor diri.
“Dapat Saya jelasan, waktu itu, Saya lapor diri kepada Pak Marten Ndeo, selaku kepala kantor. Setelah itu, Saya bertemu dengan Pak Ambrosius Sukur, selaku Kabag Tata Pemerintahan (Kabupaten Mabar) untuk koordinasi turun ke lokasi tanah, tanggal 20 Mei 2015,” terang Baliyo.
Baliyo menegaskan, saat pemeriksaan dan pengukuran, benar lokasinya di Karangan. Saat itu, Ambrosius Sukur yang menunjuk batas-batas tanah Pemda yang sudah ada pilar di berbagai sisi. Pengukuran pun, jelas Baliyo, dilakukan dengan mengelilingi semua bidang tanah pemda.
“Saat itu, setelah sampai arah Selatan, Pak Ambros sampaikan bahwa sebagian itu tanah masyarakat. Akan tetapi, tidak diberitahu, masyarakat siapa di situ. Waktu itu, saya sampaikan, kalau sesuai gambar sket yang dibuat tahun 1997, tanah Pemda sampai ke arah bibir pantai. Tetapi tidak jadi diukur, sesuai dengan penyampaian Pak Ambrosius Sukur,” ungkap Baliyo.
Setelah selesai ukur, demikian Baliyo, diketahui luasnya lebih kurang 28 Ha. Dan jika bagian Selatan juga diukur, maka seharusnya, jelas Baliyo, bisa mencapai 30 Ha lebih.
“Kami laporkan kepada Kepala Kantor setelah balik dari Labuan Bajo. Selanjutnya, Pak Kakanwil memberikan disposisi untuk membuat peta bidang sesuai kondisi lapangan. Dan saya kemudian membuat peta bidang sesuai data lapangan, yang sudah ditandatangani dan disahkan oleh Ibu Resdiana Ndapamerang pada bulan Juni 2015,” tandas Baliyo.
“Dan setahu saya Pak Jaksa, tanpa ada perintah dari Pak Kakanwil, Ibu Resdiana meminta saya untuk membuat Peta bidang dengan luasan 24 Ha, setelah ada data susulan dari Kantor Pertanahan Kabupaten Manggarai Barat atas nama Supardi, Suaib dan H. Sukri. Dan peta bidang itu, ditandatangani oleh Ibu Resdiana Ndapamerang setelah komunikasi dengan Pak Marten Ndeo,” sambung saksi Baliyo.
Baliyo Mulyono menegaskan, ketika pihaknya mengukur tahun 2015, tidak ada pihak yang mengajukan keberatan dan klaim dari pihak Adam Djuje, pihak Supardi Tahiya, Niko Naput, Suaib, dan lain-lain di atas tanah Pemda. Sehingga pengukurannya selesai. Dan saat itu, jelas dia, ada pihak kelurahan, Abdul Ipur dan Camat Komodo yang mendampingi.
Untuk diketahui, Resdiana Ndapamerang merupakan istri dari mantan Wali Kota Kupang, Jonas Salean, terdakwa dugaan tindak pidana korupsi tanah milik Pemerintah Kota Kupang, yang beberapa waktu lalu divonis bebas oleh Majelis Hakim, Ari Prabowo, Nggili Liwar Awang dan Ibnu Kholiq. Saat ini, kasusnya sedang ditangani Mahkamah Agung atas kasasi dari Kejati NTT. (VoN)