Catatan Jurnalis VoxNtt.com Ronis Natom
Malam sudah larut pada 6 April 2021 lalu, segerombolan orang dengan seragam Sat Pol PP lengkap, dengan sebuah mobil, berangkat dari belakang Kantor Gubernur NTT, jalan El-Tari.
Atas perintah Gubernur NTT Viktor Laiskodat, gerombolan itu pergi menuju Rumah Jabatan Bupati Kupang di Oelamasi.
Meski cukup jauh dan medan masih buruk karena baru saja terkena badai,Kasat Pol-PP NTT Cornelis Wadu, berhasil menjemput ‘paksa’ Korinus Masneno dari rumah jabatan untuk menghadap gubernur.
Tidak ada yang tahu apa yang dilakukan Gubernur Viktor terhadap Bupati Korinus malam itu.
Yang pasti, mendengar ia diminta oleh gubernur untuk menghadap dengan sigap ia siap sedia.
Tidak banyak percakapan sesampainya Masneno di Posko Penanggulangan Bencana milik Pemprov NTT.
Dikutip dari beberapa media, ia dicecar habis-habisan oleh Gubernur Viktor. Bupati Korinus bisa saja membangkang atas perintah Gubernur Viktor, sebab dalam sistem kepemerintahan, keduanya adalah jabatan politis yang diberi kewenangan oleh otonomi daerah untuk mengelola dapur masing-masing.
Kuat dugaan Bupati Korinus menghadap karena dirinya merupakan kader Partai NasDem. Dan, Viktor adalah atasannya di partai.
Belakangan diketahui, kemarahan Gubernur Viktor benar dan beralasan. Pasalnya, sehari setelah badai seroja mengamuk dan meluluhlantakan NTT, Kabupaten Kupang adalah juga bagian yang paling parah.
Gubernur Viktor dengan sigap melakukan kunjungan ke beberapa titik terparah di Tuapukan, Oesao hingga Naibonat. Dia pun menemukan ‘ketiadaan’ sang bupati untuk melakukan kunjungan sigap usai badai.
Meski tiga hari kemudian dengan sangat rendah hati, Bupati Korinus mengakui bahwa kemarahan gubernur adalah hal yang wajar.
Menurutnya, kemarahan itu dikarenakan alasan kemanusiaan yang sebagai kepala daerah dirinya mesti sigap, membentuk tim penanganan bencana dan harus bekerja ekstra untuk memulihkan daerahnya pasca-badai.
Bupati Korinus mengaku, dana sebesar 7 Miliar telah disiapkan untuk penanganan bencana.
Bantuan Kemanusiaan?
Warga Desa Merbaun, Kecamatan Amarasi Barat, Kabupaten Kupang pada 16 April lalu, mengaku menerima bantuan dari pemerintah hanya dengan satu butir telur ayam dan satu bungkus mie instan per kepala keluarga. Mereka juga diberikan satu Kg beras per Kepala Keluarga (KK).
Bantuan tersebut diserahkan melalui Pemerintah Desa Merbaun, Kecamatan Amarasi Barat untuk disalurkan kepada warga terdampak bencana alam tersebut.
Yuli Bureni, salah satu warga Dusun 8, RT 14, Desa Merbaun kepada wartawan, Minggu (18/04/2021) mengaku, bantuan tersebut dibagikan pada Jumat 16 April 2021 di rumah Ketua RT setempat.
“Bantuan itu kami merasa seperti diolok oleh pemerintah. Karena hanya telur satu butir ini, kami lucu,” kata Yuli.
Ia mengatakan, bantuan tersebut dibagikan oleh pemerintah Desa Merbaun melalui ketua RT untuk selanjutnya disalurkan ke masyarakat.
Benar kata Yuli, bantuan berupa satu Kg beras, sebutir telur dan sebungkus mie instan sebetulnya adalah penghinaan terhadap rakyat.
Penghinaan, karena rakyat sedang mengalami luka fisik dan batin akibat bencana lalu diberi bantuan yang tidak mungkin bisa menebus rasa lapar satu keluarga.
Bantuan kemanusiaan, sebetulnya bukan hanya soal bentuk fisik makanan dan minuman.
Nilai-nilai kemanusiaan mesti turut serta dalam proses menyembuhkan luka batin dan fisik masyarakat usai dilanda bencana.
Bantuan, sesungguhnya harus bisa memulihkan rasa was-was masyarakat karena lapar dan air mata menetes melihat puing-puing rumah yang disapu badai.
Bentuknya, pemerintah dari struktur yang paling besar hingga RT dan RW harus betul-betul hadir memberikan rasa nyaman bagi ribuan manusia yang terluka akibat bencana.
Dimulai dari pendataan dan pendistribusian logistik bantuan harus betul-betul transparans sehingga masyarakat tidak semakin membenci kehadiran pemerintah.
Waspada
Hingga 15 hari usai bencana melanda NTT, entah Pemprov atau 16 kabupaten yang berdampak bencana, belum secara terbuka mengumumkan berapa jumlah dana, entah dari alokasi APBD maupun sumbangan instansi lain yang masuk ke kantong posko penanggulangan bencana ke publik.
Sejumlah pejabat secara terbuka merinci jumlah kerugian material dan nyawa manusia pun dengan jumlah sumbangan.
Belum ada satu daerah pun yang hingga detik ini mengumumkan jumlah uang yang diterima dan melampirkan alokasi bantuan kepada semua masyarakat yang berdampak bencana.
Kewaspadaan akan salah guna uang bantuan itu perlu, karena di saat banyak orang di NTT mengalami luka mendalam akibat bencana, jangan sampai, sejumlah pejabat memanfaatkan air Mata mereka sebagai ruang untuk meraup keuntungan.
Jangan sampai, segumpal air mata dan luka batin hanya akan disumbat dengan sebutir telur dan sebungkus mie instan.