Redaksi, Vox NTT- Baru-baru ini publik sontak riuh setelah media massa menggulirkan berita tentang usulan penambahan 27 tenaga harian lepas (THL) untuk ditempatkan di rumah jabatan Bupati dan Wakil Bupati Manggarai.
Pemberitaan bermula saat ada surat usulan penambahan 27 THL yang diajukan Kepala Bagian Umum Setda, Dorothea Bohas kepada Bupati Manggarai. Surat tertanggal 1 Maret 2021 itu ramai dibicarakan sejak bocor ke publik pada Kamis, 15 April 2021 lalu.
Dalam surat bernomor 058/BU/42.a/III/2021 itu, Bagian Umum mengajukan usulan perekrutan 27 THL baru untuk posisi sebagai asisten pribadi atau ajudan, sopir, pramu kebersihan, pramu saji, dan juru masak.
Pasca-digulirkan lewat pemberitaan media massa, pandangan pro dan kontra di publik menyeruak bak air mendidih.
Kita boleh tengok di linimasa dan grup facebook. Di sana, “para buzzer” tanpa beban “menyerang” wartawan dan media yang menulis. Bahkan narasumber yang berusaha memberikan kritikan dan masukan di balik kebijakan pengusulan THL tersebut “dibabat habis” para buzzer.
Di balik kebijakan pengangkatan THL itu ada beragam sorotan tertuju kepada Bagian Umum Setda Manggarai, perangkat daerah yang bertanggung jawab. Ketua DPRD Manggarai Matias Masir, misalnya, menilai langkah pemerintah daerah untuk menambah 27 THL sangat keliru.
Menurut Matias, APBD tahun 2021 telah final dibahas bersama pihak legislatif dan di dalamnya tidak termuat poin usulan penambahan 27 THL.
Tidak hanya itu, ia menyebut Pemda Manggarai keliru mengusulkan penambahan THL karena saat ini Covid-19 masih melanda di kabupaten itu.
Situasi Covid-19 menurut Matias, berdampak pada adanya rasionalisasi anggaran untuk kepentingan penanganan virus mematikan tersebut.
Ia kemudian mengharapkan agar Pemda Manggarai tetap kembali memakai pegawai yang lama, apalagi mereka belum diangkat sebagai PNS. Pemda juga diharapkan perlu berpikir tentang penghematan keuangan daerah di tengah pandemi Covid-19.
Tidak hanya Masir yang angkat bicara, rekan dewannya Eber Ganggut juga ikut menyoroti kisruh pengangkatan 27 THL tersebut.
Eber menilai, langkah Pemda yang mengusulkan 27 THL tidak berdasarkan pertimbangan yang benar-benar matang.
Menurut politisi PAN itu, kondisi keuangan daerah Manggarai memprihatinkan karena beralih ke penanganan Covid-19.
Perekrutan tenaga yang baru tentu saja akan berdampak pada anggaran. Sementara di satu sisi kondisi keuangan daerah sangat memprihatinkan. Bahkan, kinerja pemerintah daerah tidak tercapai oleh karena kekurangan uang.
Eber mengaku ada dinas di Manggarai yang indikator kinerjanya mencapai nol persen karena kegiatannya tidak dilaksanakan. Hal ini diakibatkan karena rasionalisasi anggaran.
Selain itu, hal lain yang dikritik Eber yakni rasio jumlah pegawai dengan beban kerjanya. Ia mengkritik itu lantaran terjadi penumpukan THL di Bagian Umum. Orang yang sebelumnya bekerja di dua Rujab telah kembali ke Bagian Umum.
Menariknya, Kepala Bagian Umum Setda Manggarai Dorothea Bohas malah irit bicara saat diwawancarai awak media pada 16 April lalu.
Ia hanya membenarkan adanya surat usulan penambahan 27 THL ke Bupati Herybertus G.L Nabit, dengan tembusan Wakil Bupati Heribertus Ngabut, Badan Keuangan, Bapedda dan Kepegawaian.
Kemudian Dorothea juga merespons pernyataan Ketua DPRD Manggarai yang menyebut usulan THL itu tidak ada dalam APBD Induk tahun 2021.
Bagi Dorothea, walaupun sebelumnya tidak termuat di APBD Induk tahun 2021, namun usulan itu bisa diakomodasi pada APBD Perubahan.
Namun ketika ditanya terkait dasar pertimbangan usulan penambahan THL di tengah situasi pandemi Covid-19 yang menyebabkan rasionalisasi anggaran, ia menyarankan agar menanyakan hal tersebut ke Wakil Bupati Manggarai Heribertus Ngabut.
“Kalau itu tanya ke pak wakil saja e,” ujarnya sambil menunjuk ke arah ruangan Wakil Bupati Manggarai.
Alasan yang sama juga dikemukakan Dorotea ketika ditanya tentang mengapa kemudian harus mengusulkan THL yang baru di tengah masih adanya pegawai yang lama.
“Tanya ke pak wakil saja,” tutupnya sambil meninggalkan awak media.
Jawaban Dorothea tersebut tentu saja melahirkan beragam pertanyaan. Ada apa dengan usulan pengangkatan THL ini? Mengapa pula Dorothea terkesan melempar tanggung jawab ke Wabup Manggarai Heribertus Ngabut?
Padahal seharusnya Dorothea tahu benar kajian asas manfaat di balik kebijakan pengangkatan THL itu. Toh, dia sendiri yang menandatangani surat usulan penambahan THL sebagai Kepala Bagian Umum Setda Manggarai.
Meski masih bersifat usulan, namun para THL tersebut dikabarkan sudah bekerja. Hal ini dibenarkan oleh Wabup Heri.
“Mereka sudah kerja sekarang? Iya. Sukarela saja. Dapat gaji? Tidak. Kerja saja dulu. Nanti kalau ada uang baru dibayar. Kira-kira begitu ke depannya,” kata Heri di ruang kerjanya, Senin, 19 April 2021 lalu.
Langkah itu menurut Wabup Heri, ditempuh karena pertimbangan kebutuhan yang sangat penting dan mendesak, terutama untuk keselamatan jiwa dan raga dari Bupati dan Wabup.
“Kenapa orang baru, karena untuk kenyamanan. Orang-orang yang bekerja harus kita tahu. Saya mau menjamin keselamatan jiwa raga. Menjaga segala macam hal di rumah jabatan. Jadi harus orang-orang yang dikenal. Di lingkup presiden saja, ganti presiden ganti juga semua itu. Jadi itu bukan menjadi sebuah masalah,” ungkapnya.
Jawaban Wabup Heri ini tentu bisa melahirkan tanggapan kritis. Sebab di tengah daerah lain berlomba-lomba mencari tenaga kerja profesional, tetapi Wabup Heri justru mentok pada indikator “cukup dikenal” bos atau tuannya. Supaya menjamin keselamatan jiwa dan raga tuannya.
Pertanyaan lainnya adalah, dari banyaknya ASN di lingkup Pemkab Manggarai apakah tidak ada satu pun yang membuat Bupati dan Wabup Manggarai nyaman? Terutama sebagai asisten pribadi atau ajudan, sopir, pramu kebersihan, pramu saji, dan juru masak. Jika masih menggunakan ASN, tentu saja keuntungannya pada penghematan anggaran daerah.
Apalagi pengangkatan THL ini tidak dibolehkan oleh peraturan perundang-undangan. Pemerintah daerah dilarang untuk mengangkat tenaga honorer atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Kita bisa lihat larangan ini pada Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 Pasal 8 junto Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007.
Selain itu, ada pada Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 814.1/169/SJ Tanggal 10 Januari 2013 tentang Penegasan Larangan Pengangkatan Tenaga Honorer bagi Gubernur dan Bupati/Wali Kota se – Indonesia.
Tidak hanya itu, ada juga pada Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja.
Pasal 96 PP 49/2018 menyatakan, Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK), dalam hal ini Bupati dan jajarannya, dilarang mengangkat pegawai non-PNS dan/atau non-PPPK untuk mengisi jabatan Aparatur Sipil Negara (ASN) (ayat 1).
Ayat (2) PP tersebut menyatakan bahwa larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi pejabat lain di lingkungan instansi pemerintah yang melakukan pengangkatan pegawai non-PNS dan/atau non-PPPK.
Ayat (3) berbunyi, PPK dan pejabat lain yang mengangkat pegawai non PNS dan/atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penulis: Ardy Abba