Ruteng, Vox NTT-Sejarah mencatat bahwa Donatus Su dan Katarina Rensi adalah dua orang terpandang di Desa Lemarang, Kecamatan Reok Barat, Kabupaten Manggarai. Betapa tidak, Donatus tercatat sebagai orang nomor satu dengan status sebagai kepala desa. Begitu pula dengan Katarina, ia adalah bendara di masa kepemimpinan Donatus.
Donatus terpilih sebagai kepala desa pada tahun 2013.
Hingga sekarang ia tercatat sebagai orang terpandang di desanya. Sama halnya dengan Katarina, ia mengemban tugas hingga masa kepemimpinan Donatus berakhir.
Pemilihan diksi terpandang di kalimat pembuka di atas bukan saja karena dua-duanya pernah menduduki posisi strategis, tetapi lebih dari itu mereka adalah penentu roda pembangunan di desa tersebut.
Maju dan mundurnya dinamika pembangunan di desa sangat bergantung pada Donatus sebagai Kades serta Katarina sebagai bendahara. Kerja sama keduanya dalam konsolidasi kebijakan menjadi penentu desa tersebut sejahtera.
Andai saja Donatus berhasil mengukir prestasi dengan gebrakan-gebrakan positif yang berorientasi pada kepentingan masyarakat umum, maka ia layak dibaptis sebagai penyelamat.
Namun, jika beliau salah arah dalam melangkah maka ia dengan sendirinya dikenang sebagai orang dengan status sebagai pengkhianat rakyat dan negara.
Beberapa hari belakangan, nama Donatus dan Katarina semakin hangat terdengar di telinga. Hal itu bermula dari upaya penggeledahan terhadap kantor DPMD oleh Kejaksaan Negri (Kejari) Manggarai pada Kamis (27/05/2021).
Kejaksaan menggeledah karena hendak mencari bukti tambahan dugaan kasus korupsi dana desa yang dilakukan oleh Donatus dan Katarina.
Operasi penggeledahan yang dipimpin oleh Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Rizal Pradata itu berhasil mengantongi barang bukti sebanyak satu box besar. Jaksa membawa pulang bukti itu ke Kantor Kejari Manggarai.
Empat hari kemudian, tepat pada Senin, 31 Mei 2021, Donatus dan Katarina diperiksa Kejaksaan. Mereka diperiksa selama kurun waktu tujuh jam terhitung dari pukul 11.00 hingga pukul 18.00 Wita.
Setelah diperiksa, keduanya diarahkan untuk menuju ke ruang tahanan Polres Manggarai.
Mereka berangkat dengan menggunakan mobil Kejaksaan bertuliskan Kendaraan Tahanan Kejaksaan Negri Manggarai. Mereka berangkat dengan mengenakan kostum bertuliskan tahanan.
Duduk Kasus
Kepada Kejaksaan Negri (Kejari) Manggarai Bayu Sugiri menjelaskan, pada tahun anggaran 2017 dan 2018 yang lalu, dianggarkan tujuh pembangunan fisik di desa Lemarang. Dalam pelaksanaannya, Tim Pengelola Kegiatan (TPK) tidak berfungsi secara maksimal.
Hal itu disebabkan karena TPK hanya mengontrol material yang diperlukan di lokasi pekerjaan dan melaporkan kepada kepala desa secara lisan.
“Berdasarkan keterangan para tersangka yang menjadi TPK menerangkan bahwa seluruh tahapan pelaksanaan kegiatan dikerjakan sendiri oleh Kepala Desa Lemarang baik dalam pemesanan dan pembelian seluruh material untuk pelaksanaan pembangunan,” jelas Kajari Bayu.
Kemudian, dalam proses pencairan Alokasi Dana Desa (ADD) dan Dana Desa (DD) di Desa Lemarang juga dilakukan dengan mekanisme yang tidak sesuai peraturan perundang-undangan.
Kepala Desa Lemarang membuat surat perintah pembayaran sendiri tanpa ada proses verifikasi dari Sekretaris Desa.
Sedangkan, fungsi dari Katarina Rensi selaku Bendahara tidak berjalan sebagaimana mestinya. Sebab ia tidak pernah mengelola ataupun memegang uang.
Begitu pula untuk teknis pembelian material untuk kegiatan pembangunan dan pembayaran ongkos tukang.
Pembelian material dan pembayaran ongkos tukang dibayar langsung oleh Donatus.
Katarina tidak mengetahui berapa sebenarnya biaya yang dikucurkan karena Donatus sendiri yang melakukan pemesanan dan pembayaran barang.
Donatus tidak pernah menyerahkan nota riil pembelian bahan kepada Katarina. Katarina akhirnya tidak mengetahui pengeluaran uang tersebut.
Namun, untuk mempertanggung jawabkan uang yang telah dipergunakan maka Donatus meminta operator dan Katarina untuk membuat laporan pertanggungjawaban (LPj).
LPj dibuat dengan kwitansi yang disesuaikan dengan rencana anggaran biaya (RAB) dan dilampirkan nota dukung yang fiktif karena nota dukung tersebut bukan merupakan nota pengeluaran yang sebenarnya.
Atas dasar itu, Donatus dan Katarina akhirnya ditahan di ruang tahanan Polres Manggarai. Adapun alasan dilakukan penahanan yakni sesuai dengan Pasal 21 ayat (1) KUHAP, dengan tiga syarat subjektif penahanan.
Ketiganya yaitu dikkhawatirkan tersangka melarikan diri, dikhawatirkan tersangka merusak atau menghilangkan barang bukti, dan dikhawatirkan tersangka mengulangi tindak pidana yang dilakukan.
Penahanan dalam tahap penyidikan itu akan dilakukan selama 20 hari terhitung sejak tanggal 31 Mei 2021 sampai dengan 19 Juni 2021. Adapun ancaman pidana keduanya yakni lima tahun penjara.
“Pasal 21 ayat 4 KUHAP terdapat syarat Obyektif yaitu tindak pidana tersebut diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih,” tutur Kajari Bayu.
“Kerugian Keuangan Negara oleh Ahli sebesar Rp229.972.566,00 (Dua Ratus dua puluh Sembilan juta Sembilan ratus tujuh puluh dua ribu lima ratus enam puluh enam rupiah) dengan rekapitulasi,” tutup Kajari Bayu.
Dengan demikian, karier politik Donatus dan Katarina berakhir di balik jeruji. Mereka terpaksa harus menikmati pil pahit itu walau dalam situasi batin yang penuh kecewa dan sakit hati.
Penulis: Igen Padur