Mbay, Vox NTT- Puluhan orang yang didominasi unsur Forkompimda Nagekeo sedang berkerumun ketika Bupati Yohanes Don Bosco Do melakukan seremonial peletakan batu pertama proyek pembangunan gedung fasilitas layanan perpustakaan, Senin (26/07/2021). Proyek tersebut milik dinas Perpustakaan Daerah Kabupaten Nagekeo.
Yang tidak disadarai oleh mereka adalah adanya dua sosok pria yang sedang berdiri dan memantau dari kejauhan di balik pagar seng saat tokoh adat Suku Dhawe sedang menggelar ritual adat.
Belakangan diketahui dua sosok pria itu merupakan anggota dari kelompok Alm. Mikael Waso yang diketahui kerap terlibat sengketa perebutan lahan dengan pemerintah.
Mikael dan keluarganya selama ini mengklaim sebagai pemilik tanah tersebut. Mereka juga enggan mau berpindah dari lokasi tanah itu. Padahal pemerintah telah mulai menggunakannya untuk kepentingan pembangunan.
Seremonial peletakan batu pertama pada proyek dengan pagu anggaran sebesar Rp10 miliar itu kini mendapat kritik dari sejumlah elemen masyarakat.
Mereka menilai pemerintah telah melanggar Undang-undang karantina dan wabah serta penyakit menular Covid-19.
Salah satunya adalah Servasius Podhi, anggota DPRD Nagekeo. Politisi Partai Persatuan Indonesia (perindo) ini meminta pemerintah dan aparat penegak hukum tidak boleh main-main ketika status Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masayarakat (PPKM) darurat.
Pria asal Kecamatan Boawae ini menyebut pejabat yang melanggar status PPKM darurat berpotensi mendapat sanksi tegas mulai.
Itu dari sanksi moral sampai bisa diberhentikan dari jabatan. Bahkan bisa terancam pidana satu tahun penjara jika benar mereka telah menciptakan kerumunan.
Untuk itu, Servasius Podhi meminta agar aparat penegak hukum segera bertindak tegas untuk membuat efek jera terhadap pelanggar protokol kesehatan.
“Jangan main-main, bisa kena sanksi sosial hingga pidana bagi pembuat kerumunan. Saya minta aparat penegak hukum segera mengambil sikap tegas kasus kerumunan masa ini sebagai efek jera,” katanya.
Sebagai informasi, proyek pembangunan gedung fasilitas layanan perpustakaan, milik Dinas Perpustakaan Daerah Kabupaten Nagekeo dikerjakan oleh PT Andica Parsaktian Abadi asal Jakarta Timur. Tidak ada papan informasi proyek di lokasi tersebut.
Sementara, ritual peletakan batu pertama dilakukan secara adat oleh lima rumah adat dari Suku Dhawe berupa pemotongan seekor babi dan ayam jantan.
Darah hewan korban itu kemudian dibasahi pada batu dan material proyek yang selanjutnya diserahkan kepada Bupati Nagekeo untuk melakukan seremonial peletakan batu pertama.
Hadir pada kesempatan itu, Kapolres dan jajaran anggota dari Polres Nagekeo, Dandim 1625 Ngada dan anggota TNI, Kasi Intel Kejaksaan Negeri Ngada, Ketua Pengadilan Negeri Ngada, tokoh agama dan tokoh adat, serta tamu undangan lainnya.
Penulis: Patrick Romeo Djawa
Editor: Ardy Abba