Borong, Vox NTT-Yohanes Devilje Laja, anak berusia delapan tahun asal Desa Benteng Pau, Kecamatan Elar Selatan, Kabupaten Manggarai Timur mengalami lumpuh sejak dilahirkan pada tahun 2013 lalu.
Anak pasangan Vinsensius Jala dan Roswita Nelci Nggoweng ini hanya bisa merangkak atau meggunakan pantatnya jika ingin bermain bersama sahabatnya.
Vinsensius Jala, ayah Yones mengisahkan, pada saat dilahirkan tidak ada tanda-tada kelumpuhan pada anaknya tersebut. Mereka berpikir bahwa Yones akan bertumbuh dan berkembang sama seperti anak-anak lainnya.
“Pada waktu lahir kami mengira bahwa Yones ini dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik, tetapi ternyata kami salah. Sampai saat ini dia belum bisa jalan dan berbicara normal,” ungkap Vinsensius dengan wajah sedih kepada awak media, Kamis (05/08/2021).
Kenyataan mulai berubah ketika Yones genap menginjak usia dua tahun. Pada usia ini seharusnya Yones sudah bisa berjalan dan berbicara lancar.
Orangtuanya mulai gelisah dan memutuskan untuk mencari pengobatan tradisonal agar Yones bisa berjalan dan berbicara.
Namun semua usaha yang dilakukan oleh orangtuanya hanya berakhir sia-sia. Yones tetap tidak bisa berjalan dan berbicara.
“Istri saya mulai gelisah. Ia terus memikirkan nasib dari Yones. Sesekali kami pergi ke dukun untuk mengobati anak ini, tapi tidak berhasil,” ungkap Vinsensius sambil megusap air mata yang jatuh di pipinya.
Meskipun semua usaha yang dilakukan gagal, Vinsensius dan Roswita tidak pernah putus asa dalam memperjuangkan nasib anaknya.
Pada tahun 2018 yang lalu, Vinsensius bersama kakaknya, Kuintus Jala pernah mendatangi sebuah toko di Kota Ruteng, Kabupaten Manggarai untuk membeli kursi roda.
Namun, karena keterbatasan biaya, mereka mengurungkan niat untuk membeli kursi roda yang harganya berkisar sekitar satu juta tujuh ratus ribu rupiah.
“Waktu itu kebetulan saya memiliki uang yang saya tabung dari hasil jual pasir. Jumlahnya satu juta rupiah. Kami coba tawar harga kursi roda. Pelayan tokoh mengatakan harga kursi roda sekitar satu juta Tujuh ratus ribu rupiah, sehingga kami batal untuk membelinya,” ungkap Kuintus, kakak kandung vinsensius Jala.
Keadaan Ekonomi Orangtua Memperihatinkan
Yones tinggal bersama orangtuanya di sebuah gubuk kecil berukuran 4×5 meter yang hanya berdinding pelupuh bambu dan berlantaikan tanah.
Orangtuanya bekerja sebagai petani. Hasil pertanian yang mereka miliki sangat sedikit bahkan tidak bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari mereka.
Ayah Yones, Vinsensius Jala terpaksa harus mejadi tukang gali pasir sungai untuk menambah penghasilan. Hasil dari penjualan pasir itu ia gunakan untuk menafkahi keluarga.
“Harga satu ret pasir 250 ribu. Untuk mendapat satu ret pasir saya harus bekerja empat sampai lima hari. Sangat sulit untuk menjadi tukang galih pasir.Tetapi dengan keadaan seperti ini, suka tidak suka ya harus kerja biar keluarga saya bisa hidup,” ungkap Vinsensius.
Semenjak pendemi Covid-19 melanda Indonesia, membuat sektor pembangunan ikut terganggu.
Hal ini turut berdampak pada keluarga Yones. Pasir-pasir yang sudah digali tidak lagi dijual dengan harga seperti biasanya bahkan tingkat penjualan pasir ikut menurun.
“Tidak ramai seperti biasanya.Terkadang satu bulan hanya laku satu ret itupun saya jual dengan harga di bawah standar,” ungkap Vinsensius dengan nada sedih.
Ibunda Yones, Roswita Nelci Nggoweng tidak bisa membantu suaminya untuk bekerja. Hal ini dikarenakan ia harus menjaga Yones ketika suaminya keluar rumah.
Apalagi dalam beberapa bulan terakhir ia tidak bisa melakukan pekerjaan rumah tangga sepenuhnya karena sedang mengandung adik dari Yones.
Ia hanya bisa mendukung suaminya dengan doa yang ia panjatkan setiap hari.
“Yones tidak bisa tinggal sendirian di rumah. Setiap hari kami bergantian mejaga dia. Beberapa bulan terakhir saya tidak keluar rumah dan fokus menjaga Yones,” ungkap Roswita.
Tidak Pernah Dapat Bantuan
Mirisnya Yones tidak pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah meskipun kondisinya sangat memperihatinkan ditambah lagi ekonomi keluarga yang tidak berkecukupan.
Kepala Desa Benteng Pau, Benyamin Rahing, mengatakan pihaknya pernah mengirimkan data ke kecamatan yang diteruskan ke Dinas Sosial Kabupaten Manggarai Timur terkait keadaan Yones beberapa tahun lalu. Namun hingga saat ini belum mendapat jawaban dari Pemda Manggarai Timur.
“Sampai saat ini belum ada jawaban. Kita akan terus berusaha agar Yones benar-benar mendapatkan bantuan sesuai dengan kebutuhannya,” ungkap Benyamin.
Keluarga Yones berharap agar pemerintah Kabupaten Manggarai Timur bisa memperhatikan kondisi anak mereka.
Penulis: Filmon Hasrin
Editor: Ardy Abba